"Dia yang semula bisa membuatku membencinya ternyata juga bisa membuatku kembali mengaguminya lewat lantunan kalam cinta-Nya."
☆☆☆
Dinginnya angin malam tidak lantas membuat pria berkaos putih itu mendekam diri di dalam kamar atau berdiri di dekat perapian. Ia justru memilih duduk di lantai kayu sambil mendekam kamera yang sepanjang hari sudah menemani harinya. Dari sekian banyak foto yang sudah Ghazi ambil, ia hanya tertarik pada satu foto saja.
Apa yang ia lihat sekarang, membuat Ghazi bertanya-tanya dalam hati, bisa-bisanya tadi sebelum pergi ia sempat mengambil gambar Razita dari kejauhan? Apa faedahnya coba? Bahkan, kalau dipikir-pikir ia jarang sekali atau hampir tidak pernah berkomunikasi dengan Razita di kantor.
Entah ini hanya perasaannya saja atau memang demikian, tapi Ghazi selalu merasa sikap Razita aneh saat bersamanya. Apa karena kertas itu? atau kopi yang ia berikan pada Yudha? Tapi Razita juga menolak uluran tangannya waktu di Starbucks. Jadi, anggap saja mereka impas.
"Foto siapa tuh?"
Ghazi langsung mematikan kameranya begitu mendengar suara Yudha yang kini sudah duduk di sampingnya dengan alis naik turun meminta jawaban. "Bukan siapa-siapa."
"Bukan siapa-siapa tapi kok disembunyiin," cibir Yudha dengan suara dibuat-buat. "Wah, mentang-mentang gak ada Ines jangan main mata loh, Gas! Kualat baru tau rasa lo!"
"Kualat kenapa?" Daniel yang baru datang dengan membawa segelas pop mie ikut menyahut.
Ujung mata Yudha melirik ke arah Ghazi yang pura-pura sibuk dengan kameranya. "Kayanya ada yang baru tapi bukan oreo!"
Bukannya paham Daniel malah semakin bingung. "Lo ngomong apa sih, Yu?"
Yudha menghela napas panjang. "Susah emang ngomong sama kuda nil!" tangannya mengelus dada atas ketidakpekaan temannya itu. "Tanya aja sama si gas elpiji punya gebetan yang mana lagi sampai gue gak boleh lihat fotonya!"
"Orang gue gak suka kok sama dia!" Ghazi membela diri.
"Gak ada masalah juga kalau lo suka!" Yudha tidak mau kalah.
"Enggak!"
"Pacar baru, Nil! Pacar baru! habis ini kita dapet traktiran lagi!" Yudha semakin gencar menggoda Ghazi. Baginya, penderitaan teman adalah kebahagiannya.
"Loh, lo udah putus sama Ines?" Daniel malah menganggap serius gurauan mereka.
Ghazi berdecak dan sebisa mungkin menahan kekesalannya. "Siapa yang putus sih?!"
"Halah, ngaku aja lo suka sama dia kan?" yudha mengarahkan jari telunjuknya ke depan wajah Ghazi sambil tersenyum jenaka.
"Nggak! Ngapain juga gue suka Razita!"
Keheningan mendadak yang terjadi membuat Ghazi seketika sadar kalau ia sudah masuk ke dalam perangkap Yudha. Dengan seringai lebar, Yudha merasa kemenangan ada di tangannya.
"Emang kapan gue nyebut nama 'Razita'?" tekannya di akhir kata.
"Au ah males!" Ghazi langsung beranjak ke luar balkon. Meninggalkan kedua temannya yang sibuk menertawakan kebodohannya. Seharusnya Ghazi bersikap biasa saja tapi reaksinya terlalu berlebihan tadi.
Ah, otaknya mungkin sudah tidak waras hari ini!
☆☆☆
Danau Koalin menjadi destinasi terakhir kunjungan mereka di Pulau Bangka. Danau ini terletak di Desa Air Raya, Tanjung Pandan. Sekilas danau ini seperti kawah gunung yang terbentuk alami. Namun, siapa sangka kalau dulunya danau ini merupakan bekas area pertambangan koalin. Sejenis mineral yang biasa digunakan sebagai kosmetik atau obat-obatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]
Aktuelle Literatur#1 Ghazi 31/03/2021 #1 Razita 31/03/2021 #2 Editor 31/03/2021 #3 Fiksiislami 31/03/2021 "Apa gunanya wajah tampan kalau dia tidak bisa menaati perintah agamanya?" Razita Nirmala. "Keyakinan gue ya cukup gue sama Allah yang tahu, sisanya terserah or...