Senin yang melelahkan dan melelehkan. Lelah untuk jasmani dan leleh untuk hati. Seperti senin biasanya, semua siswa-siswi dan para guru mengadakan upacara bendera. Setelah pengarahan bubar dari pemimpin upacara. Mereka semua berhamburan pergi ke kelas masing-masing. Saat hendak menyamai langkah dengan Aulia, tangan seseorang menarik Ella ke dalam dekapannya. Ella memaksa untuk keluar dari pelukan orang tersebut. Saat ia berhasil mendongak kan kepalanya, Ella menghela napas kasar.
“Apaan sih!” bentak Ella kepada Radja. Sepertinya urat malu Radja sudah putus sama seperti Ira. Padahal berpuluh pasang mata sedang melihat mereka tapi keluarlah sifat asli Radja di depan semuanya hingga mereka harus menutup mulut untuk tidak muntah.
“Panas?”
“Kalau panas jangan meluk!”
Radja berdecak sebal. “Maksud gue lo kepanasan gak?”
“Masih aja lo ngirit, kak. Gak panas kok gue kan hebat nyari barisan yang teduh.” Radja mengangguk lalu berjalan menuju tangga lantai dua dan disusul oleh Ella.
Tapi baru selangkah mereka berjalan seseorang menghadang mereka. Radja menatapnya dengan datar dan Ella dengan penuh ketakutan.
“Enak ya, habis upacara peluk-pelukan. Kalian kira ini dimana?” ucap Pak Barga—guru bimbingan konseling—.
“Maaf pak. Ini kami mau ke kelas,” ucap Radja enteng lalu pergi menaiki tangga.
Ella hanya menggeleng melihat kelakuan Radja. Kesannya sih hormat tapi ya gitu gak enak banget didengernya.
“Sana belajar yang bener biar anak kita pinter turunan emaknya.”
“Dih. Paan sih lo?”
Radja melambaikan tangan lalu hilang di tangga naik ke kelas dua belas. Setelah melihat Radja benar-benar menghilang, barulah Ella tersenyum. Wajahnya merah merona. Jantungnya berdegup kencang tak beraturan.
“Aduh kak Radja jangan gitu dong. Senyum lo jangan keseringan. Bisa diabetes, serangan jantung, pipi merah-merah. Ah lo penyakit buat gue deh! Sekaligus jadi obatnya,” gumam Ella pelan lalu masuk ke kelas nya.
Dari balik tangga senyum Radja tercetak sempurna. Harinya akan berlangsung baik hari ini.
Pangeran Es
Pulang nanti tungguin gue. Jenguk mama di Rs.Anda.
Rumah sakit? Mama
Dea kenapa??Pangeran Es
Cuma ngecek kandungannya.Anda.
👍“Pstt...gue ke rumah lo nanti ya? Sekalian mau main sama Ira,” bisik Aulia.
“Eh iya gue lupa ada Ira. Lo ke rumah aja titip salam buat Ira bilangin gue pulangnya agak malem.”
“Mau kemana lo? Apel?” tebakan yang tepat sasaran.
“Enggak. Nganter Mama Dea ngecek kandungannya.”
“Cie belom apa-apa udah manggil Mama aja nih. Uhsheup!” Ella memutar matanya malas dan kembali fokus pada guru yang sedang mengajar di papan tulis.
“Pstt gue ke sana sama kak Bella ya? Biar ada temen gitu.” Ella mengendikan bahunya. “Terserah. Mau lo ngajak satu kelas ini gak papa gue mah selow!”
***
Sesuai rencana, Ella dan Radja pergi ke rumah sakit. Biasanya diperjalanan tak ada yang membuka suara tapi kali ini, Ella dan Radja seperti berbalap-balapan mengatakan sesuatu. Dari hal yang tak penting dan tak menarik menjadi hal yang berharga.
Namanya juga cinta pertama, akan kah sampai menjadi cinta terakhir?
Emang sih jodoh gak kemana, semasa itu bersenang-senanglah dengan jodoh orang lain. Karena jodoh kita pun pasti sedang dijaga orang. Misal sampai tua masih bersama ya itulah jodoh kita.
Setelah menemani cek kandungan dan berkata bahwa perjodohan akan dilanjutkan yang Dea sampai histeris di rumah sakit—salah memang mengatakannya di rumah sakit— Radja meminta ijin untuk mengantar Ella pulang. Awalnya Radja tak mau, ia ingin jalan-jalan di taman dulu tapi Ella tak enak dengan Ira maka dari itu Radja mengantar Ella sampai di rumahnya.
“Kak kok gue bisa suka sih sama lo?” tanya Ella saat mereka sudah berada di dalam mobil.
“Trus lo?” tanya Radja yang menghadapkan ke jalan raya sesekali tersenyum menoleh ke arah Ella.
“Dih. Nanya balik!”
“Oh.. I know! Lo suka sama gue karena gue bikin lo jantungan, diabetes, pipi merah-merah. Trus gue juga obatnya makanya lo jadi nempel sama gue, ya kan?” pipi Ella seketika berubah menjadi merah semerah tomat. Malu, Ella tak menyangka ucapannya didengar oleh Radja.
“Gak ya!” Radja terkekeh sendiri.
“Karena cinta itu gak ada alasan,” ucap Radja beberapa menit setelah hening.
“Halah. Nonton Drakor ya lo?” Radja menggeleng. Ella mengangguk.
“La.” Ella menoleh ke arah Radja lalu menaikan sebelah alisnya.
“Kamu cantik.”
Ella memegang pipinya yang terasa panas, jantungnya berdenyut tak karuan. Nyawa Ella terasa melayang. Tidak! Ia tidak boleh terlihat seperti ini di depan Radja.
Beruntung Radja tak menghiraukan pipi merah Ella.
“Lo keren, ganteng, baik—”
“Udah tahu.” Radja tersenyum ke arah Ella.
Lengkap! Setelah penyakit jantung dan pipi yang memanas sekarang Ella diabetes.
Dengan gerak cepat Ella membuka pintu dan berlari tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Senyum Radja tercetak sempurna, lagi.
Ella berlari hingga sampai di depan kamarnya, dengan senyum ia membuka pintu tersebut.
“Hosh..hoshh alo epibadih!” teriak Ella.
“Abis ngapain? Dikejar anjing kompleks?” tanya Ira yang memakai masker wajah berwarna hitam.
“Astagfirullah!” Ella menoleh ke belakang dan sekarang setelah menemukan wajah Ira yang seram, Ella malah menemukan Aulia dengan masker wajah berwarna yang sama.
“Astagfirullah! Ampuni hambamu Tuhan!” Ira dan Aulia saling tatap lalu tertawa bersama.
“Yaelah muka cantik gini ya subhanallah bukan astagfirullah Ella.” tawa Ira dan Aulia semakin pecah saat melihat muka datar dari Ella.
“Bodo amat lah!”
“Ngapain lo lari? Diapain sama doi?”
“Gue cuma lari dari kenyataan doang kok,” ucap Ella sambil tersenyum dan merebahkan dirinya di kasur.
Aulia dan Ira saling pandang lalu saling menggeleng.
Ira sangat senang karena Ella udah gak jomblo lagi. Ira sangat berharap Radja tak akan memperlakukan Ella seperti Bimo dulu.
TBC.
160520
Ailavutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antarkita [Terbit] ✔
Teen Fiction04in-schoolstory-140620 [Hapus sebagian untuk kepentingan penerbitan] Untuk apa adanya perjodohan, pertemuan lalu peninggalan dan perpisahan? Jadikan sebagai pelajaran, perjalanan hidup untuk kedepannya. Masa lalu bukan untuk dikenang apalagi dikeka...