Ragu

3.4K 156 9
                                    

Wanita itu mematut diri di cermin. Sudah dari satu jam yang lalu, sejak awal dia berdandan dan berganti-ganti pakaian.

"Ini ga cocok sama acara."

"Ga matching sama tas dan sepatu."

"Kalau yang ini terlalu ketat."

"Perut sesak."

"Ibu hamil jangan pake gaun seksi."

Berkali-kali dia berguman dalam hati sambil mengeluarkan satu persatu baju di dalam lemari. Mencoba memadu-madankan. Mengulang-ulang itu saja sejak tadi.

Ah, Perempuan memang rempong!

Akhirnya, dia mengambil sebuah dress sederhana yang masih muat di tubuhnya.

Andra juga, kenapa malah memberi tahunya mendadak. Dalan keadaan begini, mana sempat dia mencari gaun untuk pesta. Berjalan sebentar saja sudah lelah. Padahal kandungannya belum terlalu besar, masuk mingu ke dua puluh.

"Udah cantik kok, Non." Inah muncul di balik pintu. Sebelum masuk, dia mengetuk pintu dahulu. Sekalipun Reisa tidak keberatan, Inah tetap memposisikan dirinya dan tau diri.

"Tapi ini terlalu sederhana, Bik. Aku kan malu. Masa' Andra bawa istri di pesta penampilannya kayak gini."

"Udah, engga apa-apa. Non itu udah cantik, penampilannya sederhana juga ga masalah. Tetap cantik." Inah membantu Reisa merapikan rambut. Reisa menggelung rambutnya ke atas. Memberikan sebuah jepit rambut.

Make-up juga sederhana, simple. Namun itu justru membuatnya nampak semakin anggun. Berkelas. Terakhir dia mengoleskan lipstik berwarna peach untuk melengkapi penampilannya Selesai.

"Andra udah siap, Bik?"ucapnya, sambil meletakkan kembali peralatan make-upnya. Mematut diri sekali lagi untuk memastikan. Sudah pas, siap berangkat tuan puteri.

"Udah dari tadi nungguin. Kasian dia bolak-balik."

"Oh". Dia menutup mulutnya.

Sebenarnya sih, dia malu bertemu Andra. Bagaimana ya, kali ini mereka akan pergi berdua saja. Canggung dan segala macam perasaan bercampur aduk. Apalagi nanti dia akan diperkenalkan kepada orang banyak.

Kenapa harus malu? Bukankah kalian ini pasangan halal. Ayolah Reisa. Jangan terlalu banyak menimbang. Dia menunggumu di bawah.

"Ya udah, Bik. Ayo temenin aku."

"Non sendirian ya. Bibik masih ada kerjaan di dapur. Ini tadi den Andra nyuruh bibik manggil. Takut telat."

"Tapi, Bik ... "

Inah memegang tangan Reisa. Dia tau ada keraguan dari sinar mata wanita itu. Reisa masih takut. Trauma itu belum sepenuhnya hilang. Masih ada berbekas dan lama akan hilang.

"Non. Kasian den Andra. Udah berusaha apa aja buat nyenengin Non Rei. Bibik ga tega ngeliatnya."

"Maksud bibik apa?"

"Non, selama ini yang suka beliin makanan macem-macem waktu non Reisa ngidam kan, Den Andra." Ups! Inah keceplosan.

"Beneran?"

"Iya. Apalagi kalau yang malam-malam. Si Nok kan kalau sore balik ke rumah aden yang lama. Kalau siang baru dia yang beli." Akhirnya Inah membuka sedikit tabir rahasia.

Jadi, selama ini?

"Kok bibik bohong?" Raut wajahnya berubah. Merasa tidak suka.

"Den Andra yang minta di rahasiakan. Dia ga mau non Reisa tau."

"Kenapa?"

"Takut dimarahi. Dulu waktu awal kan non sama sekali ga mau berhubungan sama aden." Inah memandangnya dengan wajah ketakutan.

Sahabatku, SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang