The first Belonging

2.7K 227 28
                                    

Pernikahan adalah suatu peristiwa syakral dalam kehidupan manusia. Dengan menikah berarti seseorang mempunyai kedudukan sosial yang sama dengan warga masyrakat yang lainnya. Melalui pernikahan pula tercipta sebuah keluarga yang akan berperan penting dalam membentuk kesatuan ekonomi dan meneruskan keturunan.

Fanny menatap Maxwell yang kini menepikan mobilnya. Suara bisikan hatinya barusan seolah menggetarkan hatinya. Mencari tanda di diri lelaki di sebelahnya, akankah hubungan ini sampai pada tahap itu.

" Perkawinan bukan hanya urusan pribadi bagi dua insan yang berlainan jenis. Tetapi akan melibatkan banyak pihak, seperti orangtua, saudara kita, kerabat, sahabat, kaum adat dan juga masyarakat luas." Ucap Maxwell dengan tenang, seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh gadis yang sedang menatapnya.

Fanny tersenyum tipis lalu segera mengangguk, membenarkan apa yang barusan dikatakan oleh Maxwell. Lelaki itu turun dari mobilnya lalu berjalan ke arah bagian pintu Fanny.

" Hal itu telah terjadi sejak lama, disetiap lapisan masyarakat." Ucap Fanny dengan senyum, tangannya menyambut uluran tangan Maxwell untuk turun dari mobil.

" Orang Pedalaman mempunyai adat yang lebih rumit dalam masalah pernikahan. Melebihi masyarakat yang hidup di lingkungan sosial yang kesehariannya bergelimang dengan kekinian. Kerumitan tersebut jelas tergambar dalam beberapa proses yang harus dilewati calon pengantin, sebelum dan sesudah akad nikah." Ucap Maxwell dengan mata menatap lekat Fanny, tangan lelaki itu erat menggenggam tangan halus gadis itu.

" Rumit?" Tanya Fanny sambil mengerungkan matanya. Dahinya ikut berkerut. Maxwell mengusap lembut kening itu.

" Don't think too much." Ucap Maxwell dengan senyum. Fanny tertawa pelan.

" Tapi aku serius, orang Pedalaman sangat rumit dalam menyiapkan pernikahannya, begitu pun dengan prosesnya." Ucap Maxwell sambil merangkul bahu Fanny.

Tatapan berpasang mata pada gadis di sisinya membuatnya harus ekstra dalam hal penjagaan. Sekaligus secara tidak langsung mengumumkan pada semua, bahwa gadis cantik dan elegan ini adalah miliknya.

Fanny menatapi serius prosesi adat pernikahan anak tetua adat itu. Upacara itu dilaksanakan di tengah pemukiman penduduk. Tujuannya agar masyarakat mudah menghadiri.

" Do you know, baby. Kaum kerabat yang bergotong royong membangun pondok seluas ini. Beberapa hari sebelum acara, kami juga tentu ikut membantunya." Ucap Maxwell dengan senyum.

Tangannya kini menaut tangan Fanny dan membawa ke bibirnya. Lalu mengecupnya penuh dengan rasa sayang. Tentu saja itu menjadi pusat perhatian. Thea yang ternyata ikut dalam rombongan, tersenyum samar. Sementara mata dokter Armand menatap penuh luka. Segera saja lelaki itu membuang tatapnya. Maxwell yang melihat itu semakin mengeratkan genggamannya. Lalu dengan sedikit merunduk berbisik di telinga Fanny.

" I love you, baby."

Fanny yang sedang serius menatap prosesi adat pernikahan yang akan segera dimulai, menolehkan tatapannya ke arah Maxwell lalu mengulas senyum. Dengan manja gadis itu menyenderkan kepalanya ke dada Maxwell dengan mata yang kembali tertuju ke pondok yang terlihat telah dipenuhi masyarakat Pedalaman.

Di sanalah kedua mempelai duduk berhadap hadapan. Sementara itu keluarga kedua belah pihak duduk melingkarinya. Pejabat yang akan menikahkan, mengahadap pada ke dua pengantin. Memberikan nasihat dalam mengarungi biduk rumah tangga. Kemudian dia memegang tangan kedua pengantin sambil membacakan mantra. Lalu tangan pengantin ditepuk, maka resmilah mereka sebagai sepasang Suami Istri.

" Nanti malam akan ada selamatan di rumah pengantin perempuan. Mereka juga akan saling adu ketangkasan di pondok ini dengan pengantin pria." Ucap Maxwell yang mengajak Fanny untuk mencari tempat duduk.

" Ehm, malam?" Tanya Fanny pelan sambil matanya menjelajah sekitar yang berhutan lebat.

Pikiran gadis itu sudah melayang, membayangkan gelapnya hutan di malam hari. Tubuh itu terlihat gemetar dengan mata tepejam. Maxwell yang menyadari itu segera merengkuh tubuh itu ke dalam pelukannya.

" Ssttt, hey. Don't think too much, baby. Kita pulang sebelum gelap, okay." Bisik Maxwell sambil mengusap lembut punggung Fanny. Gadis itu mengangguk cepat.

" Untung kau bukan gadis Pedalaman sini." Ucap Maxwell sambil menatap Fanny yang dengan kening berkerut menatap lelaki itu.

" Karena setelah selamatan, mereka berdua harus pergi dan tinggal ditengah hutan selama beberapa hari untuk berburu." Ucap Maxwell menjawab tanya yang tergambar di wajah Fanny. Gadis itu berdecih.

" Apa kau menyesal karena aku tidak bisa kau ajak berburu di malam hari, kenapa kau tidak menikah saja dengan gadis Pedalaman ini?" Ucap Fanny ketus.

Maxwell tertawa pelan. Tangannya menyentuh pipi gadis dihadapannya yang segera saja bersemu merah.

" Aku hanya akan menikah dengan gadis yang takut dengan suasana hutan di malam hari, karena aku pun tidak begitu suka berburu. Apalagi di malam hari, aku lebih suka memeluk tubuh wangi ini." Ucap Maxwell sambil menatap lekat wajah bersembarut merah itu.

" Ternyata selain galak, Komandan ini juga mesum." Ucap Fanny sambil menentang tatapan Maxwell.

Lelaki itu tersenyum kecut. Lalu tanpa ragu bibir lelaki itu mencuri ciuman singkat di bibir yang begitu menggoda.

My War Girl ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang