16 | hari ini dan kemarin.

46 6 1
                                    

Bunyi roda kereta dan rel saling bersautan, melintasi terowongan yang gelap, lalu pergi dengan cepat. Terlihat langit berwarna abu-abu karena mendung, menutupi matahari yang mulai tenggelam. Lampu-lampu di gedung-gedung tinggi mulai menyala satu persatu.

Aku duduk di kursi kereta, menunduk dalam-dalam, menutupi wajahku yang teramat kacau dengan helaian rambut, menahan diri untuk tidak menangis, lagi.

"Nggak apa-apa,"

Lelaki itu berbicara lembut, seakan ia tahu aku tidak baik-baik saja. Duduk di sampingku, yang sejak tadi ia berdiri didepanku-mungkin menghalangi.

Dia mencari sesuatu di dalam tas ranselnya, memberiku sebungkus tisu, membiarkan tangannya terapung di udara karena aku tak kunjung mengambil tisu itu.

Arah pandangnya masih sama, lurus, tak kemana-mana.

"Namanya dunia, selain tentang kemarin yang bahagia setengah mati juga tentang sedih hari ini,"

"Saling melengkapi, satu korelasi,"

Hening, lagi-lagi aku tidak menjawab apapun, hanya terdiam, merapikan rambutku lalu mengambil pelan tisu yang ada di genggamannya.

Satu-dua-tiga-lima lembar.

Mengelap air mataku yang membekas di kedua pipi, tersadar ternyata aku sekacau ini. Menyedihkan.

Rintik-rintik hujan mulai deras, berjatuhan, awan pun begitu tak mau kalah, saling bertabrakan hingga suara petir menggelegar.

Melihat ke sekeliling, hanya ada beberapa orang di gerbong ini, mungkin sebagian sudah turun, ada yang tertidur, bermain ponsel, membaca buku, dan lelaki itu yang kini menaruh tisu di atas ranselnya.

Dirinya terlihat sibuk menulis sesuatu di buku hitam, melihat ke luar jendela, lalu menulis lagi, begitu seterusnya.

Mataku sembab yang mana kalau sudah begini, aku mengantuk, aku mulai duduk dengan tenang lalu tertidur, beberapa kali kepalaku oleng ke kanan dan kiri. Mencoba duduk dengan lurus.

"Kau-"

Dia menaruh kepalaku di bahu kirinya, terlihat misuh-misuh karena aku menganggu kegiatan menulisnya.

Hujan deras, lelaki di sampingku, dan kereta yang masih melaju cepat. Aku mulai tertidur, membiarkan diriku tampak kacau balau di depan orang asing ini.

"Terima kasih." kataku terlampau pelan di bahunya.

"Semoga ia cepat pergi," ujarnya berbisik padaku.

Sesaat yang kudengar hanya coretan pensil di bukunya.

"Dan, semoga yang lain segera datang."

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang