16

164 4 0
                                    

Hari ini Datas sudah diizinkan dokter untuk pulang dari rumah sakit. Lukanya sudah mulai mengering.

Laki-laki itu sedang mengemasi barang-barangnya. Tentu saja sendiri. Miris memang. Tetapi bagaimana lagi, kedua orang tuanya jauh tak sempat menjenguknya apa lagi menjemput. Hanya sesekali menelfonnya, untuk memastikan anaknya baik-baik saja.
Bukan kejam sebagai orang tua. Bu Mawar dan Pak Abdul sebenarnya sudah berencana menjenguk putra semata wayangnya. Hanya saja Datas melarangnya, Datas mengatakan akan segera baik-baik saja.

"Mas, Laras bantuin ya?" tiba-tiba Laras sudah di sampingnya, menawarkan bantuan untuk membantu mengemasi barang-barang milik Datas.

"Gue bisa sendiri," ketuk Datas tanpa memalingkan wajahnya ke lawan bicaranya.

"Mas,"

"Bisa nggk sih, nggak usah ganggu hidup gue lagi!" Emosi Datas mulai tersulut. Sudah risih sekali rasanya Datas dengan semua tingkah Laras yang sok baik itu.

"Mas, sampai kapan kamu marah sama aku terus," ucapnya sambil memasang wajah memelas dihadapan Datas.

Datas hanya terdiam, tak ada niatan untuk menggubris omongan gadis yang disampingnya itu. Baginya tidak ada gunanya menggumbris omongan Laras. Sama sekali tidak berguna. Datas melanjutkan beres-beres lagi. Ingin segera selesai dan keluar dari rumah sakit ini. Laras yang mulai merasa kehabisan ide memilih keluar ruangan, membiarkan Datas sendiri. Selagi Laras merencanakan rencana untuk menghancurkan kehidupan Datas.

'Krin .... kring .... kring ...'
Hp Datas berdering, segera laki-laki yang sedang sibuk beres-beres menghentikan kegiatannya. Kemudian menggeser tombol warna hijau.

'Assalamualaikum, bang udah selesai beres-beresnya?' tanya seorang di sebrang telepon sana. Tentu saja dia adik asuhnya. Ya Erik.

'Waalaikumsalam. Sudah Rik, segera ya kesini, gua udah pengin banget pulang ini.'

'Siap komandan!'

Datas mengakhiri telfonnya dan segera keluar ruangan. Menunggu Erik di depan rumah sakit. Tak menunggu lama mobil warna hitam pekat parkir didepan Datas. Sudah pasti itu Erik. Segera Datas naik dan membawa barang bawaannya.
Mobilpun melaju meninggalkan rumah sakit.

Flasback

"Ras, besok Mas berangkat tugas ke Papua. Kamu sanggupkan nunggu Mas enam bulan lagi?" Laki-laki yang gagah berani serta berbalut baju loreng itu memegang tangan kekasihnya.

Laras, ya dia kekasihnya. Dari SMA mereka sudah pacaran. Sampai mereka kini sudah mencapai mimpi mereka masing-masing.
Datas sudah menjadi Tentara. Laras sudah menjadi perawat.

Niatnya akhir bulan ini mereka berdua akan melangsungkan pertunangan mereka. Tetapi sudah keduluan tugas Datas.

"Iya Mas, Laras sanggup kok," ucapnya tanpa menatap kekasihnya. Laras tertunduk lesu setelah mendengar ucapan kekasihnya itu.

"Cuma enam bulan kok, nggak lama Ras." Laki- laki itu mengeratkan tangan kekasihnya, berusaha meyakinkan kekasihnya.

Tidak ada jawaban lagi dari Laras. Gadis itu hanya terdiam, enggan menatap wajah gagah kekasihnya. Tak sanggup dirinya menatap kekasihnya, dia takut air matanya tumpah dihadapan kekasihnya itu.

Lelaki itu mengerti betul bagaimna perasaan kekasihnya. Tetapi bagaimanapun ini tugas. Panggilan dari negara. Siap tak siap harus siap. Menerima dan menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Meski harus meninggalkan orang-orang terkasih. Seorang tentara harus siap kapan pun negara memanggil. Bukankah itu sudah menjadi sumpahnya, untuk menjaga NKRI.

"Maafin Mas ya, Mas janji akan pulang buat tunangan sama kamu. Tunggu Mas ya."

Gadis yang sejak tadi menahan kesedihannya kini tak sanggup lagi menahannya. Dengan segera Datas mengusap air matanya. Kemudian memeluknya hangat. Sabil sesekali menyakinkan kekasihnya itu bahwa dirinya akan pulang dengan selamat.

"PENGGANTI" [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang