1 [ Jumiatun & Sutowo]

27.9K 1.5K 164
                                    

                PART 1

Bruk!

Seorang gadis yang tengah terlelap dalam tidurnya dengan kepala bersender pada meja terperanjat.

Bola matanya membulat dengan wajah pucat kini melotot pada pelaku yang sudah membuatnya terbangun dengan cara yang sangat elok.

"Bos, apaan sih? Memang enggak bisa apa bangunin saya dengan cara yang elite? Di elus-elus kayak kucing atau di ninabobo dengan suara lembut mendayu-dayu gitu?" cerocos gadis itu panjang lebar. Dirinya masih enak dan nyaman berada di alam mimpi tapi bos yang sangat dicintainya ini membangunkannya dengan cara tak lazim. Gadis bernama lengkap Kinanti Darmawasa itu tak terima.

"Ketik ulang laporan ini. Masih banyak typo yang ada di dalam berkas itu."

Kinanti melotot tak terima.
"Bos, itu 'kan kerjaan anak marketing. Harusnya bos suruh manajer mereka buat revisi ulang. Kenapa justru saya?" protesnya.

"Karena saya mau kamu yang ngerjain."

"What?"

Atasan Kinanti segera berlalu begitu saja tanpa memedulikan protes darinya.

"Arveno Adijaya! Makhluk kutub yang punya otak kriminal. Bisa-bisanya lo suruh gue, Ratu Kinanti si cantik dan bahenol tapi belum sold out ini nge-revisi hal yang bukan urusan gue!"

Kinanti tak mendengar sahutan dari atasannya yang bernama Arveno Adijaya lagi, melainkan suara pintu tertutup keras adalah jawaban Arveno yang membuat Kinanti misuh-misuh di tempat.

Padahal tadi ia sudah membuat laporan dengan kebut agar bisa tidur tanpa memikirkan pekerjaan. Tapi, bos iblis satu ini tidak pernah membuat hidup Kinan tenang.

Kinan menatap kertas-kertas yang tampak menjengkelkan itu dengan tatapan nelangsa.

"Kayak gitu aja terus sikap lo Arveno Adijaya. Gue sumpahin enggak ada cewek yang mau sama lo. Dasar kutub beruang," dumel Kinan. "Eh, salah. Bukan kutub beruang  tapi beruang kutub. Dasar beruang kutub!" teriak Kinan melepaskan rasa frustrasinya.

"Ah, saya lupa bilang sama kamu, sekalian pesan saya kopi susu satu dan makan siang sate ayam dengan nasi putih."

Kinan kembali berjengit ketika mendengar suara atasannya yang kini sudah berdiri dengan tenang di depan pintu ruangannya.

Mata pria itu menatapnya tajam, membuat Kinan takut sendiri. Mengenal Arveno dari zaman ia masuk SMA sampai sekarang dan bekerja di bawah nauangan iblis satu ini, Kinan cukup tahu jika Arveno pasti marah mendengar segala umpatan dan racauannya barusan.

"Kapan, Bos?" tanya Kinan takut-takut.

"Menurut kamu jam makan siang itu jam berapa?" sahut Arven balik.

Bola mata Kinan melirik pada jam bulat yang berada di atas mejanya. Saat ini sudah jam 11 lebih tiga puluh menit. Kemudian tatapannya kembali beralih pada sosok Arveno.

"Sekarang, Bos?"

Arveno tak menyahut. Pria itu berbalik pergi masuk ke dalam ruangannya meninggalkan Kinan yang kembali mencibir pria itu tanpa suara.

"Suatu hari gue kalau udah jadi bos, lihat aja. Bakal gue tindas kalian yang sudah menindas makhluk  lembut seperti gue ini," gumam Kinan seraya bangkit dari duduknya. Gadis itu melangkah menuju lift guna menjalankan tugas yang di berikan atasannya itu padanya.

Sementara Arveno yang tengah mengawasi Kinan dari CCTV di mana terlihat bibir Kinan yang bergerak tanpa suara hanya bisa tersenyum kecil.  Arveno memang selalu mengawasi kinerja Kinan dan kerap kali mengganggunya. Hal tersebut sering ia lakukan agar terus berinteraksi dengan sahabat wanita satu-satunya yang ia miliki.

                       ***

"Kenapa muka lo,  Mbak? Ceria banget kayak habis menang togel," tegur Tita, menatap geli senior di kantornya.

Wajah Kinan yang tertekuk sempurna semakin tertekuk apalagi dengan bibir yang ia majukan beberapa senti.

