Periksa lagi

3.6K 162 10
                                        

Ruangan dokter itu nampak sejuk di mata. Nuansanya putih, dengan wallpaper abstrak. Minimalis namun elegan. Di salah satu wall-nya terdapat beberapa poster mengenai kehamilan dan persalinan.

"Wah akhirnya papanya ikut juga ya. Silakan duduk." Dokter cantik itu menyambut kedatangan mereka malam itu.

Andra menarikkan kursi untuk Reisa duduk. Sekalipun perutnya belum terlalu besar, wanita itu terlihat agak kesulitan saat berdiri dan duduk. Mungkin merasa kurang nyaman.

Dokter ini tau cara menyenangkan pasien dengan sikapnya yang ramah dan bersahabat. Walaupun sesuai permintaan dari papanya untuk berpindah-pindah dokter, Reisa memilih kembali ke sini untuk melakukan pemeriksaan.

"Gimana Ibu, apa yang dirasakan di trisemeter kedua ini, apa merasa lebih baik?" Dia memulai pembicaraan dengan menanyakan kondisi Reisa. Pembawaannya yang tenang itu membuat Reisa merasa senang, dia tidak sungkan untuk menceritakan keluhannya selama kehamilan.

"Sedikit lebih baik. Mual muntahnya berkurang. Ngggg ... cuma itu dok, kenapa saya jadi sakit gigi, terus kalau cuaca dingin kadang suka mimisan."

Andra tersentak. Kenapa Reisa tidak bilang?

"Kok lu ga ngasih tau gue, kenapa selama ini diam aja?" Raut wajahnya terlihat setengah marah. Antara kesal dan khawatir dengan keadaan istrinya. Andra selalu memantau perkembangan Reisa melalui Inah. Seingatnya, Inah belum ada memberitahu tentang ini.

Dokter Andini hanya terdiam memperhatikan pertengkaran suami istri ini.

"Baru ngerasain ini beberapa hari. Lagian juga kan, mau sekalian periksa, jadi mending tanya dokter aja langsung." Tenang sekali saat menjawabnya. Jika dia terpancing emosi, yang ada malah terjadi keributan disini.

Tidak etis rasanya.

"Iya, tapi paling engga kan ...."

Ehem! Suara batuk menghentikan perdebatan mereka.

"Ayo ibu, kita periksa dulu." Dokter itu akhirnya bersuara.

Reisa menarik napas lega. Untung saja tidak jadi ribut. Alangkah malunya jika sampai itu terjadi.

Seperti biasa, dia berbaring di bed pasien. Diberikan gel periksa dan dokter Andini sudah siap sedia melakukan tindakan.

Andra menolehkan wajah. Tak kuat memandangnya. Apalagi Reisa terlihat tidak senang. Wajahnya cemberut saat kedapatan melihat Andra sedang tersenyum melihat perutnya. Jadilah, matanya fokus menatap layar. Sesekali mencuri-curi pandang, melirik ke arah tempat bayinya yang sedang bersemayam.

Anakku ada disitu. Dia tumbuh dan berkembang.

"Nah ini dia ibu, bapak. Coba lihat."

Wajah Andra berbinar bahagia. Dia kecil sekali. Kecil belum ada segenggaman tangannya. Dokter Andini melanjutkan pemeriksaan.

"Itu tangannya?" Andra menunjuk sesuatu yang nampak di layar.

"Iya, Bapak. Kalau yang ini kakinya."

"Wah lucunya." Mata Andra mengerjap-ngerjap. Masih tak percaya bahwa disana ada sebuah kehidupan yang sedang Tuhan titipkan untuk mereka.

Dokter itu tertawa kecil melihat kelakuannya. Biasa sih, pasien yang lain juga begitu. Selalu exited jika melihat bayi mereka. Hanya saja, dia merasa ada sedikit kejanggalan dari pasutri ini. Berbeda dari pasiennya yang lain. Biasanya yang datang periksa sangat romantis. Tapi mereka berdua ini, agak berbeda.

Si istri -Reisa- sama sekali tidak mau disentuh oleh si suami -Andra-. Oleh karena itulah si mama -Inah- juga ikut masuk kedalam. Membantunya berjalan, karena sepertinya agak kesulitan walaupun perutnya masih kecil. Setelah mengantar mereka, si mama -Inah- meminta ijin untuk segera meninggalkan ruangan. Aneh kan?

Sahabatku, SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang