The first crashing

1.9K 151 29
                                    

Maxwell bersiap untuk memimpin penelusuran terakhir. Mereka akan menaiki perahu karet, menjelajahi jeram yang akan berakhir di sisi barat. Di sana pesawat penjemput sudah menunggu. Sementara logistik sudah lebih dulu dijemput di lokasi.

" Untuk Kru Televisi, aku rasa cukup menyiapkan satu alat perekam saja. Medan kali ini lebih berat dari yang sebelumnya." Perintah Maxwell tegas.

Mereka mengikuti saja arahan dari Maxwell, selaku Komandan tim. Fredrick memastikan logistik dan perbekalan yang harus dibawa telah siap. Shaw siap dengan catatannya untuk pelaporan dan yang lain siaga dengan senjatanya, karena sangat dikhawatirkan ada sesuatu hal yang tidak mereka harapkan. Kru Televisi pun telah mempersiapkan alat rekam dan juga alat komunikasi.

" Kita siap berangkat, Komandan." Ucap Fredrick.

Mereka menaiki perahu karet yang telah ditambatkan di sisi sungai yang arusnya terlihat sangat deras.

" Sungainya sangat lebar dan deras arusnya. Bahkan, dari atas terlihat gelombang air sungai yang seolah siap menghempaskan perahu." Cetus salah seorang Kru Televisi. Maxwell menatapnya tajam.

" Jaga bicaramu!" Maki Kru Televisi yang lainnya. Lelaki berkaca mata itu terlihat sedikit ketakutan menatap arus sungai yang deras.

Dua perahu karet itu segera melaju mengikuti arus yang sangat deras. Terombang ambing seakan mengikuti irama gelombang air yang menyiprat, membasahi tubuh.

Sepanjang perjalanan yang begitu mengetarkan hati. Mereka disuguhi pemandangan yang begitu indah. Tampak jembatan gantung dari titian bambu dan akar pohon, terlihat memanjang diatas mereka.

" Aku rasa jembatan gantung itu akan menuai sensasi. Jika ada di kota besar karena ukuran panjangnya." Ucap Fredrick sambil menatap lekat jembatan di atas mereka.

" Pasti akan bergoyang-goyang ketika dilintasi." Sambut Shaw dengan senyum kecut.

" Panorama alamnya masih sangat alami, dengan pepohonan yang masih tumbuh dengan rindang di sepanjang aliran sungai ini." Ucap Kru Televisi yang berkaca mata.

" Bodoh. Ini hutan belantara dan belum terjamah. Tentu saja masih alami dan pohonnya rindang." Semprot temannya dengan nada kesal. Maxwell berdecak menatapnya.

Lalu ketika memasuki arus yang semakin deras. Perahu seakan dibuat berguncang-guncang oleh arus deras Sungai. Naik-turun, ke atas dan ke bawah, bahkan di detik berikutnya perahu terbalik. Mereka terlihat panik, bahkan Kru Televisi terdengar berteriak. Sementara perahu yang satunya aman dan merapat ke tepian.

Satu persatu terlihat dari tim di perahu yang terbalik muncul ke permukaan. Mereka segera berenang menuju tepian. Tampak dari perahu yang selamat mengerahkan bantuan dengan melemparkan tali. Mereka berhasil mencapai tepian tapi mereka tidak menemukan Maxwell.

" Dimana Komandan?" Tanya seorang prajurit. Mereka saling menatap. Lalu berpasang mata itu cepat berkeliling mencari keberadaan Maxwell.

" Lihat di sana." Teriak Shaw sambil jarinya menunjuk ke arah bebatuan di tengah sungai. Sesosok tubuh tampak tertelungkup dan diyakini benar bahwa itu Maxwell.

" Komandan. Lakukan penyelamatan. Segera." Teriak Fredrick. Wajah cemas begitu terlihat di sana.

Mereka menyiapkan tali. Kemudian mengikatkan diseputar bagian perut Fredrick yang berjalan ke tengah. Lelaki itu tampak terhuyung diterjang derasnya arus. Tapi lelaki itu sampai di bebatuan dengan selamat.

" Komandan, oh My God." Desisnya sambil membalik tubuh Maxwell yang tidak sadarkan diri. Tampak luka berdarah di kepala bagian kanannya, lalu ada luka menganga di kaki kanannya. Fredrick meringis menatapnya.

" Komandan terluka. Sepertinya terbentur bebatuan." Teriak Fredrick mengalahkan suara deru derasnya arus sungai.

" Tim medis." Teriaknya lagi sambil tangannya terangkat.

Mereka segera saling membantu untuk memberikan pertolongan kepada Komandan.

" Segera berikan suntikan untuk menghentikan pendarahannya, jangan lupa pengurang rasa sakit juga." Perintah Shaw yang diangguki tim medis.

" Tolong bantu untuk membuatnya sadar. Komandan, please. Wake up." Teriak Fredrick sambil memukul mukul pipi Maxwell. Sementara Shaw mengguncang tubuhnya.

Perlahan mata tembaga itu terbuka. Lelaki itu menatap wajah wajah yang menarik napas lega di hadapannya.

" Aku baik baik saja." Ucap Maxwell ketus.

" Ya, kau harus baik baik saja. Jika tidak, kami akan dibunuh dokter galak calon istrimu itu." Sungut Fredrick tak kalah ketus. Maxwell terkekeh sambil meringis menahan sakit.

" Hobi sekali kau terluka. Apa karena calon istrimu dokter, huh?" Gerutu Fredrick. Maxwell mendengus.

" Shut up!" Umpat lelaki itu kasar. Fredrick berdecih.

My War Girl ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang