"Jika satu tertutup bukan berarti harapanmu hancur lebur. Bangkit dan cari pintu yang lain. Sebab seringkali Allah turunkan kebahagiaan lewat pintu yang tidak pernah kita lihat sebelumnya."
☆☆☆
Satu tahun lebih empat bulan yang lalu Razita pertama kali menginjakkan kaki di kota kembang nan indah ini. Tidak pernah ia sangka bahwa pada hari yang sama, hari Kamis bulan Februari ia bisa kembali menginjakkan kaki di sini.
Setelah sepuluh bulan ia meninggalkan kota ini, tidak banyak yang berubah. Bandung masih tetap mengagumkan di mata Razita entah itu dulu atau sekarang. Bedanya kali ini ia tidak datang sendirian melainkan bersama Zahra.
"Kita harus cepetan! dua puluh menit lagi acaranya udah mulai," ujar Zahra tergesa-gesa.
Karena kedatangan mereka kemari bukanlah tanpa sebab, seperti biasa keduanya didapuk mengikuti workshop oleh perusahaan selama tiga hari. Dan tidak etis rasanya kalau mereka terlambat di hari pertama.
Razita yang sempat mengagumi kesejukan udara di Bandung mendadak teringat tujuan awalnya. Razita langsung menyetop salah satu angkutan yang kebetulan berhenti di depan stasiun. Meski bukan menuju ke arah yang sama, memori Razita mulai bernostalgia lagi.
Jika dulu ia datang dengan penuh harapan, kali ini Razita datang dengan penuh keikhlasan. Waktu memang penawar luka paling baik. Sepuluh bulan yang ia habiskan di Surabaya berhasil menyembuhkan lukanya. Razita sudah bisa merelakan semua yang terjadi di kota ini. Malahan ia bersyukur karena Allah membawanya kemari. Kalau tidak, entah sampai kapan Razita akan menyimpan dendam untuk pelaku tabrak lari itu.
"Makasih ya, Pak," ujar Razita dan Zahra bersamaan saat turun dari angkutan dan sampai di sebuah gedung berlantai sepuluh.
Workshop ini tidak adadakan di sebuah gedung formal melainkan di hotel. Pantas saja, peserta dari luar kota mendapat fasilitas satu kamar.
"Hotelnya gak terlalu mewah ya," komentar Zahra saat mengamati interior hotel yang tidak seperti hotel-hotel biasanya.
Sesampainya di loby, mereka diarahkan oleh salah satu petugas untuk menaruh barang bawaan di kamar terlebih dulu sebelum diantar menuju aula tempat berlangsungnya acara.
"Kira-kira Heaven Publisher ikut lagi gak ya?" tanya Lita sambil saat menyusuri lorong.
Razita menggeleng pelan. "Kemungkinan sih enggak."
Sejujurnya sejak mendapat undangan dan tahu kalau workshop akan dilaksanakan di Kota Bandung Razita tidak berharap lebih. Sebab, penerbit tempat kerjanya dulu berada di Kabupaten Bandung.
Kalaupun mereka ikut belum tentu ia akan bertemu teman-temannya. Bisa saja mereka sudah bekerja di tempat lain seperti dirinya atau bukan mereka yang ditunjuk menjadi perwakilan. Mengingat sepuluh bulan tidak bisa dikatakan sebagai waktu yang sebentar. Apapun bisa terjadi.
Memasuki aula ratusan kursi sudah berjajar rapi. Karena kursi di area depan sudah penuh, Razita dan Zahra duduk di barisan agak tengah.
"Loh, Ra buku catatan sama bulpoinnya mana?" tanya Razita teringat kala melihat peserta lain menyiapkan perlengkapan mereka.
"Astagfirullah, Ta! Ketinggalan di kasur!" Zahra menepuk jidatnya. Ia sudah hampir berdiri tapi dicegah oleh Razita.
"Aku aja yang ambil, kamu di sini dulu!" pamit Razita yang kemudian segera melesat keluar ruangan dengan sedikit berlarian kecil.
Sampai di depan lift Razita menunduk sejenak untuk membenarkan tali sneakers putihnya yang tak sengaja terinjak saat berlari tadi. beberapa saat kemudian seseorang dari lift dan Razita masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]
Fiksi Umum#1 Ghazi 31/03/2021 #1 Razita 31/03/2021 #2 Editor 31/03/2021 #3 Fiksiislami 31/03/2021 "Apa gunanya wajah tampan kalau dia tidak bisa menaati perintah agamanya?" Razita Nirmala. "Keyakinan gue ya cukup gue sama Allah yang tahu, sisanya terserah or...