15

168 8 2
                                    


Suasana Caffe Runia siang ini cukup ramai dipadati kaum muda-mudi. Ada yang ingin menikmati menu caffe. Ada juga yang sekedar singgah bersama teman atau orang terkasih.
Amara dan Riko memilih bangku dipojok jendela, karena memang hanya tersisa satu meja itu.

"Ramai banget ya Kak, Caffenya?"

"Iya, Dik. Maklum lah caffe baru, pasti diserbu, hehehe ...."

"Ouh pantesan, Amara emang baru kesini pertama kali ini."

"Kamu sih dirumah terus,"

"Hehe"

"Oh iya, mau pesen menu apa?" tanya Riko sambil menyodorkan daftar menu.

"Emmm- terserah kakak aja, yang penting enak,"

"Enak semua Dik, mau dipesen semua?" kekeh Riko.

"Ya udah deh, Amara pilih yang ini aja deh," Amara menunjukan menu yang dipilihnya.

"Ini aja? Nggak mau yang lain?" tanya Riko lagi.

"Nggak deh." Gadis itu menggelengkan kepala.

"Kenapa? Takut gendutan ya?"

"Ihhh Kak Riko!" Amara memonyongkan bibirnya kedepan, sedikit kesal.

"Kamu itu tambah imut tau kalau gendutan, heheheh ...."

"Kak Riko!!"

"Iya kaya ikan buntal itu, hahahah ...."

"Ah, males lah sama kak Riko."

"Yahhh, marah nihh,"

"Nggak."

"Kakak bercanda kok, maaf deh,"

Sambil menunggu pesanan, mereka melanjutkan pembicaraan lagi. Entah apa saja yang dibicarakan. Amara nampak sangat bahagia. Tidak ada lagi raut kesedihan diwajahnya.

"Makasih mbak," ucap Riko saat pelayan meletakan pesanan di mejanya.

Pelayan hanya tersenyum ramah. Lalu beranjak pergi untuk mengantarkan pesanan lainnya.

"Nih Dik, cobain kue pisang specialnya," Riko menyuapi Amara.

"Emmmm, enak banget Kak,"

"Iya dong, siapa dulu yang bikin? Riko,"ucap Riko dengan percaya diri.

Gadis itu kebali terkekeh melihat tingkah Riko. Benar-benar Amara merasa semua masalahnya hilang.
Tawa riangnya yang sempat membisu kembali tersengar.

Mereka kembali melanjutkan makannya.
Sesekali mata Riko dan Amara beradu.

"Ehem---"

"Pelan-pelan Dik makannya,"ucap Riko sambil memberi segelas minum.

"Maaf-maaf Kak, abis enak banget sih, hehe."

"Ya udah abisin ntar kalau mau nambah ngomong aja ya."

"Siap komandan! Eh maksudnya siap Kak Riko."

Makanan yang awalnya lahap sekali di telan Amara, sekarang justru hanya diaduk-aduk saja. Entahlah ingatan Datas kembali menghantuinya. 'Siap komandan.' Kata andalan yang sering Amara ucapkan ketika bersama Datas.

"Dik?"
"Dik, kamu kenapa?" tanya Riko sedikit cemas.

Bagaimana tak cemas, kalau saja tiba-tiba Amara yang ketawa-ketiwi dari tadi kini tiba-tiba menitikan air mata.

"Nggak papa Kak, cuma kepedesan aja. Ini  nasi gorengnya, pedes banget."

Tak puas dengan jawaban Amara, laki-laki itu  kembali bertanya.
"Ra, kamu ada masalah?"
"Cerita aja sama kakak, siapa tau kakak bisa bantu ...."

"Kita pulang aja ya Kak, Amara udah kenyang."

"Ra,"

"Kak," ucap Amara sambil memasang wajah memelas.

"Ya udah kalau kamu belum mau cerita nggak papa kok, yuk pulang."
 
Riko mengantar Amara pulang. Tak seperti berangkat tadi, kini hanya angin yang berbicara. Mereka berdua saling membisu.
Laki-laki itu sebenarnya ingin memulai pembicaraan, tetapi takut mengganggu Amara.

Mereka baru kemarin bertemu. Ya, tepatnya  dijalan raya. Saat itu jalanan sedang sepi, karena memang sudah agak malam. Bulan terang benerang, rupanya cakrawala kedatangan tamu istimewa. Tetapi tidak dengan suasana, kenyataannya jalan sedang menyepi dari hiruk pukuk kehidupan jalan raya. Kira-kira jam setengah sepuluh malam. Sebenarnya jam delapan Amara sudah dibubarkan dari kampus. Tetapi lagi-lagi si sekupi kesangannya terluka. Ya, ban belakang motor Amara pecah. Mau tak mau Amara harus kebengkel dulu untuk memperbaikinya.

Tiba-tiba ditengah jalan Amara dihadang preman-preman. Amara ketakutan. Ingin berteriak tetapi jalanan sepi. Ingin kabur tetapi bagaimana caranya. Dirinya sudah dikepung.

Entahlah ada keajaiban tiba-tiba, ada seorang pria datang lalu menolongnya. Membaku hantam semua preman yang mendekati Amara. Ya, pria itu Riko. Riko Damawangsa.

Sejak saat itulah Amara dan Riko saling kenal. Mereka ternyata satu kampus. Hanya saja beda prodi. Riko anak manajemen yang sekarang sudah semester akhir.

Dan sejak saat itu juga Suryo langsung mempercayai Riko. Karena itu sekarang Riko diberi izin Suryo untuk makan diluar bersama anaknya itu.

Tau sendiri lah, Suryo sangat ketat kalau tentang pergualan  anaknya. Tak mau anaknya salah gaul.

"Makasih ya Kak, makannya. Maaf Amara udah ngrepotin kakak," ucap Amara lalu beranjak pergi.

"Iya, sama-sama. Nanti kalau mau cerita telfon kakak aja ya."

Gadis hanya tersenyum, sambil melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal.

Begitupun Riko, membalas senyum Amara. Kemudian menstater motornya lalu beranjak untuk pulang.

Malam hari
Amara sedang asik membaca novel di balkon rumahnya. Dengan segelas susu dan beberapa cemilan roti kering.

'Drettt,'
Hp Amara bergetar. Tanda ada panggilan masuk.

Gadis itu tak menggubrisnya, matanya masih asik melahap kata demi kata dari novel yang dibacanya.

'Drettt,'
Kembali bergetar Hpnya.

"Hmmm, siapa sih. Ganggu aja!" Kesal Amara lalu beranjak dari kursinya untuk mengambil hp dimeja.

Dibuka hpnya, lalu mengecek siapa yang berani menggangunya ini.
Deg. Setelah dicek atas nama Abang Datas.

Gadis itu langsung melempar hpnya begitu saja. Membiarkan hpnya begitu saja, tak memperdulikan hpnya akan berbunyi berapa kali. Gadis itu tetap bersikukuh tak akan menjawab telfonnya.

Gadis itu kembali tenggelam dalam pilu. Rembulan dan bintang menjadi saksinya.
Tidak mudah bagi gadis itu untuk melupakan semua kenangan bersama laki-laki yang kini dianggapnya sebagai penjahat.









Assalamualaikum.
Ehemmm, pada nungguin nggj sih? Emm aku harap iya😊.

Maaf ya lama banget upnya.

Seperti biasa ya, kritik dan saran sangat ditunggu. Kasih bintang juga ya, kalau kalian suka sama part ini.

Happy reading guys.

Salam hangat dariku
Indrianisilfi.

Wassalamulaikum wr. Wb.

"PENGGANTI" [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang