Terlalu Sayang 3

11.2K 256 11
                                    

Beberapa hari setelah itu, Rara sepertinya sudah tidak terlalu memikirkan Bagas. Pelan dia mulai kembali menjadi Raraku yang dulu.

Hari ini aku berniat untuk mengutarakan isi hatiku lagi pada Rara. Aku ingin mengajaknya untuk memulai suatu hubungan yang serius, sebelum aku pergi ke luar Negri.

Aku memarkirkan motorku di depan rumahnya. Ku ambil sebuah kotak kecil yang berisi sebuah Cincin, dan juga seikat bunga mawar untuk membuktikan keseriusanku padanya. Ku tarik nafas dalam sebelum masuk kedalam rumah.

Aku langsung masuk begitu saja, karna ku lihat pintu rumah yang sedikit terbuka. Saat di ambang pintu aku diam terpaku, bunga yang ku genggam pun jatuh ke lantai.
Saat melihat Bagas yang sudah ada di sana bersama Rara.

“Azam? Ayo sini! Ngapain berdiri di sana!” panggil Rara saat dia menyadari keberadaanku.

“eh.. I,iya, Ra. Ternyata Bagas di sini juga?” tanyaku gugup. Sambil melangkah mendekati mereka.

“Iya, Zam. Ternyata perempuan yang aku bilang itu adalah sepupunya Bagas.!” Ucap Rara.

“Oh, jadi gitu?sepupu yah?” selidikku  pada Bagas.

“iya, dia sepupuku yang tinggal di luar kota.” Jawabnya tenang.

“Zam, itu bunga buat aku? Oh, yah. Aku mau pergi sama Bagas sekarang. Gak papa yah kita tinggal?” kata Rara sambil menunjuk bunga yang ku pegang.

“iya, nih buat kamu. Anggap itu sebagai ucapan selamat karna kalian sudah kembali bersama.”  Aku berikan bunga itu padanya.

“Makasih. Bentar yah aku ke kamar dulu, kayanya ponselku ada di sana, deh?” pamit Rara, dia pergi meninggalkan aku dan Bagas berdua.

“kamu itu gak akan menang melawan ku. Rara selamanya hanya akan jadi milikku” kata Bagas sinis.

“Apa maksudnya?”

“Ck, Azam. Aku bukan lelaki bodoh. Aku tahu kamu mencintai Rara, tapi sayangnya dia tidak mencintai kamu”

Karna tersulut emosi aku menarik kerah bajunya “heh, jangan pernah sakiti dia! Ngerti!” marahku.

Tapi dia seolah meremehkanku, dia tersenyum miring. Aku hampir melayangkan satu pukulan ke arahnya. Tapi tiba tiba,

“Azam!” teriak Rara.
Dia berlari dari tangga dan menamparku.

Plak..

“Kamu tuh benar-benar jahat yah. Apa salah Bagas sama kamu? Kenapa kamu selalu jahatin dia?” jerit Rara.

“Ra, aku bisa jelasin semuanya. Ini tidak seperti yang kamu lihat!”

“Pergi kamu dari sini! Aku gak mau bertemu kamu lagi, selamanya! Aku benci sama kamu!” usirnya.

Aku terus berusaha untuk menjelaskan nya, namun Rara tidak mau mendengarkan.

“Ayo, sayang. Kita pergi dari sini, kamu jangan lagi dekat sama orang seperti dia.” Ajak Bagas.

Hasutan dari Bagas membuat Rara semakin membenciku.
**
Satu bulan sejak saat itu, aku tidak pernah lagi bertemu Rara, lebih tepatnya dia yang selalu menghindariku.

Kini aku telah kalah, tak ada alasan lagi untuku tetap di sini. Mungkin Rara memang lebih bahagia bersama Bagas. Mungkin Rara memang bukan untukku.

**

“Kamu yakin, tidak akan memberi tahu Rara kalau kamu mau pergi?” tanya Ibu saat membantuku membereskan barang.

“Gak usahlah, Bu. Ini mungkin yang terbaik untuk kita.” Jawabku.

“Ibu hanya bisa berdo’a, semoga kamu mendapatkan apa yang kamu mau, Zam.” Ibu mengelus kepalaku.

“Besok kamu berangkat jam berapa? Ibu antar kamu ke Bandara, yah?”

“Jangan, Bu. Aku sendiri saja.”

Keesokan harinya aku pergi ke Bandara sendiri. Sebelumnya aku sudah berpamitan dengan Ayah dan Ibu. Aku juga sudah berpamitan dengan kedua Orang tua Rara. Karna mereka sudah seperti Orang tuaku sendiri.

Aku melarang mereka untuk memberi tahu Rara, karna aku pikir ini yang terbaik. Lagi pula sekarang dia sudah tidak membutuhanku lagi. Dia sudah punya Bagas yang akan selalu menjaganya.

Aku duduk di kursi tunggu, sambil menunggu jadwal penerbangan. Karna masih ada sekitar tiga puluh menit lagi. Karna aku sengaja berangkat dari rumah lebih awal.

Aku ambil ponsel yang ada di saku celana, menscroll  foto-foto kebersamaanku dan Rara, sambil menunggu.  Dia begitu manis saat tersenyum, dia begitu cantik.

Aku pasti akan sangat merindukannya. Rindu senyumnya, rindu suaranya yang selalu cerewet dan bawel.

Aku tersenyum saat mengingat beberapa kisah lucu ketika aku mengambil gambarnya. Hingga tiba saatnya aku untuk pergi.

“Azam!”

Tiba tiba aku mendengar suara Rara yang memanggikku.
Ah. Itu mungkin hanya perasaanku saja. Aku kembali melangkahkan kakiku.

“Azam!”

Aku kembali mendengar suara Rara yang memanggiku, tapi suara itu kini terasa nyata. 
Hingga akhirnya ada seseorang yang memelukku dari belakang.

”Azam, maafin aku. Aku salah, aku sudah nyakitin kamu.” Ucapnya sambil terisak.

“Ra?” panggilku. Aku berusaha melepaskan pelukannya, namun dia semakin erat memelukku.

“Azam, jangan pergi tinggalin aku! Aku gak mau kehilangan kamu. Kamu benar. Bagas memang berengsek. Dia jahat.” Ucap Rara yang masih memelukku dari belakang.

Kini aku merasa bajuku basah karna air matanya.

  Aku melepas tangannya yang ada di perut, dan membalikan badanku untuk menghadapnya. Ku hapus air matanya dengan ibu jariku.

“Ra, maafkan aku, tapi aku harus pergi sekarang,” ucapku lembut.

Rara menggeleng “nggak, Zam. Aku mohon jangan tinggalkan aku, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu.” Ujarnya.

“aku tahu ini terdengar aneh, tapi itulah yang aku rasakan. Aku merasa ada sesuatu yang hilang di hidupku saat kamu gak ada di sampingku. Azam, aku cinta sama kamu.”ungkap Rara.

“Ibu sudah menceritakan semuanya, dan aku mau jadi istri kamu. Aku mau menikah sama kamu.”


The End

Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang