---
"Cuma ini barang bukti yang ditemukan."
Tangannya sedikit gemetar kala menerima gelang yang diyakininya semula berwarna putih namun kini telah berubah menjadi merah sejak beberapa jam lalu. Warna merah yang telah mengering itu bukan berasal dari pewarna atau mungkin saos melainkan, darah dari orang tersayangnya yang baru saja berpulang akibat perbuatan biadab pemilik gelang tersebut.
"Kalau kamu mau kasus ini bisa kita teruskan ke ranah hukum," tawar wanita paruh baya di sebelahnya, Mariani. Melihat anak satu-satunya dari adik tersayang bergeming dengan tatapan kosong membuat hatinya teriris.
Hampir setengah abad Mariani hidup tanpa seorang anak, sehingga ia tahu betul bagaimana rasanya sendirian dan kadang kala kesepian. Dalam batin ia menjerit, kenapa keponakannya harus merasakan hal yang sama! Tidak cukupkah dia sendiri yang menanggungnya?
"Tidak perlu, Budhe." Hanya tiga kata yang keluar dari mulut Razita.
"Bagaimana bisa kamu mengikhlaskan kejadian ini begitu saja?"
Razita memutar kepalanya perlahan. "Ikhlas?" kemudian tersenyum nanar. "Kalau dia saja berani menabrak lalu meninggalkan orang sekarat sendirian di jalan bagaimana bisa dia takut dengan hukum?"
Sekali lagi Razita menatap gelang tersebut sejenak sebelum tiba-tiba melemparkannya dengan perasaan kesal. Kedua tangannya kembali menutup wajah disusul suara isakan yang sejak tadi tertahan.
Bolehkan dia protes sekarang? Kenapa Allah tega mengambil malaikat tanpa sayap miliknya dengan cara mengenaskan seperti ini? Tabrak lari? Omong kosong!
Razita hanya manusia biasa yang punya emosi dalam hatinya bukan malaikat seperti ibunya. Anak mana yang rela ibunya meninggal dengan cara seburuk itu? Bolehkan ia saja yang menggantikannya?
Meskipun Mariani sudah memberikan pelukan dan usapan di punggung Razita, tangisnya tetap tidak reda. Malah makin kencang. Tapi syukurlah, setidaknya Mariani tenang karena Razita masih normal. Pasalnya, sejak mendengar kabar memilukan itu Razita belum meneteskan air mata sedikitpun. Dia terlalu kuat untuk melihat darah berceceran di kepala ibunya bahkan untuk memandikan dan mengantarkannya ke tempat peristirahan terakhir.
Namun, bagaimapun juga Razita tetaplah manusia biasa. Ibarat awan dia adalah awan hitam yang siap kapanpun menumpahkan isinya ke muka bumi. Tak peduli sebanyak apapun itu.
Ternyata benar, memendam lebih sulit daripada mengungkapkan.
Setelah tangisnya pecah Razita seolah baru saja meloloskan beban satu kuintal di pundaknya. Merasa Razita sudah agak membaik, perlahan Mariani melepaskan pelukannya. "Kamu nggak sendirian. Kamu masih punya Budhe di sini."
Sebenarnya tanpa perlu dijelaskan Razita sudah tahu seberapa besar kasih sayang Mariani pada dirinya. Baliau sudah seperti ibu kedua baginya. Tapi terkadang ucapan hangat dari seseorang yang kita sayangi bisa sangat berarti saat kita sedang terpuruk.
"Apa gelang itu benar-benar bukti terakhir, Budhe?"
Tidak seperti sebelumnya, kali ini Mariani terdiam lebih lama. Razita menggunakan sedikit waktu itu untuk menelisik ke dalam bola matanya.
"Budhe?" ulangnya lagi karena merasa menemukan sesuatu yang janggal di sana.
"Sebenarnya ada seorang saksi yang tidak sengaja melihat sesuatu-" ucapnya menggantung. Razita masih menunggu dengan sabar. "Dia bilang dia melihat mobil hitam itu punya plat nomor berawalan D."
Walaupun bukan petunjuk yang mendetail Razita seolah mendapatkan secercah harapan.
"Bandung?"
Kalau benar pelakunya berasal dari sana Razita akan menyusulnya. Jangankan Bandung yang hanya beda provinsi! Beda pulau pun akan Razita sebrangi asalkan ia bisa bertemu pelakunya.
Bukan untuk balas dendam tapi untuk meminta pertanggung jawaban.
Bayangin aja gelangnya kaya gini awalnya
☆☆☆
Dari penulis
Assalamualaikum semuanya
Alhamdulillah kita ketemu lagi.
Ternyata aku baru 'ngeh' kalau cerita ini pertama kali aku publish tanggal 1 Februari 2020. Artinya tepat satu tahun yang lalu. Wow, gak kerasa ya:)
Cuma mau mengingatkan ya buat pembaca lama tolong jangan spoiler kalau kalian tahu sesuatu!
Karena meskipun alurnya dirombak tetap ada kesamaan kecil dengan yang sebelumnya.So, kalian boleh melupakan cerita yang dulu! Karena ini adalah versi barunya jadi fokus aja sama yang sekarang okee
Gimana tanggapan kalian soal prolognya?
Emoji kamu setelah baca prolog ini?
Nanti cerita ini bakalan sering update mungkin hampir tiap hari, paling lama tiga hari sekali. Jadi kalau aku lupa kalian boleh tagih🤣
Jangan lupa juga follow wattpad aku fai dan baca cerita aku lainnya.
Sampai jumpa di part berikutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]
General Fiction#1 Ghazi 31/03/2021 #1 Razita 31/03/2021 #2 Editor 31/03/2021 #3 Fiksiislami 31/03/2021 "Apa gunanya wajah tampan kalau dia tidak bisa menaati perintah agamanya?" Razita Nirmala. "Keyakinan gue ya cukup gue sama Allah yang tahu, sisanya terserah or...