14. Sebuah Alasan.

255 27 2
                                    

Semua orang yang hidup di dunia ini memiliki alasan. Apa yang dikatakan buruk atau baik oleh orang lain yang sebenarnya mempunyai alasan kuat dibalik itu semua. Sama seperti Radja yang memiliki alasan. Sejak kejadian kemarin Ella kini mengerti alasan itu.

Ella awalnya tidak percaya, tetapi melihat pancaran mata Radja, Ella mengerti.

Segala sesuatu yang ada dalam diri kita tak harus dirahasiakan maupun diungkapkan. Ada saatnya rahasia akan terbongkar. Bisa jadi dengan sendirinya atau dengan dikatakan langsung oleh si pemilik rahasia. Rahasia tidak akan bertahan lama, kelak pasti sudah tidak menjadi rahasia lagi.

Jika sang pemilik sudah mengatakan pada orang lain, artinya dia telah percaya dengan orang tersebut dan berharap tidak akan menjadi bahan pembicaraan dari mulut ke mulut.

Radja belum sepenuhnya percaya pada Ella. Tetapi rasa percayanya kepada Ella lebih dari kepada Boy dan Rafi yang notebene nya sahabat Radja. Dan Radja berharap keputusannya tepat.

Kemarin, saat Radja mengajak Ella pergi ke sebuah panti asuhan yang bernama Pondok Harapan, ada alasan dibalik itu. Alasan Radja sedingis es di Antartika. Terutama alasan Radja dijodohkan.

Saat duduk di sebuah bangku, Radja memejamkan matanya lama lalu menghela nafas berat. Ella melihat raut wajah Radja yang tampak lelah. Ella tak pernah melihat Radja seterpuruk begini. Kalau mendengarnya sih pernah karena dua sahabat Radja dengan entengnya mengatakan kepribadian Radja yang masih belum mereka pahami saat Radja sakit beberapa hari lalu. Mungkin sama seperti Radja, dua sahabatnya juga mempercayai Ella.

“Gue gak tahu mau cerita dari mana.” Radja membuka matanya perlahan. Ella tak ingin menyela, kali ini ia akan menjadi pendengar yang baik.

“...gue bukan anak kandung bonyok.” mata Radja sudah terbuka, tatapannya sayu tidak tajam. Ella mengerutkan kedua alisnya tak mengerti maksud ucapan Radja tetapi tak ingin menyela.

“Gue diadopsi disini, di Pondok Harapan katanya waktu umur sekitar tiga tahunan. Waktu gue bayi, orang tua gue naruh gue di bak sampah dengan kalung bintang yang melingkar di leher gue.” Radja menarik napas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.

“Mama Dea yang menemukan gue saat beliau pulang dari kantor.” lama hening tampaknya cerita tersebut berakhir sampai disana, Ella masih belum mengerti dan ingin bertanya.

“Ehm.. Jadi maksudnya? Ehm anu lo bilang tinggal di Pondok Harapan sampai umur tiga tahun, tapi itu lo masih bayi dan yang menemukan Mama lo sekarang. Gue masih gak ngerti.”

Radja menggeleng tampaknya keheningan tadi adalah karena Radja masih mengingat-ingat.

“Nyokap gak bawa gue pulang ke rumahnya. Beliau menitipkan gue disini. Dua tahun kemudian terdengar kabar bahwa beliau tidak bisa mempunyai anak.”

“Beliau kembali kemari dan mengurus surat-surat pengadopsian gue.”

“Kak Radja tahu darimana semua itu?”

“Dari orang tua gue sekarang,” ucap Radja sambil tersenyum. Ella semakin tidak mengerti.

Radja terkekeh melihat muka konyol Ella saat tidak paham. “Kata mereka tidak ada rahasia yang harus disembunyikan dari orang tua kepada anaknya apalagi tentang identitas anak tersebut. Makanya mereka dari gue kecil udah memberi tahukan gue dan mereka sadar hal itu akan membuat gue begini.” Ella mengangguk paham.

“Jadi, itu alasan lo dingin?” Radja menggeleng dan lagi, Ella tidak paham.

“Udah sifat gue dari sononya kayak gini. Lagian yang bilang gue dingin itu karena mereka belum paham betul sama gue.”

Antarkita [Terbit] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang