3. Dua Lelaki

3.8K 175 6
                                        

"Masuk ke dalam, yuk. Di sini dingin."

Bisikan dan hembusan napas suara Andra di telinga Reisa, membuat wanita itu  merinding.

"Rei ..."

Sebuah kecupan lembut menyapa pipinya. Reisa menunduk. Setetes air matanya jatuh.

Andra melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu. Ingin merengkuhnya dalam pelukan, tapi tak punya nyali.

Terlalu naif jika dia mengharapkan sesuatu yang manis dan intim walaupun saat ini status mereka halal.

"Sayang ...." Dengan sigap Andra menariknya ke dalam pelukan saat isak tangis mulai terdengar.

Andra mengusap kepala Reisa sambil sesekali mencium pucuknya. Kata maaf yang beribu kali dia ucapkan, tak akan mampu mengubah keadaan. Sekalipun saat ini mereka telah mengikat janji, dia hanya memiliki tubuh Reisa, fisiknya. Bukan hati apalagi cintanya.

Reisa memasrahkan diri dalam pelukan lelaki itu. Apa yang bisa dia perbuat saat ini? Tidak ada! Selain menerima semua takdir yang telah Tuhan tetapkan.

Lama mereka berpelukan dalam diam. Hal yang dulu biasa tapi sekarang terasa sangat canggung untuk dilakukan. Andra membiarkan Reisa menumpahkan segalanya dalam dekapan dadanya yang hangat.

Ketika Reisa sudah mulai tenang, Andra menggendongnya. Masuk ke dalam kamar mereka. Kamar indah yang di penuhi hiasan dengan bunga-bunga cinta. Kamar yang seharusnya menjadi impian semua wanita yang baru menikah.

Dengan pelan dia meletakkan tubuh mungil itu ke ranjang. Menarik selimut dan mematikan lampu.

Andra memilih keluar. Meninggalkan Reisa dalam tangisnya. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk saat ini. Berada di dekat wanita itu hanya akan menambah lukanya.

Sebuah tepukan bersarang di bahunya. Andra menoleh.

Om Wisnu. Papa Reisa. Papanya!

"Belum tidur, Ndra?" Suara itu tenang sekali. Seperti tidak ada beban.

"Belum, Om." Jawabnya singkat. Tak tahu harus bicara apa. Apa pun yang pernah Ia lakukan tidak hanya melukai Reisa tapi juga lelaki gagah di sampingnya.

"Rei, masih nangis?" Wisnu menelan ludah.

"Tiap kali Aku deketin." jawabnya.

Wisnu membuang muka. Sungguh hatinya sakit melihat lelaki ini. Lelaki yang bertahun-tahun dia percayakan untuk menjaga putrinya. Lelaki yang justru merusaknya.

Tapi hati Wisnu lebih sakit saat mengetahui kenyataan bahwa lelaki lain yang dia harapkan bisa menerima Reisa apa adanya justru menolak mentah-mentah untuk menikahi putrinya karena sudah cacat. Walaupun pernikahan sudah di rencanakan jauh hari.

Wisnu terkenang hari itu, saat dia datang dan memohon kepada Dimas untuk menolong mereka.

"Maksud Om, aku harus menikahi Rei?" Dimas berteriak lantang.

"Jika kamu memang mencintai Reisa, Nak."

"Reisa sudah kotor. Dia mengandung benih Andra. Anak itu hasil perkosaan. Apa aku yang harus menanggung semuanya?"

"Om rela melakukan apa saja kalau kamu bersedia." Dengan pengharapan yang besar Wisnu datang kepada lelaki ini untuk menolong putrinya.

Wisnu bahkan menekan harga dirinya demi kebahagiaan buah hatinya, karena hanya Dimas satu-satunya orang yang sangat mungkin mengobatinya.

Meminta Dimas untuk menikahi Reisa. Hari pernikahan sudah dekat, persiapan sudah matang hanya tinggal menunggu waktu.

"Maaf, Om. Aku ga bisa." Dia berlalu begitu saja meninggalkan Wisnu yang terdiam mematung.

Dimas menolak. Harga dirinya sungguh terluka atas apa yang telah Andra lakukan terhadap calon istrinya. Hatinya sakit atas semua yang telah terjadi.

Dia sudah menjaga semua dengan baik. Berkerja keras untuk masa depannya bersama Reisa, menyiapkan pernikahan impian, bahkan mempekerjakan seseorang untuk menjaganya. Namun, semuanya hancur.

Bisa saja dia melampiaskan emosinya dengan kekerasan. Tapi, dia memilih untuk tetap berpikir jernih. Dia memilih untuk pergi, meninggalkan tanah air, mengobati luka hatinya sendiri. Harga dirinya telah dilecehkan. Dia sudah tak punya muka untuk bertemu keluarga dan orang terdekatnya.

Wisnu tertunduk pasrah. Penolakan Dimas tadi membuatnya melakukan sesuatu yang seharusnya seorang ayah lakukan untuk putrinya.

Dia datang ke rumah tahanan itu. Bertemu dengan lelaki yang sudah menodai putrinya, meminta pertanggung jawaban. Jalan keluarnya hanya satu agar bayi itu tetap memiliki ayah saat dia lahir nanti. Itu bukanlah orang lain, haruslah ayah kandungnya sendiri.

Andra menyanggupinya, karena memang itulah yang diharapkannya sejak dulu, hanya saja tidak terucap.

* * *

"Biarkan saja dulu, Ndra. Jangan kamu sentuh." Kata terakhir yang Wisnu ucapkan itu penuh penekanan.

Andra tahu apa maksudnya. "Ga lah. Aku ngerti kok."

"Om juga lelaki, mengerti kebutuhanmu. Tapi untuk saat ini tolong jangan ganggu Reisa dulu. Biarkan dia tenang. Ini semua sangat sulit untuk di terima." Tepukan kedua di bahunya membuat Andra bergetar.

Ini peringatan keras, Bung!

"Iya, Om." jawabnya singkat.

"Kamu bersungguh-sungguh mencintai anakku?" tanya Wisnu.

"Sejak dulu. Tak pernah berubah karena itu aku selalu men semampuku. Hanya mungkin caraku mencintainya salah." jawab Andra mantap. Kali ini mereka berbicara sebagai dua orang lelaki yang mencintai satu wanita yang sama.

"Apa benar Dimas ..." Kata-katanya tertahan. Tak sanggup membayangkan saat Andra memaparkan bukti-bukti di hadapannya, sebelum lelaki itu mengatakan bawa dia siap bertanggung jawab atas janin yang di kandung putrinya.

Sakit hati dan kebencian dalam diri Wisnu kepada Andra belumlah hilang. Bahkan dia tak sudi dipanggil papa, sekali pun Andra sudah resmi menjadi menantunya.

Dia membawa kasus ini ke ranah hukum. Andra sempat mendekam di balik jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Tapi, ketika hasil tes dari rumah sakit menyatakan bahwa Reisa hamil akibat dari perbuatan lelaki itu, dia menyerah. Membunuh calon bayi di dalam kandungan putrinya sama saja dengan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Membiarkan bayi itu lahir tanpa ayah juga akan membuat nama besarnya tercoreng. Dia tidak mau.

Wisnu menghentikan proses hukum, menikahkan mereka, dan mengikhlaskan semuanya. Memaafkan Andra dengan perjanjian bahwa ketika bayi itu lahir, dia harus berpisah dengan Reisa, tanpa alasan apa pun, tanpa terkecuali.

"Iya. Aku udah ngejelasin sama om waktu itu. Aku juga udah bilang ke Reisa berkali-kali. Tapi ga ada yang percaya sama aku. Dimas ga sebaik yang kalian kira."

"Aku merestui kalian dengan perjanjian yang sudah kita sepakati. Ingat itu!"

"Tapi aku ga akan ninggalin Reisa sama anakku sampai kapan pun."

Dua lelaki itu saling menatap tajam. Mengukur kekuatan satu sama lain. Mereka sama kuat, karena mereka sama-sama seorang ayah. Lelaki sejati akan melindungi keluarganya, bahkan jika harus bertaruh nyawa.

Wisnu tersenyum, bukan kalah atau mengalah, tapi ingin melihat, sejauh apa kesungguhan lelaki di hadapannya ini. "Kalau begitu, buktikan!" Dia melangkah pergi meninggalkan Andra yang masih berperang dengan batinnya sendiri.

"Aku akan pertahankan mereka. Ga akan aku biarkan om memisahkan kami." Andra membalas senyuman Wisnu.

Gamang dia menatap hamparan rumput luas di hadapannya. Rumah ini, yang akan mereka tempati sampai Reisa melahirkan bayinya.

Tugasnya sekarang sangatlah banyak. Menyembuhkan luka yang sudah dia toreh. Mempersiapkan diri menjadi seorang ayah. Merebut kembali cinta istrinya.

Menepati janjinya kepada Wisnu untuk membahagiakan Reisa.

Janji sebagai seorang lelaki.

Sahabatku, SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang