Mew terduduk diam di kursi ruang kerjanya, banyak kertas berserakan diatas meja, pertanda dia sedang pusing dengan pekerjaan. Ia menggaruk tengkuk lehernya dan meregangkan badannya. "Lelah sekali." Pikirnya. Tak berapa lama pintu ruang kerjanya terbuka. "P'Mew, kamu mau makan apa ? sudah jam makan siang." Ujar Thorn, rekan kerjanya. Mew melirik sekilas jam di atas meja. "Aku nanti saja. kau pergi saja duluan." Ucap Mew. Yang dijawab dengan anggukan dan pintu yang kembali tertutup.
Mew melangkah mendekati jendela kantornya, terlihat jelas pemandangan kota Bangkok di siang hari. Kadang ia berpikir, untuk apa semua kesuksesan yang ia dapat jika ia tidak bisa membagi kebahagiannya dengan orang lain. Seolah semua tidak ada artinya. karena untuk keluarganya bahkan orang tuanya. Apapun yang dia lakukan akan selalu salah. Akan selalu kurang.
Mew duduk di bangku kosong dengan makan siang ditangan kanannya dan segelas ice americano di tangannya yang lain. Belum sempat dia menyantap makan siangnya tiba-tiba "Braakkkk" sebuah bola sepak melayang kearahnya, tepat mengenai gelas americano yang sedang di pegangnya dan mengotori kemeja putih yang sedang dia kenakan. "Sial." makinya.
" Ya Tuhan Paman, apa yang kau lakukan dipinggir lapangan bola seperti ini si ?" Sebuah suara mengalihkan perhatiannya dari kegiatannya membersihkan kemeja. Berdiri dihadapannya anak laki-laki mengenakan jersey sepak bola berwarna shocking pink dan hitam dengan bola ditangannya. Mew menghela nafas. "Bukankah kau seharusnya meminta maaf terlebih dahulu ?' Ujarnya. "Oh iya, aku lupa. Maaf bola ku mengenai mu. Kemeja mahal mu jadi kotor." Ucap anak laki-laki tersebut sambil memamerkan giginya yang terpasang behel. Mew menatap sekilas anak laki-laki tersebut. Tak bisa dipungkiri dia anak yang tampan. Dengan rambut hitam, sehitam jelaga, kulit kuning kecoklatan khas remaja pada umumnya dan bola matanya yang yang berkilauan tertempa sinar mentari. belum sempat Mew menjawab celotehannya, anak laki-laki tersebut mengulurkan tangannya. "Gulf." Katanya, lagi-lagi masih tetap tersenyum. Mew terpana sesaat. "Apa ?" Ujarnya. "Gulf, namaku Gulf. siapa tau kalau Paman mau menututku gara-gara ku kotori kemeja mu." Katanya lagi. Mew menyunggingkan senyum disudut bibirnya. "Tak apa, bisa ku buang." Ucapnya lagi. "Cih, kau boros sekali. Tunggu disini." Ucap Gulf sambil berlari ke arah bench yang terdapat tumpukan tas dan beberapa botol minuman.
"Kau bisa gunakan ini Paman." Ucap Gulf sembari menyerahkan jersey berwarna Kuning terang. "Untuk apa ?" Tanya Mew heran. "Kau bisa gunakan ini, sementara ku cuci kemeja mu." Ucap Gulf. "Buka kemeja mu." Ucapnya enteng. Mew melongo mendengar permintaan bocah dihadapannya. "Kau kenapa diam ? Kau mau kembali bekerja dengan kemeja kotor mu ?" Ucapnya lagi. "Tapi itu warna kuning." Ucap Mew sambil menunjuk jersey tersebut. "Ya ampun Paman, ini jauh lebih baik dari pada kemeja kotor mu itu. Buka cepat." Ucapnya penuh perintah. "Oke baik, aku ganti. Tapi berhenti memanggil ku paman. Aku tidak setua itu." Ucap Mew sambil menarik jersey dari tangan Gulf. Tanpa Mew sadari, bocah dihadapannya tersenyum penuh kemenangan.
"Kemarikan kemeja kotor mu, akan ku laundry." Ucap Gulf begitu Mew selesai mengganti kemejanya. "Aku tidak mau masuk penjara gara-gara dituduh tidak bertanggung jawab atas perbuatan tidak menyenangkan." Ucap Gulf lagi. "Kau dari tadi terus berkata soal tuntutan. Kenapa ?" Ucap Mew penasaran. "Kau pengacara, aku takut saja kau menuntut ku. Aku tak punya uang untuk membayar pengacara. Tapi kalau sekedar untuk laundry saja, aku punya." Ucapnya sambil melipat kemeja kotor milik Mew. "Kau tau darimana aku pengacara ?" Ucap Mew heran. "Aku beberapa kali melihat mu dimajalah. Kau tampan, jadi aku ingat." Ucap Gulf yang seketika membuat wajah Mew merah. Mew berdehem untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Ah iya, dan kau selalu duduk disini setiap jam makan siang. Jadi aku ingat. Besok-besok kau jangan duduk terlalu dekat dengan lapangan ya Paman. Ku tak bisa menjamin kau tak akan terkena bola lagi." Ucap Gulf. Belum sempat Mew menjawab ucapannya Gulf sudah pergi meninggalkannya. "Hey, sudah ku bilang jangan panggil aku Paman." Teriak Mew yang dibalas lambaian tangan Gulf. Mew tersenyum menatap punggung Gulf yang semakin menjauh. "Dasar Bocah." Gumam Mew.
