The first duty

2.1K 155 20
                                    

Maxwell menatapi Fanny yang merebakkan butiran beningnya dari mata sendunya. Ada denyutan rasa linu yang dirasakan lelaki itu. Ingin rasanya dia berlari dari tugas yang harus diembannya. Inginnya tetap mendampingi kekasih hatinya yang saat ini didera perasaan kalut.

" Ini sudah menjadi tugasku. Kewajibanku, sayang." Bisik Maxwell sambil merengkuh tubuh yang terlihat berguncang pelan karena isakannya.

" Aku janji, ini tidak akan lama." Ucap Maxwell tenang.

" Aku pasti akan kembali secepatnya. Aku berjanji. Aku akan datang ketika resepsi itu diadakan. Bahkan jauh sebelumnya. Ehm, maksudku aku akan sudah berada di sini sebelum resepsi pernikahan kita. I promise."

Ucapan janji Maxwell diangguki oleh Fanny yang memeluk dengan erat tubuh besar itu. Tubuh yang telah berseragam lengkap dan juga telah ditunggu oleh beberapa prajurit yang harus dipimpinnya.

Fanny menatap Maxwell yang berjalan menjauh. Dia enggan melambai, ada rasa takut yang dirasakannya. Memenuhi hatinya yang jadi tidak tenang. Mom dan Paula yang menyaksikan kesedihan Fanny segera saja mendekat dan merengkuh tubuh yang terlihat lesu tidak bergairah itu. Memberikan sedikit ketenangan, hati yang sedang gundah itu.

" Dia pasti menepati janjinya." Gumam Mom, menguatkan. Fanny mengangguk pelan.

Air mata merebak membasahi pipi mulusnya. Tangannya sedikit bergetar menyentuh bibirnya yang beberapa menit lalu dilumat Maxwell sebelum lelaki itu berlalu meninggalkannya. Ditatapi jemarinya yang tersemat cincin berlian yang berkilau diterpa sinar mentari pagi.

Lalu pelukan hangat juga Fanny terima dari Mama yang ikut juga mengantar Maxwell pergi bertugas. Sebenarnya ini bukan kali pertama Maxwell pergi untuk bertugas tapi perbedaan kali ini ada gadis yang harus ditinggalkannya. Gadis yang sudah dimiliki dan dua bulan lagi akan disahkan menjadi istrinya.

" I love you, I'm gonna miss you, baby. I'll turn to you."

Bisikan Maxwell sebelum pergi meninggalkannya, membuat semu merah menjalari wajah Fanny. Gadis itu meyakinkan dirinya, bahwa lelaki tercintanya akan memenuhi janjinya. Dia pergi bertugas menjalankan kewajibannya dan akan kembali dengan selamat. Kembali untuknya.

Dua hari lalu kabar yang dibawa oleh Maxwell membuat Fanny terkesiap dan lekat menatap lelaki yang duduk tenang dihadapannya.

" Aku harus pergi. Mencari kebenaran dari kabar itu." Ucap Maxwell saat itu.

" Kenapa harus kau?" Tanya Fanny pelan. Maxwell tertawa sumbang.

" Ini tugasku, baby."

Jawaban Maxwell membuat Fanny berdecih. Dia dengan manja duduk diatas pangkuan lelaki itu. Lalu segera melingkarkan tangannya dilehernya

" Tapi dua bulan lagi kau akan menikah, tidakkah lebih baik kau menolaknya dan meminta orang lain untuk menggantikanmu?"

Maxwell tersenyum mendengarkan ucapan gadis yang dengan nakal menggoda hasratnya. Menciumi ceruk lehernya dengan lembut.

" Mr. Rockafely ditemukan tidak bernyawa dengan tubuh yang tidak lengkap di sana. Aku harus mencari dan mengungkap kasus ini. Aku tidak pergi sendiri tapi dengan lima belas orang yang lainnya."  Ucap Maxwell pelan karena gadisnya berhasil membuatnya bergairah.

" Walaupun aku pasti akan merindukan kenakalanmu ini." Lanjut Maxwell sambil mencari bibir gadisnya lalu memagutnya dengan sepenuh hasratnya.

Mr. Rockafely adalah ahli sejarah yang melakukan penjelajahan ke pedalaman hutan belantara yang belum terjamah. Bersama dengan timnya, Mr. Rockafely meliput kehidupan suku yang masih primitif. Lalu ada kabar bahwa Mr. Rockafely hilang dan ditemukan tidak bernyawa dengan tubuh yang sudah tidak utuh. Banyak pihak menyimpulkan bahwa suku terasing tersebut pemakan manusia.

Cerita dari Maxwell itulah yang membuat Fanny merinding dan menjadi ketakutan. Walaupun Maxwell tidak pergi sendiri tapi tetap saja sangat berbahaya. Fanny jadi menggedikkan bahunya bila membayangkan situasi di pedalaman sana. Suku pedalaman tempat Nurinti yang sudah sedikit mengenal peradaban saja masih sunyi dan menakutkan, apalagi yang berada di hutan belantara yang belum terjamah oleh manusia. Fanny khawatir.

" Jangan cemas, dokter. Komandan pasti kembali."

Fanny menengadah menatap wanita dengan senyum manis menghiasi bibirnya yang suaranya membuatnya tergegau dari lamunannya.

" Terima kasih, Thea." Fanny segera mengulas senyum.

Hatinya sedikit tenang ketika banyak orang yang memberinya semangat. Mengingatkan bahwa Maxwell akan baik baik saja.

" I'll wait for your back."

My War Girl ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang