ALETA

12.1K 254 19
                                    

“Arka! Tunggu!”

Aku berhenti berjalan setelah mendengar ada yang memangil.

“Ada apa?” tanyaku ketus, setelah orang yang memanggil itu ada dihadapanku.

“Nih, buat kamu,” jawab Aleta sambil memberikan kotak makanan padaku.

Aku meliriknya sekilas, “Gak usah, gue udah sarapan!”

“Ya udah, buat nanti siang aja,” katanya. Dia menarik tanganku dan menaruh  kotak berisi nasi goreng itu di telapak tanganku. “Aku ke kelas dulu, yah. Bye Arka,” pamitnya, lalu melangkah pergi. “Jangan lupa dimakan!” teriaknya dari kejauhan.

Entah terbuat dari apa hati cewek yang satu ini, walaupun aku sering marah dan bersikap ketus padanya, sepertinya dia tidak pernah sakit hati ataupun balik marah padaku. Karena, dia tidak pernah memperlihatkan raut sedih ataupun kecewa atas semua sikapku padanya.

***

Kehidupanku yang dulu tenang, berubah sejak dia datang ke sekolah beberapa bulan yang lalu sebagai murid baru. Waktu itu hampir semua anak cowok di sekolah pada sibuk membicarakan seorang anak baru bernama Aleta, yang katanya sangat cantik, tapi aku tidak perduli.

“Hai, kamu Arka, yah?” tanya seorang cewek yang datang menghampiri mejaku. Aku meliriknya sekilas, lalu melanjutkan aktifitasku bermain game di sela waktu jam istirahat sekolah.

“Kenalin, aku Aleta,” katanya sambil mengulurkan tangan.

‘Oh, jadi dia anak baru itu?’ batinku, tapi menurutku dia biasa saja.

“Loe, udah tahu, kan, nama gue?” tanyaku,  tanpa memalingkan wajah dari layar ponsel. Aku tidak tertarik untuk kenal dan berteman sama dia.

Keesokan harinya dia kembali menemuiku dan bicara sesuatu yang membut aku sedikit kaget.
 
“Arka … Aku suka sama kamu, dan aku ingin jadi pacar kamu,” ungkapnya lantang.

Aku diam sejenak, mencerna semua pernyataannya. ‘Berani banget nih cewek! pikirku, “Loe, sakit?” tanyaku heran, dan kutempelkan punggung tanganku di keningnya.

Aleta menepis tanganku. “Arka, aku serius! Aku mau kamu jadi pacarku. Karena aku sangat mencintai kamu,” tegasnya.

Aku tersenyum meremehkannya. “Cantik-cantik kok, setres,” ledekku. Akupun melangkah pergi meninggalkan Aleta. Menurutku itu hanya lelucon di pagi hari. Bagaimana mungkin dia mencintaiku sementara dia tidak tahu apapun tentangku.

“Arka aku serius!” teriaknya.

***

Setelah kejadian itu, aku pikir Aleta akan berhenti, tapi ternyata dia terus datang menemuiku dan selalu pertanyaan itu yang dia ajukan. Di sekolah, di manapun aku berada dia pasti datang menemuiku, kecuali kalau aku ke toilet.

“Arka, tunggu! Jalannya jangan cepat-cepat, dong!” teriak Aleta saat dia mengikutiku menuju kantin.

Aku berhenti berjalan, merasa jengah dengan teriakan yang selalu kudengar belakangan ini.

“Nah, gitu, dong …,”

Aku memutar tubuh Aleta hingga punggungnya menempel ke tembok, mengurung dia dengan kedua tangan. Aku sedikit mencondongkan wajah, hingga posisi wajah kami hanya berjarak beberapa centi saja, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya menerpa wajahku.
 
“Sebenarnya apa sih mau loe?” tanyaku. Aku sudah benar-benar merasa terganggu dengan Aleta, kesabaranku sudah habis rasanya.

Aleta menunduk dalam. “Aku mau jadi pacar kamu,” katanya dengan suara bergetar. Mungkin saat itu dia merasa takut padaku.

“Udah berapa kali gue bilang sama loe.  Gue gak suka sama loe!” kataku penuh penekanan. Setelah itu aku membalikan badan dan pergi meningalkannya, tapi baru beberapa langkah, Aleta berteriak memanggil namaku, membuat langkahku terhenti.

Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang