14

148 9 0
                                    

Sang fajar telah muncul kembali setelah tenggelam dalam semburan senja sore kemarin. Udara di Magelang begitu segar dipagi hari. Embun-embun masih semerbak harum didedaunan. Jalan masih sepi, belum banyak kendaraan berlalu lalang.

"Izin komandan. Saya akan menjenguk kasuh Datas di Rumah Sakit!" Izin Erik.

"Izin diberikan. Titip salam buat Datas ya, Rik."

"Siap, Komandan!"

Hari ini hari ke tujuh Datas dirawat di rumah sakit. Erik baru sempat menjenguk Datas. Dan memang baru diberi izin komandannya sekarang.

"Bu, buah satu keranjangnya ini berapa harganya?" Tanya Erik sambil menunjuk buah yang hendak dibelinya.

"Lima puluh ribu saja, dik."

"Saya ambil satu ya bu, ini uangnya. Terima kasih bu." Erik memberikan selembar uang seratus ribuan.

"Ini dik kembaliannya," ucap ibu penjual buah sambil menyodorkan kembalian uang lima puluh ribuan.

"Tidak usah Bu, ambil saja kembaliannya. Saya ikhlas, Bu."

"Terima kasih banyak,Dik. Alhamdulillah."

"Sama-sama, Bu. Saya pamit dulu Bu."

Ibu-ibu penjual tadi tersenyum. Sambil melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal.

Setelah membeli buah, Erik melanjutkan perjalanannya kerumah sakit. Belum rapat Erik menutup pintu mobilnya. Tak sengaja Erik melihat Amara berboncengan dengan cowok. Dan yang jelas itu bukan Datas. Setelah berdebat dengan hati dan otaknya akhirnya Erik memutuskan untuk mengukuti Amara dan laki-laki itu.

Tepat di depan cafe laki-laki itu menepiskan motornya.
Turun dari motor yang ditumpangi, lalu membuka helm yang dipakainya.

"Sini kakak bantu lepasin helmnya," ucap laki-laki itu sambil membantu melepaskan helm Amara.

"Makasih kak." Amara tersenyum simpul.

Erik semakin penasaran dengan laki-laki itu. Siapa sebenarnya dia? Dan ada hubungan apa mereka berdua?

Digandengnya Amara masuk cafe. Amara tak menantang atau membantah, dia dari tadi hanya mengiyakan saja. Sudah bisa dikatakan mereka itu pasangan kekasih. Erik semakin bingung dengan tingkah mereka berdua. Sekali lagi Erik mengucek-ucek matanya siapa tau dia salah orang. Tetapi memang benar itu Amara tunangan abang Datas.

"Apa iya Amara sudah memutuskan Datas, atau Datas yang memutuskan Amara?"

"Apa iya, selama ini Amara selingkuh dibelakan Datas?"

"Ahhh, masa iya?"

Erik memutuskan untuk kembali ketujuan awal, ya kerumah sakit.

Di Rumah Sakit
" Pagi Bang!"

"Pagi!"

"Gimana keadaan abang, maaf bang baru dapat izin menjenguk, " ucap Erik.

"Alhandulillah sudah lunayan sembuh ini Rik."

"Bang, kok Amara nggak nungguin abang sih disini?, "tanya Erik berpura-pura.

Datas tampak sedikit berpikir, ingin dijawab apa pertanyaan Erik ini.

"Dia kan kuliah Rik, masa iya dia harus nemenin gue terus. Hehehe ...."

"Hah kuliah? Jelas-jelas tadi gue liat Amara jalan sama cowok bang!"

"Hmmmm, ya udah biarin. Aku juga gagal kok bikin dia bahagia."

"Hah?"
"Maksud abang apa sih, nggak ngerti gue?!"

"Jadi gini Rik, kemarin awal gue di sini dia jengukin gue. Gue lihat dia bercucuran air mata. Sedih banget kayaknya. Saat itu Laras disini, ya dia perawat yang ngerawat gue. Gue nggak tau ada angin apa tiba-tiba dia meluk gue. Amara melihat kejadian itu. Dia lansung pergi gitu aja tanpa penjelasan apapun dari gue. Gue berusaha ngejar Amara tapi kaki gue masih belum pulih. Akhirnya komandan Suryo datengin gue, gue harap gue bisa jelasin semua kesalah pahaman itu. Tetapi sama saja komandan sudah terlalu marah dengan ku."

Datas menjelaskan semuanya pada Erik. Karena mungkin emang cuma dia yang bakal percaya.

"Bang, gimnapun caranya gue janji bakal bantuin abang menjelaskan ini semua."

"Kayaknya udah nggak usah Rik, gue nggak mau Amara sedih lagi gara-gara gue."

"Bang, ayolah bangkit!"

"Jangan mau kalah sama laki-laki yang sama Amara tadi."

Datas tersenyum sambil menepuk keras bahu Erik.

"Oh, iya bang. Kapan abang bisa keluar rumah sakit?"

"Mungkin tiga hari lagi, Rik."

Erik mengangguk tanda mengerti. Mereka kembali mengobrol, entah apa saja yang mereka bahas. Sampai waktu menunjukan jam tiga sore. Erik akhirnya pamit pulang, karena sebentar lagi ada apel sore.

Sepulang Erik, Datas kembali murung. Tak seceria tadi saat Erik datang.
Hatinya kembali ragu. Untuk berhenti atau mencoba menjelaskan. Yah, kirannya pilihan itu yang sejak tadi menyita pikirannya.

"Amara, maafin abang ya. Udah bikin kamu sedih," gumam Datas pelan.

Datas kembali membuka buku hariannya menuliskan deret kata demi kata yang mengganjal di hatinya. Sesekali Datas mengamati foto Amara yang sengaja Datas selipkan dibukunya. Simpel sekali, agar setiap kali Datas menulis, Amara menyaksikannya, meski hanya fotonya. Tak menjadi masalah bagi Datas.

Datas termenung kembali, memikirkn bagaimna kelanjutan dari kisah hidupnya. Bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Amara.
Haruskan dia mengalah dan pergi begitu saja, atau haruskah Datas kembali merebut hati Amara. Tetapi bagaimna menjelaskannya. Amara sudah terlanjur marah, ditambah lagi papanya juga sudah terlalu marah. Apa iya, mereka bisa mempercayai Datas kembali?

"Semangat Datas kamu kudu jelasin semua kesalah pahaman ini. Masalah  Amara dan Papanya mau nerima lagi atau nggak. Yang penting kamu harus jelasin ini semua," ucap Datas menyemangati dirinya sendiri.

Assalamualaikum semua
Yuhuuu ini masih sad part yaa😢

Mari kita semua semangatin abang Datas😢

Semoga kalian nambah suka sama cerita mereka berdua.
Maaf ya kalau kurang feel.
Maaf juga kalau lama up nya😢.
Kritik saran aku selalu nunggu yaa😊😊
Bintangin kalau suka ya, bintangin gratis kokk. Hehe

Aku pamitt
Aku datang lagi kalau part selanjutnya udah jadi, ini lagi proses kok.

Wassalamualaikum

Salam author
Indrianisilfi

"PENGGANTI" [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang