Reisa berjalan menuju dapur. Pagi-pagi melek mata, perutnya terasa lapar. Saat keluar kamar, terciumlah bau nasi goreng yang menggugah selera.
"Bik, laperr ..."
"Non duduk dulu. Bentar lagi mateng kok." Inah memotong beberapa bahan. Tangannya sangat cekatan dan terlatih mengerjakan semuanya.
"Bikin nasi goreng apa, Bik?"
"Sosis. Kesukaan aden." Inah mengambil sosis dari dalam kulkas.
"Belum bangun dia?" Reisa duduk melihat Inah bekerja. Semakin besar kandungannya, semakin cepat dia merasa lelah.
"Belum. Paling sebentar lagi non."
Mendengar jawaban Inah tadi, Reisa menjadi panik. Dia masih malu bertemu Andra. Segera dia berdiri di sebelah Inah.
"Sini, Rei bantuin masak." Dia berdiri di sebelah Inah.
"Nanti non mual." Tolaknya. Tak enak rasanya menyuruh nona mudanya mengerjakan pekerjaan rumah.
"Udah ga terlalu kok, Bik." Dia menjawab. Rasanya bosan juga dia di dalam kamar saja.
"Udah biar bibik aja." Wanita tua itu melarangnya.
"Sini biar aku yang aduk nasinya. Bibik bikinin yang lain biar cepat." Pikirnya, semakin cepat selesai semakin baik. Jangan, jangan sampai bertemu dengan Andra.
"Ya udah, bibik sebentar keluar ketemu si Nok ya non. Nitip kerupuk. Kelupaan."
"Iya bik. Biar Rei yang beresin ini."
"Nanti kalau mual, tinggalin aja ya non. Matikan kompornya. Biar bibik yang lanjutin."
"Siap bik."
Inah berjalan keluar. Saat itulah dia berpapasan dengan Andra yang hendak berjalan menuju dapur.
"Mau kemana Bik?"
"Mau nyuruh si Nok beli kerupuk den. Kelupaan."
"Udah biar aja bik ga usah. Aku udah laper."
"Ada non Rei di dapur kok Den."
"Reisa masak?"
"Iya den."
"Jangan bik."
"Udah bibik bilang ga usah juga ngotot."
"Oh ya udah bibik ke depan aja ketemu si Nok. Biar Aku ngeliatin Rei."
Andra berjalan pelan ke dapur. Melihat Reisa di balik pintu. Mengintip lebih tepatnya. Istrinya itu sedang asyik mengaduk-aduk nasi di atas kompor.
Andra tersenyum geli. Reisa melakukannya sambil bernyanyi. Sesekali mengelus perutnya.
"Dek, mau makan apa? Mamah bikin nasi goreng nih? Adek suka engga?"
Ups! Hampir saja Andra ketahuan. Setengah mati dia menahan tawa. Setelah itu lanjut ngintip lagi.
"Dek, bentar lagi Papa Andra mau makan. Kita cepat-cepat selesaikan ya. Mama malu ketemu papa."
Ups! Kali ini wajah Andra merona. Reisa memanggilnya Papa. Terdengar sangat romantis.
"Aduh, capeknya. Masa' gini aja lemes." Wanita itu mengusap keringat yang mengalir di dahinya. Sejak tadi dia tidak sadar jika ada seseorang yang memperhatikan. Dia masih saja terus sibuk di depan kompor.
Andra masih betah di posisinya. Terlindung dan tak kelihatan. Senyum dan tawa yang sedari tadi dia tahan saat melihat tingkah istrinya, terukir manis di bibirnya. Hatinya sangat bahagia hari ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabatku, Suamiku
RomansaReisa mengira, kisah cintanya akan berakhir indah dengan menikahi kekasihnya Dimas, cinta pertamanya sejak masih remaja. Segala macam persiapan pernikahan telah rampung, hanya tinggal menunggu harinya tiba. Namun, takdir berkata lain. Dia harus men...