"Tidak selamanya apa yang kita rasakan di awal akan bertahan seterusnya. Terkadang, takdir punya sejuta cara membolak-balikkan keadaan, sekaligus perasaan."
☆☆☆
Ghazi tengah bersantai di sofa ruang keluarga sambil menonton The Avangers: Infinity War di laptopnya. Sampai kemudian mamanya datang membawakan camilan dan duduk di sampingnya. Gayatri sampai geleng-geleng melihat putranya yang sudah hampir berumur seperempat abad tapi masih suka menonton serial marvel semacam ini.
"Kamu tuh ya, udah ada TV masih aja lihat laptop terus. Nggak sakit apa matanya?" Gayatri mengelus rambut putra tunggalnya.
Ghazi langsung mem-pause film tersebut dan menoleh ke arah mamanya. "Kan di TV nggak ada serial marvel sebagus ini, Ma!" Ujarnya tanpa dosa. Lalu, Ghazi mengubah posisinya untuk tiduran dengan paha Gayatri sebagai bantal kemudian memejamkam mata. Mengabaikan film yang baru saja dipujinya.
"Kamu tumben nggak keluar sama Ines kan ini malam minggu?" tanya Gayatri yang hafal dengan kebiasaan putranya.
Mendengar nama itu disebutkan Ghazi langsung merasa moodnya menurun. Bagaimana tidak, semenjak pulang dari Bangka ia belum sempat bertemu dengan Ines. Padahal Ghazi sudah membelikan sesuatu untuknya. Ines sendiri juga tidak berinisiatif menghubunginya atau sekadar menanyakan kabarnya. Ghazi pun kembali mengechek ponselnya. Pesan yang ia kirimkan untuk Ines tadi pagi juga masih belum dibaca.
Malah ada tiga pesan masuk dari nomer lain yang tidak dikenal. Kalau saja tidak ada nama Razita disitu Ghazi tidak akan membukanya.
085785××××××
Assalamualaikum, Kak Ghazi, ini aku Razita.
Jaketnya keburu dipakai gak?
Kalau iya aku balikin besok.
Ah, Ghazi sampai lupa jika jaketnya masih bersama Razita sekarang. Sebenarnya ia tidak terlalu butuh jaket itu tapi Ghazi malah membalas sebaliknya.
Ghazi
Waalaikumsalam, iya besok mau gue pakai. Jam 9 pagi bisa dateng ke Starbucks biasanya gak?
Tidak butuh waktu lama bagi ponselnya untuk berdering lagi.
Razita
Bisa.
"Lah!" tanpa sadar Ghazi langsung memekik kaget melihat balasan Razita yang begitu singkat.
"Ada apa, Zi?" tanya Gayatri yang masih ada di sampingnya.
Ghazi langsung menggeleng tapi kemudian tidak tahan untuk menyuarakan isi hatinya. "Menurut Mama ada nggak sih cewek yang emang bener-bener cuek gitu?"
Gayatri menegerutkan wajah. "Kamu dicuekin Ines?" tebaknya asal.
"Bukan, Ma. Maksud Ghazi ya emang dia biasanya dingin gitu."
"Dinginnya sama kamu aja apa sama semua orang?" sahut Gayatri cepat.
Jika diingat-ingat kembali, sejauh Ghazi mengenal Razita, perempuan itu tidak hanya membatasi diri dengan ia seorang. Razita hampir tidak pernah atau jarang sekali berbicara dengan lawan jenisnya. Hanya sesekali jika ada keperluan pekerjaan. Untuk ukuran wanita zaman sekarang bukankah ia terlalu kaku?
"Emang ada bedanya ya, Ma?" dan satu-satunya sumber terpercaya yang bisa diwawancarai hanya mamanya seorang.
Meskipun bingung dengan pertanyaan mendadak yang diajukan putranya Gayatri tetap berusaha menjawab sepenuh hati. "Perempuan itu beda-beda Zi. Gak semua perempuan ceria, humoris, terus lucu. Kadang ada beberapa yang lebih mirip laki-laki, lebih pendiam, lebih tegas gak suka rempong."
![](https://img.wattpad.com/cover/210453633-288-k704770.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]
General Fiction#1 Ghazi 31/03/2021 #1 Razita 31/03/2021 #2 Editor 31/03/2021 #3 Fiksiislami 31/03/2021 "Apa gunanya wajah tampan kalau dia tidak bisa menaati perintah agamanya?" Razita Nirmala. "Keyakinan gue ya cukup gue sama Allah yang tahu, sisanya terserah or...