12

149 7 0
                                    

"A... bang...."

Air mata Amara pecah dalam hitungan detik. Melihat pandangan yang baru saja dilihatnya. Dengan segera Amara lari keluar ruangan, mengurungkan niat awalnya,untuk menjenguk Datas. 

"Amara!" Datas memanggil Amara, sambil berusaha mengejar Amara yang lari keluar.

Namun tangan perawat dengan sigap menghentikan Datas yang sedang berusaha melepas selang infus. Kondisi Datas belum pulih total. Untuk bergerak saja masih dibatasi.

"Lepasin, gue mau ngejar Amara!"

"Tangan sama kaki Mas belum pulih. Mas masih butuh istirahat yang cukup dan nggak boleh terlalu banyak gerakan." Laras memberi penjelasan sembari menyelimuti kaki Datas kembali.

Datas hanya bisa menurut dan mengurungkan niatnya mengejar  Amara. Kini Datas sendiri diruang rawat. Datas sudah mengusir Laras. Meski awalnya Laras bersikeras ingin menemani Datas. Tetapi akhirnya Laras menurut setelah Datas mengancam akan kabur.

Huhhhh
Datas hanya bisa bernapas kasar, meruntuki kebodohannya.
Benar-benar bodoh.

Tok....tok....tok....
Terdengar keras pintu diketuk.

"Masuk saja."

"Saya kecewa dengan kamu Dat!"

Plakk
Tamparan keras menepis pipi Datas. Suaranya saja terdengar nyaring sudah tentu itu sangat menyakitkan.

"Tega sekali kamu menyakiti anak saya! Kamu lupa janji kamu dulu!"

"Siap tidak komandan!"

"Lalu kenapa kamu sakiti anak saya?!"

"Siap, Amara salah paham komandan!"

"Salah paham kau bilang, jelas-jelas perawat itu meluk kamu. Tugas perawat itu merawat bukan memberi pelukan!"

"Dasar tukang selingkuh!"

"Izin, saya bisa jelakan semuanya, ndan!"

Suryo yang sudah merasa muak dengan Datas memilih pergi. Baginya buat apa mendengar penjelasan dari Datas yang telah menyakiti hati anak semata wayangnya.

Brakk....
Suryo menutup pintu rawat Datas dengan keras. Kesal sekali rasanya dengan Datas.

Sakit, kesal, runyam sekali perasaan Datas saat ini. Ini semua gara-gara kelakuan Laras tadi. Kelakuan yang tidak seharusnya dilakukan. Datas benar-benar tidak mengerti kenapa Laras memeluknya tadi.

Sementara diluar sana dengan bangganya Laras tersenyum lebar. "Yes, gue berhasil bikin Amara sama papanya benci Mas Datas," ucap Laras sambil tersenyum licik. Puas sekali rasanya.

Dengan langkah gontai Laras berjalan menuju ruang rawat Datas, sambil membawakan makan siang dan tentunya obat.

"Mas, bangun dulu sudah saatnya makan siang dan minum obat." Laras berusaha membangunkan Datas.

Datas tak memberi respon apa-apa. Masih sangat kesal rasanya dengan kelakuan Laras.

"Mas, ayolah makan biar cepat pulih kakimu." Laras mengulangi perintahnya.

"Ras, gue minta sekarang lo pergi. Pergi sejauh-jauhnya, gue nggak mau liat mukamu lagi. Pergi!"

"Mas kok gitu, sama Laras...."

"Udah cukup yang tadi Ras, gue minta loh pergi sekarang. Nggak usah ganggu hidup gue lagi. Hubungan kita sudah selesai!."

"Ingat itu!"

"Mas...."

"Pergi!"

Laras akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan Datas. Tetapi bukan Laras namanya kalau menyerah.

"Gue bakal hancurin hubungan kalian! Gimanapun caranya!" gumam Laras dalam hati sambil menyeringai geram.

Datas kembali termenung kembali memikirkan Amara.

Biarpun badannya kekar postur tubuhnya gagah tentara juga bisa galau ya teman-teman.

Bagaimana bisa setelah sekian lamanya Laras menghilang dan sekarang dengan santainya dia kembali datang. Kalau datang untuk niat baik mungkin aku bisa menerima kedatangannya. Tetapi kalau datangnya saja hanya sudah membuat Amara kecewa, bagaimana mungkin aku bisa memaafkan kesalahannnya.

Tangan Datas mulai menari-nari diatas buku hariannya. Menuliskan apa yang ada di hatinya saat ini.

Tuhan,
Lagi-lagi aku membuatnya menangis
Lagi-lagi aku melukai hatinya
Lagi- lagi aku mengecewakannya

Tuhan
Apa kau tak mengizinkan aku mebahagiakan dia?
Kumohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kami

Datas

Datas menutup buku kecilnya, dan meletakannya dilaci. Rasanya sudah sedikit lega setelah menuliskan apa yang menjadi beban dihatinya. Awalnya Datas sama sekali tak mengenal dunia tulis menulis bahkan untuk membaca ataupun menulis Datas sangat malas. Tetapi setelah Datas mengenal Amara, Datas berubah. Ia kini jadi suka menulis-nulis.

--------------------------------

"Sayang, makan dulu nanti perut kamu sakit loh!" seru Suryo dari depan pintu kamar Amara.

Tidak ada jawaban dari sang empunya. Hanya suara sesenggukan yang kian menjadi-jadi. Sepertinya pilu masih membanjiri pipi manisnya.
Hatinya terlalu ambyar.

"Sayang...."

"Sampai kapan kamu kaya gini terus?"

"Kalau dia berani selingkuh, itu artinya dia bukan prajurit yang baik, Sayang...."

"Udah ya lupain Datas...."

"Pa, Amara nggak lapar. Dan satu lagi Pa, jangan sebut nama dia lagi Amara udah muak!"

"Huahhahahahhahahaha...."
"Huaha"
"Hikkks....hikkks...."

Tangisan histeris itu pecah kembali. Hatinya terlalu rapuh untuk melahap semua ini.
Untuk sesekali Amara melirik jari manisnya. Melihat lingkaran cincin yang begitu manis dijarinya. Tetapi tidak untuk sekarang. Dengan kasar Amara melepas cincin itu. Cincin tunangan yang diberikan Datas. Amara melembarnya jauh-jauh dari jendela kamarnya. Amara benar-benar sangat hanyut dalam kesedihan ini. Otaknya tak mampu lagi diisi pikiran baik tentang Datas.
Hatinya benar-benar pilu.

Apakah ini akhir dari kisah kita bang, kisah yang sama sekali tidak pernah kutulis dalam setiap bab ceritaku. Bukan. Bukan ini yang ku mau bang. Bukan tentang kepergian, bukan pula tentang perselingkuhan. Aku benci.

Aku benci kamu bang!
Siapa dia bang?
Siapa yang berani merebutmu dari ku?
Siapa yang mengusik kedamaian kita bang??
Siapa perempuan berseragam putih itu?
Beraninya dia merusak hubungan kita bang?

Rindu yang kutunggu-tunggu kenapa ini yang kudapat bang??
Hari-hari penuh rindu dan sendu, kupikir setelah temu akan ada pelangi. Tetapi apa? Justru guntur yang kudapat.

Assalamualaikum aku up lagi setelah sekian lama nih guys!!
Ada yang rindu nggak nihh!!

Oh iya seperti biasa kritik saran selalu aku tunggu yaa!!!
Kasih bintang kalau kalian suka yaa!!!

Indrianisilfi

"PENGGANTI" [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang