"Terkadang ada beberapa kalimat atau hal yang lebih baik dibiarkan tak terucap agar tidak mengubah apa yang terjadi di masa sekarang."
☆☆☆
Tidak mau berlarut-larut menunda masalah dan membuat pikirannya semakin dipenuhi prasangka buruk dan rasa curiga, hari ini Razita memutuskan untuk menyelesaikan semuanya.
Razita sudah meminta Ghazi untuk datang ke kedai yang pernah mereka kunjungi dulu. Saat ini juga, Razita akan bertanya perihal gelang dan juga kecelakan yang telah merenggut nyawa orang tersayangnya.
Sejujurnya Razita sedikit merasa takut untuk berhadapan dengan Ghazi, apalagi mengajukan pertanyaan yang demikian. Sebab artinya, jawaban dari Ghazi hari ini akan menentukan segalanya.
Sungguh, Razita tidak siap jika ketakutannya menjadi kenyataan. Batinnya masih terus berkata bahwa Ghazi tidak mungkin bisa melakukan perbuatan sekeji itu. Namun, di sisi lain ia tidak bisa mengabaikan semua bukti yang ada di depan matanya.
"Sorry, nunggu lama!" Tak berselang lama Ghazi akhirnya sampai. Penampilannya kali ini sedikit berbeda dari sebelumnya, sedikit lebih sopan. Ghazi yang biasanya mengenakan hoodie levis atau celana jeans, hari ini mengenakan kemeja berlengan pendek dan celana chino.
Razita tersenyum tipis. "Kak Ghazi beneran nggak ada acara kan?" Tanya lebih dulu, karena sedikit trauma dengan kejadian sebelumnya.
"Kalau ada ya gue gak bakalan di sini," jawab Ghazi santai dengan wajah sedikit berseri-seri. Entah hanya perasaan Razita saja atau memang begitu adanya. "Mau ngomongin apa? Kok muka lo tegang banget!" ternyata Ghazi diam-diam mengamati raut wajah Razita.
Tangan Razita perlahan merogoh tasnya untuk mencari sesuatu. Setelah dapat, ia menaruhnya di meja. Pandangan Ghazi sepenuhnya beralih pada benda itu. Sebuah gelang putih yang terbungkus plastik.
"Gelang siapa?"
Razita mengernyit. "Bukan punya Kakak?"
Lantas, Ghazi mengambil gelang tersebut. Saat ia mengeluarkan dari plastik Ghazi baru sadar kalau ia pernah punya gelang serupa ini juga. Bedanya, gelangnya dulu tidak ada warna merah darah seperti gelang yang dipegangnya.
"Itu gelang orang yang nabrak orang tua aku, Kak," lirih Razita dengan sedikit menunduk.
Karena tidak mengerti apa maksud Razita menunjukkan gelang itu padanya Ghazi pun bertanya, "Lo udah tahu orangnya?"
Kepala Razita langsung terangkat. Kerutan di wajahnya makin terlihat jelas kala menatap raut wajah Ghazi baik-baik saja. Apa ia sedang berpura-pura?
Ghazi mencoba mengingat sesuatu, "Ini modelnya sama banget kaya punya gue dulu. Artinya pelakunya pesen gelang di tokonya Rasya kan? Itu sebabnya lo tanya alamatnya waktu itu."
Razita masih berusaha mencari celah kebohongan di mata lawan bicaranya tapi hal itu sama sekali tidak ia temukan. Situasi ini membuatnya semakin bingung. "Kata Kak Rasya Cuma ada satu orang yang pesen gelang model itu ke dia-" Razita sempat terdiam. Meski takut untuk melanjutkan ia tetap harus memberanikan diri. "Dan orang itu Kak Ghazi."
"Ap-Apa, Ta?" Ghazi menoleh ke arah Razita terkejut. "Jadi maksudnya lo nuduh gue orang yang pernah nabrak orang tua lo?" ulangnya masih merasa janggal.
Mata Razita mulai berkaca-kaca. "Aku nggak tahu siapa! Tapi Kak Rasya nunjukin ke aku buku pelanggan bukti pembelian Kakak atas gelang ini. Dan gak cuma Kak Rasya yang bilang, Kak Ines juga pernah bilang kalau Kak Ghazi punya model gelang yang sama!" di akhir kalimat Razita sedikit meninggikan nadanya.
"Hanya karena gue punya gelang yang sama bukan berarti gue pelakunya, Ta" Ghazi masih menstabilkan suaranya meski jauh di dalam hati ia tidak mengira Razita akan tega menuduhnya seperti ini. "Lo gak tahu kan bisa aja ada pembeli lain yang pernah beli gelang ini tapi Rasya lupa nyatet! Demi Allah gue bukan pelakunya, Ta!"
"Jangan bawa-bawa nama Allah untuk kejahatan, Kak!" tukas Razita.
"Karena gue ngomong apa adanya!" ujar Ghazi tak kalah tegas.
Razita memalingkan wajahnya dan menghapus sekilas air matanya. "Terus kenapa waktu kita workshop dan aku tanya apa Kakak pernah nabrak orang, Kak Ghazi gak jawab?"
Ghazi memijit kepalanya. Baru pertama kalinya Ghazi melihat Razita seemosial ini. namun, kenapa harus ia yang menjadi sasarannya? "Kalau itu alasan lo nuduh gue, gue akan jawab sekarang! Gue gak pernah nabrak orang sekalipun. Puas lo?"
"Terus bukti yang dibilang Kak Rasya? Kemana gelang Kak Ghazi yang serupa kalau ini bukan gelang Kakak?" Razita mengambil kembali gelang tersebut dari atas meja.
"Gelang gue ilang!" Emosi Ghazi mulai tersulut.
Razita memejamkan mata sejenak. Kenapa setiap kali ia meminta bukti dari Ghazi, pria itu tidak pernah memberikan seperti yang ia minta. Kali ini pun, Razita masih berprasangka kalau itu hanya alasan Ghazi semata. "Berarti jangan salahin aku kalau aku menduga Kak Ghazi orangnya."
Ghazi terhenyak. Melihat Razita berdiri dari kursi seolah hendak pergi dada Ghazi semakin sesak. "Lo lebih percaya omongan Rasya, Ta daripada gue?" Seumur-umur Ghazi tidak pernah sakit hati jika ada orang lain yang menganggapnya buruk.
Tapi Razita? Ia tidak percaya Razita sampai hati menuduhnya melakukan perbuatan sekeji itu. Apalagi saat mereka sudah berteman beberapa bulan. Dan Rasya? Razita hanya pernah bertemu sekali dengannya.
Sedikitpun Razita tidak ada keinginan untuk berbalik. Razita hanya menoleh sedikit ke belakang, "Kalau memang bukan Kak Ghazi pelakunya, aku harap Kakak bisa buktiin itu! Assalamualaikum."
Selepas kepergian Razita, Ghazi langsung menggebrak meja dan mengacak rambutnya frustasi. Sudut matanya juga sedikit basah. Entah mengapa mendengar kalimat tuduhan itu keluar dari mulut Razita, hatinya seperti ditusuk ribuan jarum tak kasat mata.
Ghazi sering kali bertengkar dengan Ines, tetapi ia tidak pernah merasa setakut sekarang. Kini, ia seolah takut kehilangan kepercayaan dari Razita. Ia takut Razita akan menjauh darinya.
Apakah ini pertanda kalau Ghazi telah menyukainya?
☆☆☆
Dari penulis
Assalamualaikum, hari ini aku mau marathon update. Jangan lupa komen dan vote di setiap babnya yaa😊
Menurut kalian Ghazi pelakunya atau bukan?
Jangan lupa mampir ke wattpad aku _storyfadila

KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]
Fiksi Umum#1 Ghazi 31/03/2021 #1 Razita 31/03/2021 #2 Editor 31/03/2021 #3 Fiksiislami 31/03/2021 "Apa gunanya wajah tampan kalau dia tidak bisa menaati perintah agamanya?" Razita Nirmala. "Keyakinan gue ya cukup gue sama Allah yang tahu, sisanya terserah or...