25. Sedikit Lagi.

192 26 1
                                    

Benar saja, setelah beberapa menit Ella pulang dan sampai di rumahnya, sebuah ketukan pintu menyusul. Ella saat itu sedang berganti pakaian jadilah Mamanya yang membuka pintu.

“Eh Radja? Masuk-masuk, Ella baru aja pulang mungkin lagi ganti baju.”

Radja tersenyum tipis sedangkan Ersay tersenyum selebar mungkin membuat kerutan di dahi Fatin muncul.

“Ehm ini siapa?”

“Saya Ersay tante.” Fatin tersenyum sambil mengangguk dan mempersilahkan mereka duduk.

Fatin menaiki tangga, mengetuk pintu kamar Ella.

Tok tok tok

“Sayang, Radja sama Esai nyariin nih.” Ella membuka pintu kamarnya, ia sudah berganti dengan pakaian santai.

“Ersay mah.”

“Ya apalah itu. Dia siapa? Cantik banget.” Ella mengendikan bahunya acuh lalu menuruni tangga.

“Jadi juga kalian datang,” ucap Ella tanpa tersenyum. Ersay pun menjadi kikuk.

“Kita keluar.”

“Ah? Maksudnya?”

“Kami mau ngomong, bisa kita keluar,” ulang Ersay dengan kalimat yang lebih enak daripada yang Radja lontarkan.

Ella mengendikan bahunya acuh.

“Mah, Ella keluar sebentar yah.”

“Iya, hati-hati.”

Mereka kini berada di mobil. Dalam hati Ella merasa sangat kesal. Kursi depan yang biasanya ia duduki di samping Radja diambil alih oleh Ersay. Memang siapa Ersay bisa membuat Ella seperti ini? Ingin sekali Ella mengeluarkan umpatan kata kasar sekarang, atau mungkin berteriak sekencang-kencangnya.

Mereka akhirnya tiba, Ella merasa tak asing dengan tempat ini.

Radja yang merasa Ella tak ingat, berjalan di sebelah Ella.

“Pikun.” Radja menyentil kening Ella yang membuat empunya meringis kesakitan.

“Rumah pertama gue,” sambung Radja kemudian.

Ah iya Ella baru ingat.

Walau ia merasa aneh berada diantara mereka berdua, Ella tetap mengikuti mereka masuk ke dalam rumah tersebut.

Tok tok tok

“Eh kalian.” bukan Dina yang keluar melainkan seorang wanita yang mungkin sudah menginjak umur sekitar lima puluh tahunan.

“Ayo masuk...”

Tampak nya wanita tersebut tak melihat Ella.

“Mau dibuatin apa?”

“Enggak usah Bunda, kami ke sini cuma minjem tempat,” ucap Ersay.

Ella mengingat kembali. Dulu Dina pernah mengatakan tentang Bunda-Bunda itu kepada Radja. Mungkin beliau lah yang mempunyai Panti Asuhan ini.

Bunda tersenyum ke arah Ella dan disambut senyum kikuk oleh Ella. Radja mundur dan berbisik kepada Ella.

“Bunda tahu lo, Ella.” Ella mengangguk lalu maju berniat menyalami Bunda. Bunda menerima dengan uluran pelukan. Sungguh Ella dibuat nyaman.

Masih terdapat banyak anak-anak yang sedang bermain di halaman bawah, kini mereka bertiga duduk di sebuah bangku kayu.

Wajah keduanya tampak tak dalam suasana bercanda, Radja dan Ersay tampak sangat serius hingga Ella harus menelan saliva beberapa kali.

“Ella karena kak Radja percaya sama lo, gue juga percaya. Maka dari itu, kami ingin memberitahu lo sesuatu.”

“Kalau kalian mau bilang tentang, kalian pacaran kek, kalian saling suka kek atau kalian saling cinta. Gak perlu gue udah tahu,” sahut Ella ketus.

Ella tampaknya marah, Radja dan Ersay terkekeh membuat amarah Ella semakin meledak.

Ni dua orang napa sih? Dirasukin pohon jambu di sebelah mereka? -batin Ella.

“Kenapa lo marah?” tanya Radja.

“Si..siapa yang ma..marah?” senyum tercetak dibibir tipis Radja disusul dengan Ersay.

You know? We're brother sister,” ucap Radja sekali tarikan napas.

“Tunggu, jangan bilang selain pikun gue juga budeg.” Ella tampak bingung.

“Gue yang akan ceritakan, ya kak?” Radja mengangguk.

“Ella, kami adalah saudara. Sebelumnya lo tahu kan, kak Bin—Radja maksudnya bukan anak dari tante Dea dan om Agas?” Ella mengangguk.

“Gue adalah bulan, dan lo tahu kakak adalah Bintang. Nama anak-anak disini simple seperti Pelangi, Angkasa, Senja, Mawar, Melati dan lainnya.”

“Sebelum kakak diadopsi, gue lebih dulu diadopsi oleh orang campuran. Gue selama ini tinggal di Paris. Sebenarnya niat utama gue kesini adalah bertemu calon kakak ipar tetapi kayaknya gue juga nyaman tinggal di Indonesia.”

“Biar gue luruskan, kalian saudara kandung yang terpisah karena diadopsi oleh keluarga yang berbeda?” Radja dan Ersay mengangguk. Ella menghela napas lega yang membuat senyuman itu terukir lagi.

“Kenapa lo kayak lega gitu? Cemburu karena gue deket sama adik sendiri?”

“Dih. Ge-er. Oh iya Er eh Say, gak enak banget manggilnya Say, dikira lesbi ntar.” Ella terkekeh disambut tawa dari Ersay.

“Terserah sih mau manggil apa.”

“Oke, tapi Er gue gak bakal jadi kakak ipar lo. Ada sebuah perjanjian.”

Ah sial. Umpat Radja, ia lupa menceritakan betapa ngenesnya perjanjian yang bodohnya disepakati oleh dirinya sendiri.

“Perjanjian?” tanya Ersay.

“Kita cuma pura-pura aja.”

“Ih kok gitu! Gak asih ah. I hope you will marry later.

Radja hanya bisa terdiam dalam kekosongan. Merutuki dirinya yang sangat bodoh. Ella hanya menggeleng sambil tersenyum.

Radja maju selangkah membelakangi Ella dan Ersay. Matanya menatap ke arah pemandangan depan, tangannya mengepal.

“La... Gue.. Kita bisa hilangin perjanjian itu? Gue suka sama lo.” Radja mengucapkannya lirih, berharap jawaban baik yang akan diterimanya.

Tidak. Tak ada jawaban hingga seseorang menepuk pundak Radja. Radja menoleh, hanya Ersay yang ada. Ersay menatap Radja dengan tatapan tak terdefinisikan.

Radja gagal? Ia telah ditolak?

Ersay menggeleng lalu tersenyum.

“Saat lo maju tadi, Pelangi dateng trus narik Ella, kayaknya Pelangi ngajak Ella ke atap.”

She will not refuse. Believe me. Do the plan I made a few days ago. lanjut Ersay.

Radja menghela napas. Berat sekali rasanya. Inilah karma nya karena telah mengacuhkan cewek-cewek.

Can I? Radja bertanya dengan nada pasrah.

Ersay mengangguk. “I know you can. senyum bahagia tercetak di wajah tampan Radja. Mereka berpelukan saling menyemangati.

TBC.
030520
Ailavutu.

Antarkita [Terbit] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang