21. Selamat Menjadi Kakak, Kak Radja!

212 29 3
                                    

“Nyokap masuk rumah sakit.” Radja mengatakannya tanpa ekspresi membuat Ella menjadi takut.

Ia takut. Segala hal yang berbau rumah sakit.

“Ihhh lo ini gak berbakti amat ya jadi anak!” Ella menarik telinga Radja sampai Radja meringis.

“Aduhh lepasin!”

“Ayo cepet ke rumah sakit!”

Ella berlari menuju lemari nya mengambil sebuah jaket dan masker. Tetapi Radja tak bergeming dari posisinya.

“Kok diem?” tanya Ella kepada Radja yang sekarang malah memeluk guling nya.

“Duduk dulu, sebelum kesana gue mau ngomong takutnya lo terkejutnya disana. Ntar gue dikira maling pasien rumah sakit jiwa.” Ella berdecak lalu duduk di sebelah Radja untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh lelaki tersebut.

“Nyokap hamil tiga bulan.” Ella tak bisa tak terkesiap karena ucapan Radja.

"Beneran? Bohong dosa lho! Sekarang bukan april mop kan?" Radja menggeleng.

"Lo aja kagetnya segitu apalagi gue."

"Selamet yak! Lo punya adik kak."

"Hmm gue berpikir, apakah gue masih pantes ada diantara mereka? Impian bonyok adalah punya anak dan sekarang terkabulkan walau sangat terlambat. Trus fungsi adanya gue apa?" Ella mencubit tangan Radja geram.

"Lo apaan sih! Kayak anak kecil yang cemburu saat punya adek. Gue yakin Mama Dea dan Om Agas bakalan tetap sayang dan cinta sama lo tapi nanti cinta dan sayang itu akan terbagi dengan adek lo." Radja tersenyum. Memang benar jika ia membicarakan ini dengan Ella. Rasanya hangat menjalar ke seluruh tubuh Radja. Mataharinya sekali lagi mencairkan nya.

"Yaudah nunggu apa lagi? Ayo!" Radja mengangguk lalu mengambil kunci motor nya di nakas.

"Pake motor, gapapa kan?" Ella mengangguk.

***

Setelah dari rumah sakit, Radja mengantar Ella pulang ke rumahnya.

Tadi saat berada di rumah sakit, tanpa sengaja mereka berdua bertemu dengan Bella. Beruntung saat itu Ella memakai masker dan jaket jadi tidak terlihat siapa dia sebenarnya dan juga Bella tidak mencurigainya. Bella buta saat ada Radja.

"Keren ya! Tuhan memang memberi kejutan yang dahsyat." Dibalik helm, Radja tersenyum.

"Enaknya dikasih nama siapa ya?" Ella bukan bertanya kepada Radja melainkan kepada dirinya sendiri dan Radja tahu itu.

"Spesial gitu apalagi kembar. Boleh ya gue mampir terus ke rumah lo nanti setelah mereka lahir kak?"

"Emang kita masih sama-sama?" pertanyaan Radja membuat Ella bungkam.

Mungkin saja saat adik kembar Radja lahir, Ella tidak akan pernah bertemu Radja lagi. Selain karena Radja akan kuliah, mungkin saat itu perjodohan ini sudah selesai.

"Iya dong! Masih tetep berteman kan kita?"

"Oh iya, ternyata Cinta juga dijodohin." Radja mengganti topik.

"Haah?" Ella tampaknya salah dengar.

"Tadi ada cowok dateng ke rumah lo trus nyuruh Cinta pulang makanya mood abang lo berubah jelek."

"Positif thinking aja mungkin itu kakaknya."

Jika yang sebenarnya yang dikatakan Radja adalah benar. Karma Vino is real.

Vino tak seperti Ella. Ella yang selalu ketakutan, Vino selalu berani. Ella yang tak bisa bergaul dengan lawan jenis, Vino yang dengan mudahnya bergaul dengan lawan jenisnya. Sebelum pindah, banyak cewek yang datang ke rumah. Ella tak habis pikir dengan kelakuan kakaknya itu. Semua cewek dipermainkan kecuali Mama dengan Ella. Jika masalah mereka berdua, Vino akan sangat tegas.

Dan tentang Mamanya Radja. Beliau telah hamil sekitar tiga bulanan dan keluarganya tidak tahu. Kata Radja, Mama Dea setiap hari mual-mual tapi tak ada yang mengetes atau mengira akan kehamilan. Mereka mengira Mama Dea sakit pusing karena kelelahan bekerja. Saat di rumah sakit, Mama Dea harus menginap sementara karena melihat kondisi janin yang sudah melewati hampir tiga bulan tanpa pemeriksaan rutin apalagi bayi ini adalah kembar.

Tapi yang Ella sayangkan adalah Radja. Benar juga perkataan Radja, jika nanti lahir adiknya apakah kedua orang tua Radja masih menyayanginya sama seperti dulu?

Tapi lebih disayangkan lagi, yang pastinya Ella disaat itu sudah tak sedekat ini dengan Radja apalagi keluarganya. Ella tak akan bisa melihat keluarga yang didamba-dambakan dari dulu. Ella hanya berharap, semoga saja Radja dan keluarganya tidak mengalami keretakan.

Setelah mengantar Ella pulang, Radja kembali ke rumah sakit menemani Mama Dea.

"Hai boy! Are you happy? " tanya Mama Dea saat melihat Radja dibalik pintu.

"Are you happy, mom? " tanya Radja mengulangi pertanyaan mamanya. Mama Dea menganggukkan kepala sambil tersenyum.

"Very very happy! " ada rasa hangat menjalar ke tubuh Radja, ia bahagia jika wanita yang berada di depannya bahagia. Mereka memang tak ada ikatan darah ataupun daging, tapi sebuah kebahagiaan saja sudah cukup.

"More. " Radja tesenyum, senyuman yang amat tulus.

"Papa?" tanya Mama Dea.

"Tadi katanya mau ke cafetarania, ngopi bentar." Radja mendekat, berbisik di telinga mamanya.

"Kata papa kopi di sana gak seenak buatan Mama."

Blush.

Radja terkekeh melihat wajah merona mamanya. Ternyata sampai tua pun rasa itu masih ada. Malu-malu karena pasangan sendiri. Memang benar definisi bahagia itu sederhana. Sesederhana ini, cukup seperti ini.

"Mom, are you like it? " Mama Dea nampak berpikir. Pertanyaan itu ambigu. Tapi Dea merasa pertanyaannya menjerumus kepada seseorang.

"Radja, semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kalau kamu suka, Mama juga suka. Ella adalah cewek pertama yang mencairkan hatimu?" Radja tak merespon, kini ia duduk di sofa yang sudah disediakan.

Radja memijat keningnya. Semua kejadian tadi membuatnya bungkam. Radja sadar, ia bukan prioritas Ella. Kemungkinan besar Ella menyukai Haikal dan Haikal pun memiliki perasaan yang sama.

"Maybe. "

Tapi semakin kesini perasaan Radja menjadi campur aduk. Melepaskan memang bukan hal yang terbaik tetapi mempertahankan bukan hal bagus juga. Hidup Ella sudah bahagia, itu cukup. Semua orang telah bahagia itu sangat cukup.

Maaf La, mungkin kedepannya gue bakalan egois.

TBC.
250420
Ailavutu.

Part nya pendek? Besok kan update lagi ya beb, jadi segini dulu :)

Antarkita [Terbit] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang