Part 8

2.1K 263 14
                                    


" Hey, kau panggil aku paman sekali lagi, aku akan benar-benar membunuh mu." Ucap Mew sambil menunjukan telunjuknya kehadapan hidung Gulf. " Lalu, aku harus bilang apa ? kau kakak ku begitu ? nanti Guru ku tidak akan percaya. Kau terlalu tua untuk itu." Ujar Gulf sambil tersenyum jahil.  Yang tanpa Mew sadari, dia ingin mempertahankan senyum menyebalkan itu tetap terbit dari wajah bocah yang sedang berjalan disampingnya. 

" Phi, kau punya pacar ?" Tanya Gulf tiba-tiba. Mew menolehkan kepala nya demi menatap Gulf yang berdiri tepat disampingnya. "Kenapa kau tanya begitu ?" Ucap Mew lagi. "Ya Tuhan Phi, kau ini kebiasaan sekali. menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Jawab saja apa susahnya." Ujar Gulf lagi, kesal. Karena hampir setiap kali dirinya bertanya, Mew selalu melakukan hal yang sama. " Saat ini tidak ada." Ucap Mew jujur. " Jangan bercanda, pria mapan, kaya, dan tampan seperti mu tidak punya pacar. Kasian sekali wanita diluaran sana melewatkan pria seperti mu." Ujar Gulf dengan wajah terkejut yang dibuat-buat. Mew hanya tersenyum melihat tingkah laku Gulf. " Kau sendiri bagaimana ?" ujar Mew sambil menatap kearah Gulf. " Aku belum pernah berpacaran." Ujar Gulf jujur, karena setelah pengakuan itu wajahnya memerah hingga ke telinga. " Jangan bohong, tipe high school sweet heart dan bertampang playboy seperti mu belum pernah pacaran ?" Ujar Mew tidak percaya. " Disekolah ku semua laki-laki Phi, dan aku jarang sekali bergaul dengan teman-teman. aku hanya main bola saja. Aku anak yang membosankan, Kau tahu. Makannya Aku ingin bertanya pada mu, bagaimana caranya menggaet perempuan." Ujar Gulf. " Aku tidak tahu." Ujar Mew sambil berjalan mendahului Gulf. 

" Apa yang kau tidak tahu ?" Ujar Gulf sambil setengah berlari menyeimbangkan langkah dengan Mew. " Aku tidak suka perempuan. " Ujar Mew pada akhirnya. Entah kenapa kata-kata itu yang keluar dari mulutnya. Hanya saja, ia ingin jujur terhadap bocah yang ada di sampingnya kini, walau itu beresiko bahwa ia akan kehilangan Gulf. 

Gulf yakin tidak salah dengar dengan apa yang Mew ucapkan. Mew bilang bahwa ia tidak suka perempuan. Entah kenapa ada perasaan bahagia dihatinya. Gulf tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, dia tidak tertarik dengan hal-hal yang begitu. Tapi, sejak ia bertemu dengan Mew kepalanya selalu saja dipenuhi oleh pria itu. Bagaimana caranya bersikap, bagaimana Mew memperlakukan dirinya, bagaimana ia datang dengan sedikit tergesa saat Gulf memberikan nomer teleponnya ke Gurunya untuk meminta Mew datang ke sekolah tadi. Bagaimana Mew membersihkan lukanya kemarin dan bahkan tadi. " Phi, tunggu." Ujar Gulf sambil menahan lengan Mew. " Kau mau kemana ?" Ujar Gulf lagi. " Kau tidak jijik pada ku ? " Ujar Mew sambil menatap lengannya yang di tahan oleh Gulf. " Kenapa harus ?" Tanya Gulf begitu Mew berbalik menatapnya. " Aku dibuang keluarga ku karena itu." Ucap Mew lagi. Mew menarik nafas panjang, kejadian yang terjadi 10 tahun lalu seperti kaset rusak yang diputar ulang, teringat dengan sangat jelas diingatannya. Gulf melepaskan genggamannya dari lengan Mew. Dan membawa Mew untuk menatapnya. "Kita 1 sama, aku menyimpan rahasia mu dan kau menyimapan rahasia ku. jangan mencoba membocorkannya kalau tak mau kubunuh." Ujar Gulf sambil tersenyum menatap Mew. Gulf berusaha menyampaikan kata-kata konyol agar degupan jantungnya tidak terdengar. Seandainya Mew tidak sedang berdiri tepat disampingnya, ia sudah melompat kegirangan. "Aku punya kesempatan." Pikirnya. 

Gulf melihat mobil Mew yang semakin menjauh, padahal ia sudah susah payah menolak untuk diantarkan Mew ke rumahnya. Ia tidak mau pulang. Tidak sekarang. Ia belum mau dan belum siap bertemu dengan Ibunya. Gulf menyeret kakinya enggan. Ia menggosok kasar wajahnya. "Aduh," Ucapnya saat tangannya mengenai lukanya. Dia lupa jika ia sedang terluka. 

Gulf membuka perlahan pintu apartemennya, tapi tampaknya Ibunya belum pulang. Karena keadaan apartemennya masih gelap. Gulf membuka sepatunya perlahan dan berjalan masuk menuju kamarnya, saat sebuah suara mengagetkannya. " Kau dari mana ?" Tanya Ibunya sambil menyalakan lampu. " Sekolah." Jawab Gulf singkat. " Ada apa lagi dengan wajah mu ?" Ujar Ibunya begitu melihat beberapa luka lebam di wajah anak satu-satunya itu. "Jatuh." Jawab Gulf asal. " Aku masuk dulu." katanya sambil berjalan hendak meninggalkan Ibunya. " Duduk sebentar, Ibu mau bicara." Ucap Ibunya. Gulf berjalan enggan namun tetap menghampiri Ibunya dan menarik kursi dihadapan Ibunya. "Ibu minta maaf." Ucap Ibunya begitu Gulf duduk. " Untuk apa ?" Tanya Gulf. " Karena menampar mu." Ujar Ibunya lagi. "Ibu tidak mau minta maaf untuk hal lain ? hanya itu saja ?" Tanya Gulf. Ibunya diam tak bergeming. "Sudah ku maafkan omong-omong, jadi Ibu tidak perlu repot-repot untuk minta maaf soal itu." Ujar Gulf sambil beranjak dari kursinya menuju pintu keluar. Dia tidak mau dirumah sekarang. " Mau kemana kau ?" Tanya Ibunya begitu melihat Gulf menuju pintu keluar. " Bukan urusan mu." Ucap Gulf sambil menahan nafasnya. Sakit sekali rasanya bertindak seperti bajingan kepada Ibunya. Tapi, ia tidak tahu cara lain agar ibunya mau berhenti bekerja. "Semoga Ibu mengerti mengapa aku bertidak begini." Ujar Gulf dalam hati sembari menutup pintu apartemennya.

Mew membereskan beberapa berkas pekerjaan yang sempat tertunda tadi. Untuk beberapa saat dia duduk diam di kursi kerjanya. Sambil mengingat apa yang baru saja terjadi. " Aku harus bagaimana ?" Ujar Mew sambil menggasak kasar rambutnya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa ia akan merasakan ini lagi. Mew rasa ia jatuh cinta pada bocah 18 tahun itu. Caranya menarik Mew dari masalah, caranya berbicara, caranya tertawa. Mew suka semua yang ada pada diri Gulf. Lamunannya terbuyarkan oleh ketukan pintu ruang kerjanya. Mew menatap jam di dinding kantornya. Menunjukan pukul 7 malam. " Siapa yang masih di kantor jam segini." Tanyanya dalam hati sebelum mengucapkan "Masuk." Pintu terbuka perlahan, dan betapa kagetnya ia melihat Gulf berdiri diambang pintu ruang kerjanya dengan masih mengenakan kemeja sekolahnya tadi dengan peluh bercucuran di dahinya, membuat surai kelamnya basah oleh keringat.

"Phi." Ujar Gulf begitu pintu terbuka. Setelah kecewa dengan Ibunya, Gulf tidak tahu harus bercerita pada siapa. Diotaknya hanya ada Mew, dan Mew lagi. "Kau, kenapa kesini ?" Ujar Mew masih kaget dengan kehadiran tiba-tiba Gulf di kantornya. " Aku ingin bertemu dengan mu." Ujar Gulf sambil melangkah masuk keruangan Mew. "Kau tahu dari mana aku bekerja disini ?" Ujar Mew sambil menyuruh Gulf duduk di sofa ruang kerjanya. "Aku melihat nametag mu di mobil." Ujar Gulf. "Kau kenapa ? kau berlari kesini ?" Ujar Mew sambil hendak menyentuh peluh yang turun dari kening Gulf. Sampai saat itu, pintu ruangan Mew kembali terbuka dengan seorang wanita cantik dengan bungkusan makanan di tangannya. "Mew, ini kubawakan makan malam." Ujar wanita tersebut yang membuat Gulf menjauhkan dirinya dari Mew. " Sepertinya aku mengganggu. Maaf datang tiba-tiba." ujar Gulf sambil bangkit dari sofa dan keluar dengan tergesa dari ruangan kerja Mew. " Kau ada apa kesini ?" tanya Mew pada Aom, rekan kerjanya yang tertarik pada Mew dan selalu saja melakukan hal-hal yang tidak Mew sukai. "Aku lihat ruang kerja mu masih menyala, karena itu kubawakan makan malam." Ujar Aom sambil tersenyum. " Terimakasih, tapi kau tidak perlu repot-repot. Aku sudah akan pulang. kalau begitu aku duluan." Ujar Mew setelah sebelumnya dia membawa tas dan kunci mobilnya. "Mew tunggu." Ucap Aom yang tidak lagi Mew hiraukan.

Gulf duduk di bangku taman dekat dengan kantor Mew. Apa yang sebenarnya dia pikirkan. Datang tiba-tiba masih dengan seragam sekolah, lalu melarikan diri begitu saja saat melihat wanita tadi datang. Gulf menggoyangkan kakinya, hatinya kalut, pikirannya kacau. Tadi Ibunya, kali ini Mew yang membuat kepalanya pusing. Ia menunduk lesu sambil memandang ujung sepatunya, sampai tiba-tiba ada sepatu yang lain berada di hadapannya. Gulf menengadahkan wajahnya. Dan melihat Mew berdiri di hadapannya.

" Kenapa kau kabur ?" Ujar Mew begitu Gulf melihat dirinya. "Sudah kubilang, aku tidak mau mengganggu acara makan malam kalian." Ujar Gulf sambil mengalihkan pandangan ke arah lain. "Lihat aku." Ujar Mew yang tidak Gulf hiraukan. "Nong, lihat aku." Ujar Mew lembut. Sesaat Gulf memandang Mew, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. " Tadi hanya teman saja, tidak lebih." Ujar Mew. " Aku tidak bertanya." Ujar Gulf. " Siapa tau kau mau tahu." Ujar Mew sambil duduk disebelah Gulf. " Jangan dekat-dekat. Aku bau, banyak keringat." Ujar Gulf sambil menggeser duduknya menjauhi Mew. Mew tersenyum lagi melihat tingkah Gulf. "Oke, sepertinya kau ingin sendirian. Aku pergi dulu kalau begitu." Ujar Mew sambil beranjak dari sisi Gulf. Sesaat setelah Mew bangkit, pegelangan tangannya di tahan oleh Gulf. " Aku hanya meminta kau jangan dekat-dekat. Bukan pergi." Ujar Gulf sambil tetap menunduk. "Kalau begitu lihat aku." Ujar Mew lagi. Gulf mengangkat wajahnya, dan seketika air matanya mengalir begitu saja di pipinya. Tanpa banyak kata Mew membawa tubuh bergetar Gulf kedalam pelukannya.


TBC

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang