"Biarpun salah paham menjeda mereka, agaknya jodoh tak kan kalah dengan sedikit kesalah pahaman."
Duar!!'Suara tembakan terdengar menggelegah. Mendebarkan dada setiap pendengarnya. Menambah suasana hutan horor. Untung saja ada rembulan yang bersinar di langit. Ada sedikit cahaya menyinari Amara.
"Gimana mau diam atau tidurmu dipercepat?" ketus Riko dingin.
Sunyi hanya ada suara jangkrik bernyanyi merdu. Amara tak lagi berteriak minta tolong. Percuma. Ya, ini hutan belantara. Siapa gerangaan yang akan mampir kesini. Mungkin saja, keajaiban akan datang. Setidaknya itu lah harap Amada terbesar yang kini sedang dilafalkan di hati. Semoga semesta mengaminkan.
Malaikat segera turun menjemputnya."Lo kemarin penasaran banget kan, siapa yang tega bunuh ayah kandung gue?"
Amara hanya diam tak bersuara.
"Dua belas tahun yang lalu, gue masih SD kelas enam gue harus kehilangan ayah kandung gue, lo ngerti siapa yang bunuh ayah gue??!"
"Hah, tau lo?!"
" Suryo Darmawangsa. Tau siapa dia?"
"Itu bokap lo!"
"Tau gimana rasanya kehilangan seorang ayah?"
"Menyakitkan Ra, mungkin lo gak bakal kuat. Ditambah lagi gue udah kehilangam ibu gue sejak gue lahir!"
"Lo tau gimana rasanya hidup sendiri!"
"Lo tau rasanya hidup di panti asuhan?"
"Gue masih kecil Ra, gue masih butuh kasih sayang orang tua."
"Tetapi kenapa bokap lo bunuh ayah gue!"
"Ayah lo pembunuh"!
"Dasar anak pembunuh!"
"Gue janji sama ayah bakal balas kematian ayah. Dan hari ini gue bakal balas kematian ayah gue. Hahahahh ...."
Riko menjambak rambut Amara keras kemudian bertanya, "Gimana sudah siap mati?"
"Oh iya, tulis wasiat dulu sebelum kamu mati. Tulis kalau kamu mati karena stres mikirin hubungan kamu dengan Datas. Cepat tulis!"
Riko melepas ikatan di tangan Amara.
"Cepat tulis!"
Amara mengangguk, menuruti perintah Riko. Sudah tidak ada pilihan. Kabur hanya akan menambah masalah baru. Tangan Amara menuliskan semua yang diperintahkan Riko.
"Nulis gitu aja lelet!" cela Riko
"I ... ini kak udah," ucap Amara terbata-bata sambil menyodorkan kertas. "Setelah kakak bunuh aku jangan ganggu papa Amara ya kak," pinta Amara dengan suara gemetar.
'Duar!'
'Duar!'
'Duar!'Tiga tembakan terdengar menggelagah di langit. Membangunkan burung-burung di sarang. Tentu penembaknya sudah jitu. Terlatih tentunya.
"Anda sudah dikepung, angkat tangan!" seru pak polisi.
"Minggir, nggak usah ikut campur!" ucap Riko sembari mengalungkan tangan kiri di leher Amara sementara itu, tangan kanan menodongkan pistol di samping kepalanya.
"Oke-oke kami mengalah," ucap Pak Rudi selaku ketua tim dan mengode rekannya untuk mengeletakan senjata.
Riko menyeringai girang berhasil anggapnya melemahkan polisi. Pikirnya polisi sebodoh itu mengalah tanpa berpikir kembali.
'Duar!' Tembakan di tangan kanan Riko terpental jauh. Benar seorang datang dari belakang Riko dan mengarahkan peluru pistolnya untuk menembak pistol di tangan Riko.
Tentu Riko tak terima akan hal itu, dan mencoba mencekik leher Amara.
KAMU SEDANG MEMBACA
"PENGGANTI" [Slow Update]
Romansa"Sekuat raga ini melupa, sungguh aku tak mampu. Hatiku telah terpatri untukmu satria negeri. Biar raga terbentang yohana. Aku selalu percaya kamu akan kembali pada pelukku. Izinkan aku tetap mencintaimu. Aku baik -baik saja. Dan tidak pernah menyesa...