Assalamulaikum, happy reading😊
____
"Barakallaahu laka wa baaraka 'alaikuma wa jama'a bainakuma fi khoir," ucap Sekar kala memeluk perempuan yang baru saja berubah status menjadi pengantin baru beberapa jam yang lalu. Tidak pernah ia sangka kalau teman satu kantornya Ghazi, bisa mendapatkan berlian seperti Razita Nirmala.
"Aamiin ya rabbal alamin. Semoga Allah membalas kebaikan, Mbak! Makasih banget udah dateng jauh-jauh ke sini," ujar Razita terharu.
Seletah sekar, dua orang lain yang juga mendapat undangan dari Razita dan Ghazi menyalami keduanya. Wanita itu malah langsung menangis saat memeluk Razita.
"Barakallah ya, Ta kamu emang yang terbaik buat Ghazi. Semoga sakinah, mawadah, warahmah. Maafin kesalahan Mbak selama ini," ujar Ines sesenggukan.
Razita menepuk bahunya perlahan. "Udah Mbak udah! Zita lillahi taala udah maafin Mbak Ines. Semua itu nggak mungkin terjadi tanpa kehendak Allah."
"Selamat, Bro! Akhirnya pilihan lo tepat juga," sindir Rasya menyalami Ghazi.
Ghazi tersenyum miring. "Kapan lo berdua nyusul?"
"Dih, siapa yang mau nyusul coba?" sahut Ines mendahului Rasya. Tidak mau menjadi bahan godaan Ines sengaja menarik Rasya untuk pergi dari kedua pengantin baru itu.
Satu minggu pasca Ghazi mengkhitbahnya, Razita segera kembali ke Surabaya. Sesuai permintaan Razita melakukan istikharah untuk memantapkan hatinya. Sebab pernikahan bukan hanya tentang satu atau dua tahun melainkan komitmen seumur hidup. Dan setelah yakin dengan kemantapan hatinya, satu bulan kemudian, tepatnya hari Selasa keduanya melangsungkan akad nikah di Surabaya
Razita dan Ghazi sengaja memilih konsep pernikahan sederhana dengan hanya mengundang keluarga dan teman terdekat saja. Sebab mereka juga hanya orang biasa, bukan publik figur terkenal.
Resepsi diadakan di halaman rumah Razita dengan boot foto sederhana dan beberapa kursi untuk para tamu juga tersedia dengan nuansa putih. Sesuai dengan dress putih gading yang membuat Razita semakin bersinar di bawah temaran lampu. Ghazi sengaja meminta resepsi diadakan malam hari. Katanya ingin suasana yang berbeda. Semua temannya dari Bandung juga hadir di momen paling bersejarah dalam hidupnya.
"Pengantin boleh foto sebentar!" fotografer yang sudah mereka sewa meminta Ghazi dan Razita berfoto bersama.
Keduanya saling melempar pandang malu-malu. Masih belum terbiasa dengan status mereka. apalagi mendengar sorakan teman-temannya. "Kurang mepet, Gaz!" Yudha paling bersemangat.
"Zita, senyum dong yang lebar," Lita ikut menyoraki.
Setelah beberapa gambar diambil keduanya kembali duduk. Razita sebenarnya ingin menanyakan ini dari awal tapi ia selalu menunggu momen yang pas. Dan sekaranglah saatnya. "Kak, kenapa di barcode waktu itu tulisannya bukan 'will you marry me' atau 'would you be my wife' kok malah 'thanks for being my flashlight'?"
Ghazi sengaja mengambil sebelah tangan Razita dan meletakannya di pangkuannya. "Karena menemukan kamu seperti saya menemukan cahaya. Kamu mengajarkan saya banyak hal, tentang kehidupan, tentang meaafkan, tentang cinta. Bahkan di saat saya bersama orang lain, kamu bisa memikat hati saya melebihi dia."
Razita memukul bahu Ghazi pelan dan mengalihkan pembicaraan. "Kok Kakak bisa tahu aku datang ke workshop waktu itu? dikasih tahu Zahra?"
Mengingat kejadian beberapa minggu lalu membuat Ghazi terheran. "Emang kita ditakdirkan jodoh ya, Ta." Ujarnya membuat Razita makin penasaran. "Asal kamu tahu, saya gak pernah tahu kalau kamu datang ke workshop di Hotel Marina. Saya bener-bener cuma nganterin teman saya. Saya juga gak tahu kalau perempuan yang membenarkan tali sepatu di depan lift itu kamu. Kalau tahu ya udah pasti saya sapa dulu lah!"
"Lah, terus kok bisa—" ucapan Razita terhenti karena Ghazi meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Saat itu jantungnya kembali berdetak kencang.
"Dengerin cerita saya dulu!" ujar Ghazi sedikit kesal karena Razita terburu-buru menyelanya. Setelah, membahasi bibirnya Ghazi kembali melanjutkan. "Kamu ingat waktu kamu bertanya kepada host? Waktu itu saya dengar suara kamu dari backstage. Dan untuk memastikan saya sengaja masuk ke ruangan waktu jam istirahat dan ternyata saat menemukan kamu. Untunglah kamu gak menyadari keberadaan saya waktu itu."
"Terus kenapa masih gak mau nyapa?" Razita menahan senyum di bibirnya. Tidak menduga kalau Ghazi akan tergila-gila padanya sejauh itu.
Ghazi menghela napas panjang. "Karena saya pikir sudah cukup saya kehilangan dan melepas kamu satu kali. Setelah itu, saya langsung memberitahu teman saya yang jadi pemateri dan buat kuisioner untuk tahu kriteria cowok idaman kamu. Berhubung kamu jawabnya begitu saya langsung beralih rencana ke barcode itu. Saya sengaja minta teman saya untuk gak menghubungi kamu dan Zahra dan mengirim barcode itu sendiri supaya kamu percaya."
"Jadi Zahra tahu?" Razita langsung melirik ke arah Zahra yang berkumpul bersama Mesya dan Lita dengan tatapan sebal. Pantas saja waktu itu Zahra banyak tersenyum.
Ghazi mengangguk. "Tapi niat awal saya hanya ingin bertemu dan ngobrol sama kamu aja. Sampai di rumah saya cerita ke mama saya dan beliau yang minta saya buat langsung melamar kamu. Itu sebabnya barcodenya tulisannya gitu. Intinya saya cuma mau bilang makasih dan berteman sama kamu."
Lagi-lagi Ghazi mendapat pukulan kecil dari Razita. "Oh, jadi bukan Kakak yang pingin nglamar aku?!" ujarnya pura-pura merajuk dengan menghadap ke arah lain.
Ghazi menghadapkan Razita ke arahnya lagi. "Bukan gitu, Ta. Dengerin dulu, ya!" bujuknya.
Sejujurnya Razita sangat suka saat Ghazi memanggilnya dengan sama belakangnya. Sebab yang lain memanggilnya dengan Zit atau Zita. Hanya Ghazi yang berbeda.
"Saya kan sudah bilang kalau nama kamu sudah saya istikharahkan sejak lama? Hanya saja saya masih menunggu waktu yang tepat. Tapi benar kata mama saya, kalau waktu yang tepat itu tidak pernah ada kalau kita tidak memulai. Jadi, malam itu juga saya langsung menghubungi Budhe Mar sekalian pesenin tiket penerbangan pertama."
Razita berharap semoga pipinya yang merona tidak terlihat sekarang. ternyata sebesar itu perjuangan Ghazi memberinya kejutan. Walaupun sederhana tapi melihat kesungguhan yang terpancar dari sorot matanya membuat hati Razita menghangat.
"Aku juga gak nyangka bisa ketemu Kak Ghazi. Awalnya aku kira kita itu seperti air dan minyak, gak mungkin bersatu. Apalagi dulu kakak kaya gitu."
"Kayak gitu gimana?"
"Ya, pokoknya nyebelin! Tapi itu dulu sebelum aku kenal lebih dalam."
Ghazi tidak pernah membayangkan kalau dipuji Razita bisa membuat perutnya terasa seperti kupu-kupu beterbangan. Apalagi ini pujian pertama yang ia dengar langsung dari mulutnya.
Lantas, ia menatap istrinya dengan penuh cinta. "Lalu, setelah mengenal saya?"
Setelah melirik sekitar dan keadaan sedikit sepi Razita sengaja mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Mulai detik ini, aku berharap kita seperti pelita dan minyak dalam surat an-nur ayat tiga puluh lima. Cahaya di atas cahaya. Saling menerangi sampai maut menjemput salah satu di antara kita dan kembali bersama lagi , kekal di surgaNya."
—TAMAT—
Alhamdulillah akhirnya sampai juga di part terakhir Cahaya di Atas Cinta.
Gimana perasaan kalian setelah baca part ini? Atau seluruh cerita ini?
Sampai ketemu di lain cerita di akun wattpad aku _storyfadila
![](https://img.wattpad.com/cover/210453633-288-k704770.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]
Genel Kurgu#1 Ghazi 31/03/2021 #1 Razita 31/03/2021 #2 Editor 31/03/2021 #3 Fiksiislami 31/03/2021 "Apa gunanya wajah tampan kalau dia tidak bisa menaati perintah agamanya?" Razita Nirmala. "Keyakinan gue ya cukup gue sama Allah yang tahu, sisanya terserah or...