Mew kembali ke kantor dengan mengenakan jersey bola berwarna kuning terang. Otomatis beberapa karyawannya menatap heran kearahnya. "Phi, apa yang kau kenakan ?" Ucap Thorn begitu melihatnya memasuki ruangan. "Kemeja ku ketumpahan kopi." Ucap Mew santai. "Lalu itu apa ? Kau membeli baju norak itu ?" Ujar Thorn lagi. Mew menurunkan pandangan ke arah jersey yang dia gunakan. "Hahaha, bukan. Ini aku pinjam. Bocah yang menumpahkan kopi ku meminjamkan bajunya. Dan sialnya dia hanya ada ini." Jawab Mew. "Oh iya Phi, tadi ada telefon dari Klien yang kasusnya sedang kau tangani. Ku sudah taruh note di meja mu. "Oke, terimakasih." Ucap Mew sambil masuk ke ruang kerjanya.
"Phi, aku mau laundry ini." Ucap Gulf sambil menyerahkan kemeja kepada pelayan laundry di dekat apartemennya. "Kemeja siapa ini ? Ini merk mahal. Kau tidak mencurinya kan ?" Ucap P'Pete pelayan laundry yang sudah menjadi langganan Gulf jika ia atau ibunya tak sempat mencuci baju. "Sembarangan, tidak. Tadi aku tidak sengaja mengotori kemejanya." Ucap Gulf. "Berapa ongkosnya ? Jangan mahal-mahal ya, kau tahu kan uang jajan dari ibu ku berapa." Ucap Gulf sambil tersenyum manja. "Jangan senyum-senyum. Kau tahu aku lemah terhadap senyum mu." Ucap P'Pete. Gulf makin tersenyum lebar. "Kalau begitu, kubayar dengan senyum ku saja. Mau tidak ?" Tanyanya Usil. Gulf memang begitu. Usil, Anak remaja berusia 18 tahun, selalu bertindak semaunya. Gulf anak yang ceria, kadang tak pernah berpikir panjang. Namun dia anak yang mandiri, karena sering di tinggal sendiri karena Ibunya harus bekerja. Berbagai pekerjaan rumah tak sulit dia kerjakan sendiri. "Senyum mu tak membuat ku kenyang." Ujar P'Pete yang dibalas dengan raut wajah cemberut oleh Gulf. "Kau bisa ambil ini besok." Ucapnya.
Gulf memasuki apartemennya yang gelap. "Ibu belum pulang." Pikirnya. Dia berjalan ke arah kulkas untuk melihat apa yang bisa ia makan untuk makan malam. Dia hanya menemukan beberapa makanan instan di dalam sana. Gulf memutuskan untuk mandi terlebih dahulu, karena latihan bola tadi siang membuat badannya berkeringat dan penuh debu. Tak berapa lama di dalam kamar mandi, Ia mendengar pintu depan terbuka yang menandakan ibunya baru saja pulang. Ia baru saja akan keluar dari kamar mandi, saat ia melihat ibunya sedang bermesraan dengan seorang pria yang dia sendiri tak tahu itu siapa karena ini pria yang berbeda dengan yang Ibunya bawa minggu lalu. Gulf menutup mulutnya, "Siapa lagi ini." Ujarnya dalam hati. Perasaannya campur aduk. Di satu sisi dia tahu apa pekerjaan ibunya, ibunya melakukan pekerjaan itu untuk menghidupinya. Tapi, dia tak akan pernah bisa terbiasa dengan apa yang selalu dilihatnya begini. Dia memutuskan untuk pergi dari apartemennya, untuk menenangkan pikirannya yang acak-acakan.
Mew melihat jam di meja ruang kerjanya, jam 9 malam. "Sudah larut." Gumamnya
Ia segera membereskan berkas-berkasnya untuk ia bawa dan kerjakan dirumah. Mew berjalan menuju basement untuk menuju mobilnya. Jalanan kota Bangkok di malam hati tidak terlalu macet, jarak dari kantor ke apartemennya hanya 20 menit paling lama jika tidak macet. Mew menyalakan radio di mobilnya untuk mengisi suasana sepi. Saat mobilnya berhenti di lampu merah, Mew melihat bocah tadi siang yang meminjamkan jersey dan masih dia gunakan lewat dihadapan mobilnya, dengan wajah yang tertunduk dan menabrak orang yang berpapasan dengannya. Mew sadar, bahwa anak itu tidak baik-baik saja. Karena, sesaat tadi Mew lihat wajahnya basah oleh airmata."Hey Kiddo, apa yang kau lakukan disini malam - malam ?" Ucap Mew begitu ia memutuskan untuk mengikuti Gulf tadi. Gulf menatap wajahnya. "Paman." Ucapnya dengan suara serak. "Sudah ku bilang jangan panggil aku paman." Ujar Mew sambil menjatuhkan dirinya di samping Gulf. "Kau sendiri sedang apa disini ?" Tanya Gulf. "Mencari angin." Jawab Mew asal, karena dia tidak mungkin mengakui bahwa ia mengikuti Gulf tadi. "Paman, aku boleh menginap di rumah mu ?" Ujar Gulf tiba-tiba.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Fanfiction- Mew Suppasit - Pengacara muda, terkenal, sukses, tampan. Tapi, tak semua orang tau bahwa dia menyimpan trauma masa lalu. - Gulf Kanawut - Remaja tanggung berusia 18 tahun. masih dengan jiwa bocahnya, egois dan ingin menangnya sendiri.