"Coba lo periksa mata dulu ke dokter THT, Ta, biar mata lo rada benar dikit," cibir Kinan  menatap sinis Tita.

"THT buat periksa telinga lo yang bernanah, Suketi." Tita menatap gemas seniornya itu. "Lagian ya, muka udah jelek gitu makin jelek kalau ditekuk. Percaya sama gue enggak ada cantik-cantiknya," timpalnya menatap Kinan malas.

Kinan berdecap mendengar ejekan Tita. Dirinya sedang dalam mood yang buruk semakin buruk mendengar ejekan Tita.

"Gue jadi bingung deh," ungkap Kinan setelah hening beberapa saat.

"Bingung kenapa, Mbak?"

Saat ini mereka sedang ada di kantin perusahaan. Tita dan Kinan memang dekat semenjak Tita masuk bekerja di perusahaan ini. Sebelumnya Tita juga merupakan adik kelas Kinan dan Arveno. Jadi, sedikit demi sedikit ia cukup tahu tentang hubungan Arveno dan Kinan yang bersahabat sejak mereka SMA sampai sekarang.

Terkadang Tita berdoa di dalam hati agar pak bosnya dan sekretaris bisa berjodoh.

"Kayaknya si bos itu punya dendam kesumat deh sama gue," ungkap Kinan menatap Tita serius. "Apa mungkin di kehidupan sebelumnya, gue pernah nolak cintanya bos yang tergila-gila sama gue? Bisa jadi 'kan?"

Tita kontan menepuk dahinya seraya menatap Kinan miris.
"Mending lo ke psikiater, Mbak, buat obatin otak lo yang rada konslet."

"Otak gue normal tahu. Gue enggak butuh Skopeter buat berobat," sungut Kinan tak terima.

"Psikiater, Mbak. Psikiater bukan skopeter,"  ulang Tita menatap Kinan gemas.

"Udah berubah katanya dalam KBBI?"

"Terserah deh mbak lo mau ngomong apa. Suka-suka lo asal lo bahagia. Syalalala," ujar Tita diakhiri nyanyian datarnya.

"Mbak Jumi!"

Kinan dan Tita terus mengobrol. Ada saja yang dibahas kedua gadis itu sampai seruan panggilan datang dari OB yang kini melangkah ke arah mereka.

"Nama gue Kinanti Darmawasa. Bukan Jumi," tekan Kinan dalam setiap kalimatnya. Kinan jengkel sendiri jika banyak orang yang memanggilnya dengan sebutan Jumi atau Jumiatun. Padahal namanya tidak ada Jumi-nya sama sekali.

"Bos yang suruh saya panggil mbak dengan sebutan mbak jumi," sahut sang OB menatap Kinan takut.

"Terserah lo deh. Kenapa lo ada di sini?" Kinan menatap OB itu dengan tatapan malas. Melihat wajah sang OB mengingatkan Kinan pada sosok menyebalkan yang tengah mendekam di dalam ruangannya.

"Mbak Jumi, bos tadi suruh saya tanya ke mbak Jumi, katanya kenapa sate ayamnya berkurang satu tusuk dua biji daging ayamnya." OB berkata. "Katanya satenya cuma ada 14, terus dua tusuk lain, masing-masing hilang satu biji di dalam tusukan," tambahnya menatap Kinan takut.

Wajah Kinan memerah mendengarnya. Tadi ia memang mencuri satu tusuk satenya. Lalu, karena kurang, ia mencoel sedikit-sedikit dalam satu tusuk sate.

Kinan tak percaya jika Arveno bisa seteliti itu.

"Ya mungkin aja memang di kasih segitu," ujar Kinan berusaha untuk bersikap santai.

"Bisa jadi sih, Mbak. Tapi, Pak bos bilang itu sate pasti udah di acak-acak sama kucing garong. Terus, pak bos minta saya buat buang sate itu. Tapi, mbak tenang saja, satenya sudah saya amankan buat perut saya," celotehnya panjang lebar.

"Iya. Terus  kenapa lo cerita ke gue, Bambang?"

"Oh, iya!" Sang OB  bernama Bambang itu menepuk dahinya pelan. "Saya lupa kasih tahu Mbak Jumi kalau mbak di minta sama Pak Bos buat beliin beliau sate yang baru tanpa di acak sama kucing." Bambang meringis ngeri apalagi melihat wajah Kinanti yang sudah memerah menahan amarah.

"Astaga Sutowo!"

Teriakan penuh emosi Kinan memanggil nama panggilan Kinan pada Arveno terdengar membahana di dalam kantin yang tengah ramai.

[4]  My wife My Secretary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang