18. Vino Kena Karmanya.

240 26 2
                                    

“Lama banget ya?” tanya Ella saat mereka berdua tengah berada di dalam mobil. Acara makan itu gagal karena Ella dan Cinta yang tak kunjung datang dan alhasil mereka ngambekan kecuali Vino dan Cinta. Vino tak akan bisa marah kepada Cinta, memang apa haknya? Temen aja enggak apalagi pacar?

“Ih kak Radja! Jangan ngambek ah serem tahu! Apalagi kit——a ada di kuburan?” Ella tak menyadari ini karena ia sibuk mengajak Radja yang ngambek untuk berbicara.

“Samping lo.”

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA—Hmmmmm...”

“Udah kali! Ntar yang lagi tidur cantik di bawah tanah pada bangun denger suara lo.”

Tok tok tok

Seseorang tampaknya mengetuk kaca sebelah Ella, tubuh Ella terpaku, ia ingin menutup matanya namun tak bisa, Ella hanya bisa menggenggam tangan Radja kuat-kuat.

“Berisik!”

“Lo kenapa, La?”

Ternyata yang mengetuk kaca mobil Ella adalah Cinta. Saat ini mereka berhenti karena sedang berada di lampu lalu lintas yang menyalakan warna merah.

Suara kekehan kecil terdengar di dudukan pengemudi. Radja tertawa.

“Ih kalian ngagetin.” Vino dan Cinta menyusul tawa, lebih kerasnya lagi si Vino yang mengulang mengetuk-ngetuk kaca mobil Ella.

“Bodooo!”

Mereka kembali melajukan kendaraannya saat lampu berubah menjadi hijau.

“Gapapa deh yang penting lo gak ngambek,” ucap Ella sambil menghela napasnya capek mungkin karena membujuk Radja.

“Siapa bilang?”

“Ehhhh?”

Radja menoleh ke arah Ella sekejap sambil ternyum lalu mengacak rambut Ella.

“Itu waktu kena, gapapa kan?” ada nada khawatir yang terdengar di suara Radja.

“Gapapa sih, gak panas-panas amat.”

“Bukan lo! Tapi bajunya!”

“TAI.” Radja kembali tertawa karena melihat Ella yang mulai sebal dengannya.

Dan tepatnya mereka kini telah berada di depan gerbang rumah Ella. Tak ada kata apapun sampai mobil hitam pekat itu sudah hilang ditelan belokan. Sekali lagi, bibir ranum Ella bergerak naik. Ia tersenyum mengingat apa yang dikatakan Cinta padanya saat berganti pakaian.

Ella menaiki tangga satu persatu sambil mengucap kan kata setiap pijakannya.

“Suka.”
“Enggak.”
“Suka.”
“Enggak.”
“Suka.”
“Enggak.”
“Suka.”
“Enggak.”
“Suka.”
“Enggak—lho kok enggak sih?” Ella turun kembali lalu memulai lagi dengan kata ‘enggak’ dan sampai pada tangga paling atas yang pastinya kata ‘suka’ Ella melompat girang lalu berjalan menuju kamarnya.

Tentang percakapannya tadi bersama Cinta adalah membahas puisi yang mungkin punya Radja.

“Kira-kira maksudnya apa ya kak?” tanya Ella kepada Cinta yang mencuci tangannya di wastafel.

“Mana liat?? Emang apa sih?”

“Ihh itu tangannya dilap dulu dong.”

“Iya-iya bawel ah.” setelah mengelap tangannya dengan tisu yang sudah disediakan disana, Cinta mengambil surat yang sudah hampir robek mungkin karena terlipat-lipat. Disana tertulis sebuah puisi yang seperti ucapan kekesalan. Tampak dari kata yang tertulis pada baris pertama.

Antarkita [Terbit] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang