The first experience

3.5K 275 32
                                    

Fanny kembali menarik selimutnya. Suara gemericik hujan membuatnya malas untuk turun dari tempat tidurnya, bahkan hanya untuk menyingkap selimutnya saja dia merasa enggan. Padahal bukannya dia tidak tahu, waktu sudah menunjukan hampir pukul tujuh pagi.

" Bolah dong sekali kali malas." Gumamnya sambil menutup kembali matanya dengan mulut yang mengulas senyum senang.

Tapi belum sampai terlelap, suara ketukan terdengar di pintunya. Sedikit keras. Fanny memutar bola matanya.

" Pasti komandan itu lagi. Ganteng tapi galak. Ga ada sedikit pun senyum senyumnya." Gerutunya sambil menyingkap selimutnya. Perlahan turun dari tempat tidur lalu sedikit tergesa membawa langkahnya karena bunyi ketukan semakin keras.

" Ya, sebentar." Ucapnya sedikit berteriak sambil berjalan tergesa.

Beruntungnya Fanny yang selalu tidur dengan celana training panjang dan kaos longgar, jadi tidak perlu repot repot berganti pakaian jika ada tamu mendadak. Coba kalau dia tidur memakai baju tidur satin yang tipis dan sexy atau memakai lingerie lace atau baby doll yang pendek dan lucu seperti teman teman wanitanya. Waduh, bisa repotkan.

Fanny membuka pintu dengan sekali hentakan dan sedikit terperangah melihat siapa yang datang.

" Fredrick."

" Maaf mengganggu sepagi ini, dokter. Tapi komandan butuh bantuan. Semalam kami menyisir daerah pedalaman sambil mengantarkan bantuan untuk warga yang terisolasi karena ada jembatan terputus terkena banjir dan..komandan terluka." Ucapnya sopan.

" Sebentar, aku ambil dulu tasku."

Fanny tidak menunggu lama segera saja dia melesat masuk ke kamar, menarik jubah snelli yang tergantung lalu memakainya. Tangannya cepat menarik tas hitam yang dia letakkan di sebelah tempat tidur. Tidak lupa dia sebentar berkumur dengan mouthwash.

" Antar aku ke sana." Ucap Fanny sambil menutup pintu dan berjalan mendahului Fredrick keluar dari halaman rumahnya. Lelaki itu segera menyusul lalu memandu jalan.

Fanny tertegun menatap sesosok tubuh tegap yang tergolek di atas brankar. Ada dua orang perawat di dekatnya. Seorang lelaki muda yang terlihat tersenyum dan seorang wanita yang terlihat menatapnya dengan muka tidak suka.

" Oh my God, lukanya cukup parah. Harus dibersihkan lalu di hecting dan kakinya ini cidera. Ehm, tidak sampai patah tulang aku rasa." Ucap Fanny sambil tangannya memegang sekitar luka ditangan dan memar biru di kaki lelaki itu yang matanya menatapinya.

" Apakah kau yakin aku tidak harus masuk ruang operasi?" Tanya Maxwell dingin. Fanny mengangguk meyakinkan.

" Apa kau tidak salah diagnosa?"

Pertanyaannya membuat Fanny mengangkat wajahnya yang sedang serius menatap luka di tangan lelaki itu.

" Sebelum aku ditugaskan di sini, aku sudah lebih dulu bertugas di Rumah sakit selama hampir dua tahun, jadi aku biasa menangani hal semacam ini." Ucap Fanny dengan nada sedikit kesal.

" Tapi di sana kau ditemani dokter pembimbingkan." Ucapnya lagi. Fanny memejamkan matanya sekejap.

" Apakah lukanya tadi sudah dibersihkan?" Tanya Fanny sambil menatap dua perawat yang ada di sana dan tidak menghiraukan ucapan Maxwell.

" Sudah dok, ada sedikit serpihan kerikil tapi sudah kami bersihkan."

Perawat lelaki itu menjawab dengan cepat. Sementara perawat wanita itu hanya menatapnya.

" Okay, tinggal di hecting ya." Ucap Fanny ringan.

Segera saja dia menyiapkan alat alatnya dibantu dua perawat itu. Lalu Fanny cepat melakukannya dengan terampil. Mata Maxwell menatap tak berkedip sambil sesekali wajahnya meringis.

" Selesai." Ucap Fanny dengan senyum lega.

" Kau yakin?"

Wajah sang Komandan terlihat begitu menyebalkan. Matanya menatap penuh rasa ketidak yakinan. Fanny mendengus kasar.

" Tentu, aku kan dokternya." Jawab Fanny ketus. Kemudian gadis itu berlalu meninggalkan lelaki yang serius membuat hatinya kesal.

" Ya Tuhan, baru dua kali ketemu saja sudah membuatku senewen begini. Bayangkan kalau setahun..Ya Tuhan, setahun. Bayangkan." Gerutu Fanny sambil melangkah dengan kaki sedikit dihentakkan.

" Membayangkan apa?"

Sebuah suara membuat Fanny terpekik kaget. Dia segera saja menolehkan wajahnya ke arah datangnya suara.

" Buaya darat." Desisnya.

Fanny menatap Armand di sana yang berdiri santai dengan senyum terulas.

" Sok tampan sekali." Rutuknya pelan.

Lelaki tidak tahu malu itu melangkah, menghampiri gadis itu. Senyumnya semakin lebar tersungging. Fanny bergeming.

" Hey, gadis cantik. Baru saja sehari ditinggal dirimu. Aku sudah rindu." Ucap Armand santai.

Fanny melotot kesal. Bingung harus bagaimana menanggapi lelaki ga tahu diri ini. Dia segera saja melangkah, meninggalkan lelaki yang membuat hatinya semakin kesal.

" Sayang, tunggu. Aku baru sadar kini. Ternyata aku mencintaimu. Maafkan aku, sayang. Aku.."

" Stop. Cukup. Kau baru sadar. Berarti selama lima bulan kita bersama kau pingsan ya. Sudahlah. Forget it."

Fanny memotong cepat ucapan Armand dan berbicara dengan nada sinis. Armand malah tersenyum menatapnya. Gadis itu mendelik kesal.

My War Girl ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang