[28] Titik Balik

3.1K 458 43
                                    

"Tidak ada rasa bersalah yang dapat mengubah masa lalu dan tidak ada kekhawatiran yang dapat mengubah masa depan." (Umar bin Khattab)

☆☆☆

Ghazi sudah berjanji pada dirinya sendiri dan Razita kalau dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Tapi kenapa di saat ia sudah yakin dengan keputusannya tanpa sengaja Ghazi malah tanpa sengaja melihat Razita terburu-buru keluar dari gedung ini padahal ini masih pukul 12 siang.

Harusnya semua panitia baru kembali selepas magrib nanti. Dan tanpa bisa dicegah matanya tetap mengamati gerak-gerik wanita itu dari kejauhan. Dan benar saja, sewaktu Razita menaiki sebuah angkot ada sesuatu yang terjatuh dari dalam tasnya.

Ghazi langsung berlari menghampirinya tapi angkot itu sudah pergi. Lantas, ia memungut dompet tersebut. "Dibuka nggak ya?" Dia bimbang antara harus membuka barang milik orang lain atau tidak. Tapi kalau memang Ghazi ingin mengembalikan ini pada pemiliknya maka ia pun harus membukanya.

Ada beberapa surat penting di sana seperti KTP, SIM, beberapa ATM, dan uang. Ini semua pasti barang yang dibutuhkan Razita, pikir Ghazi. Setelah membaca alamat yang tertera di sana Ghazi akhirnya memutuskan untuk mengantar langsung dompet ini pada pemiliknya.

"Pak, ke alamat ini ya!" Katanya ketika sudah menaiki sebuah taksi.

Lima belas menit kemudian, Ghazi sampai di depan sebuah rumah. Tidak berselang lama seseorang yang tadi menjatuhkan dompet itu keluar dari dalam sana. Awalnya Ghazi ingin menghampirinya tapi karena ia ingat akan janjinya Ghazi memilih untuk bersembunyi sampai Razita tidak terlihat lagi.

"Assalamualaikum," ucapnya sambil mengetuk pintu beberapa kali.

Di rumah yang cukup besar ini tidak mungkin Razita tinggal seorang diri. Pasti setidaknya ada orang lain yang menemaninya entah itu saudara atau mungkin pembantu. Siapapun itu Ghazi akan menyerahkan dompet ini kepadanya kemudian pergi.

Namun, saat pintu terbuka seseorang wanita berumuran dengan mamanya menyambut. Yang jelas dia bukan orang tua Razita. Keduanya sempat mematung beberapa detik sebelum Ghazi membuka suara. "Saya hanya ingin mengembalikan dompet Razita yang terjatuh, permisi, wassalamualaikum," ujarnya terburu-terburu.

"Tunggu!" Ujar wanita itu. Ia melangkah mendekati Ghazi. "Ka-kamu Ghazi kan?"

Jantung Ghazi berdegup kencang. Kalau wanita itu bisa tahu namanya artinya Razita pasti sudah menceritakan semuanya. Ghazi membalikkan tubuhnya, "Saya tidak akan mengganggu kehidupan Razita lagi, saya benar-benar hanya ingin mengembalikan dompet, wassalamuaikum," Ghazi kembali melangkah pergi. .

"Tunggu!" Cegah wanita itu lagi. "Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu, bisakah kamu masuk dulu!"

Telinga Ghazi tidak mungkin salah dengar. Dengan perlahan Ghazi membalikkan badan dan mendapati wanita itu tersenyum samar sembari membukakan pintu. Ada apa ini?

Walau sempat takut Ghazi tetap melangkah masuk. Kalaupun nanti ia kembali dipukul dihina atau apapun Ghazi akan menerimanya. Ini juga kesempatan yang bagus untuk meminta maaf secara langsung pada keluarga Razita.

"Duduk dulu!" Budhenya Razita mempersilahkan Ghazi duduk di hadapannya. "Kamu kok bisa ada di sini?"

Selama beberapa detik Ghazi hanya diam karena ia sedikit heran dengan nada bicara Budhenya Razita yang kalem.

"Kebetulan saya ada acara yang sama dengan Razita. Tapi jangan khawatir, saya tidak ada apa-apa dengannya," ujarnya lebih dulu sebelum wanita itu salah paham.

Karena melihat Budhenya Razita hanya mengangguk kecil kemudian diam Ghazi jadi bingung apa yang harus ia lakukan. Mungkin ini saatnya dia meminta maaf. "Saya-" mendadak lidahnya jadi kelu. Bukan karena malu tapi tiap kali ia mengingat kecelakaan itu tubuhnya selalu gemetar. "Saya minta maag atas kecelakaan waktu itu. Saya tidak bermaksud membela atau melindungi teman saya tapi kalau memang itu mrmbuat Razita dan Ibu salah paham saya minta maaf."

Cahaya Di atas Cinta [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang