The first conversation

3.3K 276 40
                                    

Untuk menghindari Armand, Fanny kembali masuk keruangan di mana Maxwell saat ini terlihat sedang duduk sambil menikmati segelas kopi. Lelaki itu seolah tidak peduli dengan infus di tangan, jahitan lukanya dan juga cidera di kakinya. Lelaki itu tampak mengulas senyum samar mendengar ucapan Fredrick yang segera terhenti karena kedatangan Fanny.

" Ada apa dokter?" Tanya Fredrick sopan.

Fanny sedikit gelagapan, pipinya merona seketika. Dengan sedikit gugup dia berkata.

" Ehm, tidak. Aku, ehm, apa aku tadi sudah memberitahukan untuk meminum obat?"

Fredrick menatap Maxwell yang seolah tak acuh menanggapinya. Lalu wajah Fanny semakin memerah dan terasa memanas begitu melihat pintu terbuka dan menampakkan sosok yang dihindarinya.

" Dokter Armandio Lucas?" Sapa Fredrick sambil menatap Armand yang segera saja mengulas senyum menyebalkannya. Fanny berdecih menatapnya.

" Apa kabarnya Fredrick. Komandan, anda terluka lagi?"

Armand menanggapi sapaan Fredrick sambil bertanya dan menganggukkan kepalanya kepada Maxwell.

" Seperti biasa." Jawab Fredrick cepat yang membuat Maxwell mendengus.

Fanny menatapi mereka bergantian seolah meminta jawaban dan Fredrick yang menjawab tanya di hatinya.

" Dokter Armandio pernah bertugas disini." Fanny mengangguk, mengerti.

" Ada apa dokter mampir ke sini?"

Suara ketus Maxwell membuat Armand menyunggingkan senyumnya. Lelaki itu menatap Fanny.

" Dokter cantik ini.."

" Aku, ehm, dokter Armand adalah dokter pembimbingku. Dia mungkin hanya ingin memastikan aku bekerja dengan baik di hari pertamaku."

Fanny cepat memotong ucapan Armand. Lelaki itu tampak mendelik kesal ke arahnya. Gadis itu tidak peduli. Fredrick mengulum senyum, sementara Maxwell menatap tajam Fanny. Gadis itu sampai bergidik mendapatkan tatapan menusuk seperti itu.

" Dia terlihat terampil dan memahami apa yang harus dikerjakan, walaupun tampangnya lebih pantas menjadi model ketimbang dokter."

Fanny melotot mendengar ucapan Maxwell yang begitu ringan. Mudah membuatnya melambung tapi kemudian menjatuhkan secara bersamaan.

" Dasar Komandan brengsek." Gerutu batin Fanny.

Tangan Fanny terkepal gemas. Terlebih kini Armandio tertawa pelan sambil menatapnya.

" Dia dokter tercantik diangkatannya" Ucap Armand sambil mengerling.

" Gombal dokter." Desis Fanny keceplosan.

Maxwell kembali menatapnya tajam, kali ini ada kilatan yang tak terbaca di matanya. Sementara dokter bajingan itu tertawa senang.

" Dia cantik, tapi sedikit agak sulit untuk ditaklukan." Ucap Armand disela tawanya.

Fredrick menatap Fanny yang menatap galak Armand dan Maxwell, menarik sebelah sudut bibirnya. Lelaki itu masih menatap lekat Fanny yang terlihat menahan amarah. Kemudian beralih menatap Armand sambil menyesap kopinya.

" Apa kalian sepasang kekasih yang sedang berselisih?" Tanya Maxwell kemudian tanpa diduga. Fanny segera melotot tajam ke arahnya sambil menggeleng tegas.

" Kami memang sepasang kekasih. Kau tahulah wanita, terkadang rumit." Ucap Armand santai yang membuat Fanny tak tahan untuk mengumpat kesal.

" Ouh shit."

Fanny segera saja mendapatkan tatapan tajam dari Fredrick dan Maxwell. Sementara Armand terkekeh menyebalkan.

" Sorry." Ucap Fanny singkat sambil menggeleng.

Gadis itu segera memutar badannya menuju pintu keluar. Melirik Maxwell sekilas lalu membawa langkahnya tergesa keluar dari ruangan. Maxwell menatapnya. Matanya yang menyorot tajam, mengikuti kemana arah gadis itu melangkah. Senyum samarnya terulas yang membuat Fredrick tersenyum menatapnya.

" Gadis yang menarik." Batin Maxwell.

" Dokter sialan itu membuatku marah. Kurang ajar sekali." Lirih Fanny sambil melangkah cepat.

Wajah kesal itu terlihat memerah dengan bibir mengkerut. Langkahnya dihentak dengan tangan yang mengguar rambut sebahunya dengan kesal. Dia bersyukur dokter itu tidak mengikutinya.

" Bad day." Umpatnya kasar.

Lalu raut mukanya sedikit melembut dengan senyum yang terulas dipaksakan ketika matanya menangkap perawat yang tadi membantunya. Perawat lelaki itu mengangguk ramah.

" Hei, ehm, kau ehm,.."

" Saya Milan, dokter. Ada yang bisa saya bantu?"

Perawat lelaki itu menghentikan langkahnya lalu berbicara sopan. Dia menatap Fanny dengan senyum.

" Apa aku bisa meminta bantuanmu untuk memastikan Maxwell eh, Komandan Maxwell meminum obatnya dan tidak terlalu banyak bergerak?"

Perawat itu mengangguk masih dengan senyum ramahnya.

" Tentu dokter, tapi memang Komandan sulit sekali untuk diam. Dia selalu saja seolah tidak peduli jika terluka. Thea terkadang juga suka khawatir." Ucap perawat itu sambil menatap Fanny yang kini terlihat mengerungkan alisnya.

" Siapa Thea?" Tanyanya sambil matanya menentang tatapan Perawat itu.

" Perawat wanita yang tadi bersamaku membantu dokter." Jawab perawat bernama Milan itu.

Fanny mengangguk lalu berbalik badan, kemudian melangkahkan kembali kakinya sambil melambai. Perawat lelaki itu menatapnya dengan senyum.

My War Girl ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang