Mew berjalan menyusuri koridor kantornya, sebelum masuk ke ruangannya dia berpapasan dengan beberapa rekan kerjanya. Mew tidak tahu bahwa dari awal ia bekerja di salah satu Law Firm terkenal di Thailand "Magna Carta", ia selalu menjadi bahan pembicaraan rekan kerjanya yang lain. Mew yang sangat kompeten di bidangnya, Mew yang pekerja keras, Mew yang hampir tidak pernah gagal di setiap kasus yang ia tangani, Mew yang tingkat ketampanannya bisa disandingkan dengan boy band Korea, Mew yang ini, Mew yang itu. Hampir tak bercela. Kecuali satu, Mew selalu tertutup soal kehidupan pribadinya. Ia jarang bergaul atau berteman dekat dengan rekan kerjanya yang lain. Kecuali, Thorn karena dia sejak awal Mew datang sudah di tugaskan untuk menjadi asistennya. Mew seolah membuat tembok tinggi yang tidak dapat ditembus oleh siapapun. Mew hanya bicara soal pekerjaan, tidak lebih tidak kurang.
" Phi, berkas klien kemarin. Soal pencemaran lingkungan oleh limbah pabrik farmasi sudah ku siapkan diatas meja mu. " Ujar Thorn begitu melihat Mew memasuki ruang kerja. "Oke, terimakasih. nanti akan ku periksa." Ujar Mew lagi. "Phi, kau mau kebelikan kopi ? aku mau ke cafetaria sebentar." Ujar Thorn. "Tidak usah, aku sudah minum kopi tadi pagi." Ujar Mew sambil melangkah masuk ke ruang kerjanya yang diringi tatapan heran dari Thorn. Sejak kapan atasannya itu suka meminum kopi rumahan. Seingatnya hampir tidak pernah.
Mew memeriksa berkas yang Thorn siapkan, Mew membalikan beberapa halamannya untuk memahami kasus tersebut. Hingga, suara dering handphone mengalihkan perhatianya. "Ya Hallo. " Ucap Mew begitu ia menggeser kursor warna hijau di layar handphone nya. "Apaa, aku tidak .." Ucapan Mew menggantung. "Oke baik aku kesana, bisa tolong sebutkan lagi nama sekolah dan alamatnya." Ujar Mew sambil membereskan beberapa barangnya dan menyambar kunci mobilnya. "Thorn, aku keluar sebentar. Jika ada apa-apa segera hubungi aku." Ujar Mew dengan sedikit tergesa. " Kau akan kemana Phi ?" Tanya Thorn heran, karena tidak biasanya Mew keluar dari kantor diluar jam istirahat kecuali bertemu klien, dan seingatnya hari ini tidak ada jadwal untuk bertemu dengan klien. "Urusan keluarga." Ucap Mew asal.
Mew memakirkan mobilnya, sebelum turun dari mobil ia lepaskan jas kantornya yang masih ia kenakan, dan menggulung lengan kemeja biru mudanya hingga ke siku,dan itu makin menunjukan urat-urat yang menonjol jelas di tangannya. "Maaf, ruangan BK disebelah mana ?" Ujar Mew begitu turun dan mobil. "Anda bisa masuk melalui pintu sebelah kiri dari sana anda hanya tinggal lurus saja. Nanti, akan ada pintu berwarna biru yang bertuliskan Bimbingan Konseling." Ucap satpam yang Mew tanya . Mew mengikuti arahan yang diberi satpam tadi, hingga akhirnya ia tiba di depan pintu yang bertuliskan "Bimbingan Konseling". Mew mengetuk pintunya dua kali, hingga terdengar kata "Masuk" dari dalam.
Mew melihat Gulf duduk disalah satu sofa, dengan pandangan menunduk. "Jadi anda pamannya Gulf ?" Ujar Guru wanita yang Mew sangka pasti yang meneloponnya tadi. Mew mendelik marah ke arah Gulf, yang dilihat hanya mengalihkan pandangannya. Acuh. Mew tidak sadar bahwa Gulf sedang menahan tawanya, melihat reaksi Mew saat gurunya bilang "Paman" tadi. "Ya, bisa dibilang begitu." ujar Mew sambil terus menatap Gulf yang sepertinya sedang menahan tawa. "Awas kau bajingan kecil." Ujar Mew dalam hati.
Mew dan Gulf keluar beriringan dari ruangan BK, setelah gurunya menjelaskan bahwa hari ini Gulf berkelahi dengan teman sekelasnya, dan ini juga buka pertama kalinya Gulf berkelahi. Tapi, setiap Gurunya meminta Gulf menelepon orang tuanya, Gulf tidak pernah mau dan bilang bahwa orang tuanya tidak ada atau sedang bekerja. "Jadi, bisa kau jelasakan kenapa kau berkelahi ?" Ujaw Mew. "Aku meminta mu ke sekolah bukan untuk berkelahi." ujarnya lagi. Namun, yang ditanya hanya diam dan berjalan mendahului Mew. "Hei, Nong kau mau kemana ?" Ujar Mew melihat Gulf semakin menjauh."Bukan urusan mu." ujar Gulf lagi. "Jangan jadi bajingan, tentu ini urusan ku. kau menelepon ku. Karena itu juga, aku harus meninggalkan pekerjaan ku. Dan sekarang bahkan kau tidak mengatakan apapun walau hanya ucapan terimaksih. bagus sekali." Ujar Mew lagi. Gulf menghentikan langkahnya dan berjalan berbalik menghampiri Mew. "Oh maaf, aku lupa bahwa kau pengacara terkenal dan maaf sudah membuat mu terlibat dalam masalah murahan seperti ini" Ucap Gulf, walau dengan nada yang sedikit lebih tinggi tapi entah kenapa Mew tahu bahwa Gulf sedang terluka. Bukan wajahnya saja yang lebam-labam, mungkin hatinya jauh lebih parah. "Ikut aku, dan diam. jangan jadi brengsek." Ujar Mew sambil menarik lengan Gulf untuk masuk kedalam mobilnya.
Mew membawa bungkusan plastik berisikan obat antiseptik,perban dan plester. Mereka duduk didalam mobil, di tepi sungai Chao Praya. "Sini, biar ku obati luka mu. Sudah ku bilang jika berbekas kau sendiri yang akan rugi." Ujar Mew sambil mengeluarkan cairan antiseptik dan mengobati luka-luka di wajah Gulf. "Mereka bilang ibu ku pelacur." Ujar Gulf begitu Mew menekankan kapas penuh cairan antispetik diatas lukanya. Mew menghentikan gerakan tangannya diatas wajah Gulf. "Mereka bilang ibu ku pelacur Phi" Ujar Gulf lagi. "Walau aku sendiri tahu, memang itu pekerjaan yang dilakukan Ibu. Tapi, aku tidak bisa terima jika mereka menjelek-jelekan Ibu ku." Ujar Gulf sambil menunduk. Mew perlahan mengakat wajah Gulf yang tertunduk. "Kau mau bercerita pada ku?" Ujar Mew begitu pandangan mereka saling bersibobrok. "Aku tau itu pekerjaan Ibu, aku tidak bodoh untuk tahu dari seringnya ia membawa banyak pria yang berbeda di tiap minggu." ujar Gulf lagi. "Jika Ibu memang melakukan itu untuk menghidupi ku, seharusnya aku tidak pernah lahir saja di dunia." Ujar Gulf sambil mengalihkan pandanganya ke arah jendela. "Ikut aku." Ujar Mew sambil menarik lengan Gulf untuk mengikutinya turun dari mobil.
Mereka duduk saling bersisian di tepi sungai. "Maka dari itu Phi, saat itu aku bertanya kenapa kau mau bertemen dengan ku. Aku anak seorang pelacur, yang bahkan aku tidak tahu siapa ayah ku. Aku tidak pernah tau lelaki yang baik itu seperti apa." Ujar Gulf lagi. "Aku tidak pilih-pilih teman kau tahu." Ujar Mew. "Kau tidak terlalu buruk untuk jadi seorang teman." Aku tidak tahu harus berkomentar apa soal Ibu mu. Tapi aku mohon, berhentilah menyakiti diri sendiri." Ujar Mew. "Kau tau, kau jauh lebih beruntung. Setidaknya Ibu mu ada untuk mu kan." Ujar Mew sambil menatap jauh ke sungai dihadapannya. Gulf terdiam mengamati sosok pria dewasa yang duduk disebalahnya, entah kenapa dia ingin memeluk Mew saat ini. Mew seperti menyimpan luka soal orang tua.
"Kau bisa cerita pada ku." Ucap Gulf sambil terus memperhatikan Mew. "Hahaha, nanti. nanti aku akan cerita." Ucap Mew sambil mengalihkan pandangan ke arah Gulf. Disaat yang bersamaan Mew tertegun sesaat, Wajahnya sedang terluka, ada beberapa lebam disana. Tapi tidak mengurangi kadar tampan anak itu. "Hey, kau sadar tidak kalau kau tampan?" Ujar Mew tiba-tiba. Gulf yang ditanya tiba-tiba begitu hanya terkekeh pelan. "Makannya berkali-kali ku bilang, jika kau terus-terusan berkelahi, kau yang akan rugi." Ujar Mew lagi. "Hahaha, tak apa. Selama ada kau yang menganggap ku tampan walau wajah ku babak belur begini. Ku pikir tak apa." Ucap Gulf sambil memamerkan giginya yang rapi. Disaat yang bersamaan Mew merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. "Sial." Ujar Mew dalam hati.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Fanfiction- Mew Suppasit - Pengacara muda, terkenal, sukses, tampan. Tapi, tak semua orang tau bahwa dia menyimpan trauma masa lalu. - Gulf Kanawut - Remaja tanggung berusia 18 tahun. masih dengan jiwa bocahnya, egois dan ingin menangnya sendiri.