Gulf berjalan mengekori Mew menuju apartemennya. Tadi, saat ditaman saat Gulf meminta untuk menginap dirumahnya, Mew tidak banyak bertanya. Hanya mengiyakan saja. Mew tau bukan saatnya untuk mengintrogasi Gulf tadi. "Rumah mu besar Paman." Ucap Gulf begitu masuk kedalam apartemen. "Panggil aku Paman sekali lagi, aku tendang kau keluar." Ucap Mew setengah bercanda setengah serius. "Lalu, aku harus panggil apa ? kau tampak jauh lebih tua dari aku." Ucap Gulf sambil menjatuhkan pantatnya di sofa empuk ruang tv. "Anything, asal jangan Paman." Ujar Mew sambil mengeluarkan beberapa kaleng sprite dari dalam kulkas. "Ini minum." ujar Mew sambil menyerahkan kaleng sprite kehadapan Gulf. Gulf terdiam untuk beberapa saat sambil melihat keluar jendela Apartemen. Ia sendiri tidak tahu kenapa dia bisa mengajukan permintaan gila semacam ini kepada orang yang baru saja dikenalnya siang tadi. Dia hanya tau bahwa ia tidak bisa pulang, oh bukan tidak bisa tapi tidak mau.
"Hey kiddo, kau Oke ?" Ucap Mew setelah beberapa saat dia hanya melihat Gulf termenung menatap keluar jendela. "Jangan panggil aku kiddo aku bukan anak kecil." Ucap Gulf sambil mengalihkan pandangannya dari jendela. "Okay, Nong." Ucap Mew sambil tersenyum. Gulf merasakan hatinya menghangat mendengar panggilan tersebut. " Kurasa itu lebih baik." Ucap Gulf. "Kalau kau punya masalah atau apapun itu, kurasa kau bisa menceritakannya pada ku. Kau tahu kan aku pengecara," Ucap Mew dengan nada bangga. Gulf hanya memicingkan matanya lalu menjulurkan lidahnya, meledek. Mew tertawa melihat tingkahnya. Mew terdiam sesaat, entah kapan terakhir kali ia bisa tertawa lepas begini dihadapan orang lain. Sudah lama sekali, sebelum semuanya berubah, sebelum semua orang merendahkannya, mengucilkannya.
"Kali ini, kau yang melamun." ucap Gulf menyadarkan Mew dari lamunannya tentang masa lalu. Mew hanya tersenyum. "Teringat sesuatu." Ucapnya. "Jadi, kau kenapa ?" Tanya Mew lagi. Gulf ragu menjawab, ia bingung harus atau tidak dia menceritkan semuanya. "Kau putus cinta ?" Tanya Mew lagi. "Bukan Phi, kau bisa diam dulu tidak. jangan banyak bicara. Aku sedang berfikir." Ucap Gulf, yang hanya dibalas anggukan dan gumaman "Galak" oleh Mew. "Oke, take your time aku tidak akan mengganggu." Ucap Mew hendak berdiri meniggalkan Gulf di ruang TV, tapi langkahnya terhenti karena Gulf menarik ujung kaosnya, mengisyaratkan agar Mew tetap duduk di sampingnya. "Aku tidak bisa cerita Phi, tapi aku tidak mau sendirian. Kau temani aku sebentar." Ucap Gulf sambil menundukan kepalanya.
Sejak Gulf menahannya tadi, dia hanya diam tak bicara apapun. Tapi, Mew dapat melihat bahwa tubuh anak itu bergetar. Entah karena apa. Tak berapa lama Gulf jatuh tertidur dengan kepala yang tepat terjatuh diatas pundaknya. Mew membatu sesaat. lalu tanpa sadar lengannya sudah menyentuh surai kelam milik Gulf. Terkuar aroma mint dari rambutnya. Seolah disadarkan dari kelakuannya, Mew langsung bangkit yang menyebabkan Gulf jatuh dengan keras ke atas sofa. "Awww Phi, sakit." ucap Gulf sambil mengelus kepalanya yg terbentur sofa. "Kau tunggu disini, akan ku ambilkan selimut dan bantal untuk kau tidur." Ucap Mew terburu-buru.
Mew mencoba menormalkan detak jantungnya yang berdetak dengan cepat. "Apa yang aku lakukan." Gumamnya sambil menatap lengannya yang tadi menyentuh helaian halus rambut Gulf. "Aku harus mengendalikan diriku." Ucapnya lagi.
Gulf duduk terdiam di atas sofa, dia menyentuh kepalanya, dia merasakan sentuhan lembut Mew tadi di helaian rambutnya. Dia selalu mudah terbangun saat sedang tertidur, entah itu berupa suara atau bahkan sentuhan. Biasanya dia akan melonjak kaget, tapi tidak dengan yang tadi. Sentuhan halus Mew tadi membuatnya nyaman dan aman. Entah kenapa.
"Selamat pagi." sapa Gulf begitu melihat Mew keluar dari kamarnya dengan setelan rapi. hendak bekerja. Mew tertegun mendengar sapaan selamat pagi, yang entah kapan terakhir ia dengar. "Kenapa berdiri disitu ? Duduk." Ucap Gulf melihat Mew hanya mematung di tempatnya berdiri. "Oh iya." Ucap Mew. "Kau tidak memiliki apapun didapur mu. Aku hanya menemukan kopi. Ini untuk mu." Ucap Gulf sambil menyodorkan secangkir kopi dihadapan Mew. Mew menatap secangkir kopi yang Gulf sodorkan tadi. "Terimakasih." Ucapnya sambil menyeruput kopi bikinan Gulf. Mew sedikit menelan ludahnya. " Ya Tuhan, pahit." Ujarnya dalam hati. Lalu ia letakan kembali cangkir kopi tersebut. "Kenapa tidak dihabiskan ?" Ujar Gulf sambil menatap gemas ke arah Mew. "Kau tidak buat juga ?" Ucap Mew balik bertanya. "Phi, aku tidak minum kopi." Ucap Gulf. "Maaf aku tidak memiliki apapun di kulkas, lain kali jika kau berkunjung lagi, kita bisa berbelanja dulu." Ucap Mew. "Jadi, aku boleh datang lagi ?" Tanya Gulf bersemangat. "Anytime." Ucap Mew sambil tersenyum. "Lain kali, jika ingin membuatkan kopi tolong tambahkan 2 sendok teh gula. Aku suka yang manis." Ucap Mew sambil mengacak surai kelam Gulf. Gulf tertegun dengan sentuhan Mew dikepalanya. Sentuhan yang sama dengan semalam yang membuatnya merasa aman dan nyaman. Mungkin, jika orang lain yang melakukan itu Gulf akan mengamuk. Dan tanpa ia sadari wajahnya sudah memerah hingga ketelinga.
......
Mew kembali duduk dibangku yang sama seperti kemarin, dipinggir lapangan bola. Tapi, kali ini bukan untuk makan siang. Dia butuh menyegarkan kepalanya. Kliennya hari ini benar-benar menguras emosinya. Ia duduk ditemani dengan beberapa kaleng sprite dingin. Kaleng pertama ia buka, Mew menegak isinya, sensasi dingin menjalar ketenggorokannya. Mew menghela nafas panjang. Kliennya kali ini ternyata mengenal keluarganya. Nama "Supassit" dibelakang namanya tidak mungkin asing bagi kalangan orang kaya di Thailand.
Mew dibesarkan di keluarga terpandang di Thailand. Ayahnya seorang anggota Dewan dan Ibunya seorang pengacara terkenal. Hidupnya tidak pernah sekalipun merasa kekurangan dari segi harta, tapi orang tuanya tidak pernah ada untuknya. Mew tumbuh besar sendiri. Hingga saatnya dia merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kali. Yang pertama kali dan yang terakhir. Cinta untuknya akan selalu sama, menyakitkan. Dia mencintai kedua orang tuanya, tapi untuk orang tuanya Mew tidak pernah menjadi prioritas. Dia mencintai seniornya di sekolah menengah, cinta pertamanya. Mew rela memberikan apasaja dan apapun. Tapi ia ditinggalkan dengan sebuah luka menganga yang tak bisa ia lupa hingga saat ini.
"Apa yang kau lakukan disini Phi?" Sebuah suara menyadarkannya dari lamunan. "Kau tidak sekolah ?" Ucap Mew melihat Gulf sudah duduk disampingnya. "Tidak." Jawabnya santai. "Aku sedang tidak bisa berfikir." Ucapnya sambil menatap lurus ke arah lapangan bola. "Jadi, kau membolos ?" Tanya Mew, yang hanya dibalas anggukan santai oleh Gulf. "Phi, besok aku ada pertandingan bola. Datang ya, aku kelihatan 100x lebih tampan jika sedang bermain bola." Ucap Gulf penuh semangat. Mew membulatkan matanya tidak percaya. " Jika tidak percaya, datanglah besok. Ku tunggu." Ucap Gulf sambil beranjak meninggalkan Mew, karena namanya diteriaki oleh teman-temannya di sebrang lapangan. Mew hanya mampu menggelengkan kepalanya. dan sebuah senyum terbit dari bibirnya. Sekali lagi, anak itu membuat Mew melakukan sesuatu di luar kendalinya.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/211169143-288-k677823.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Fanfiction- Mew Suppasit - Pengacara muda, terkenal, sukses, tampan. Tapi, tak semua orang tau bahwa dia menyimpan trauma masa lalu. - Gulf Kanawut - Remaja tanggung berusia 18 tahun. masih dengan jiwa bocahnya, egois dan ingin menangnya sendiri.