Tok tok tok!
Reisa mengerjapkan mata. Jam berapa ini? Tubuhnya terasa pegal. Perutnya mual.
Dia berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua yang ada di perutnya. Hanya ada cairan, karena dari kemarin malam dia tidak bisa makan.
Inah yang ikut tinggal bersama mereka untuk menjagakan dan mengurus rumah ini, sudah membuatkan berbagai macam jenis makanan. Akan tetapi, tidak ada satu pun yang bisa masuk ke dalam perutny.
Semalaman dia menangis karena merasa kelaparan, dan akhirnya tertidur dengan kondisi perut yang kosong. Reisa lebih banyak mengurung diri di kamar setelah pernikahannya dengan Andra berlangsung.
Menikah.
Dia benci mendengar kata-kata itu. Benci kepada papanya Papa. Benci kepada pada takdirnya. Benci kepada semuanya.
Reisa bahkan sangat benci dengan lelaki yang bernama Andra. Lelaki brengsek yang sudah merenggut kesuciannya. Berpura-pura memakai topeng sebagai sahabat, tapi menyimpan tipu muslihat.
Lebih benci lagi kepada Dimas. Mengaku cinta, tapi malah meninggalkannya begitu saja.
"Non. Non Reisa. Ini Bibik. Non, bukain pintunya. Bibik mau masuk." Inah dengan sabar menunggu di depan pintu dan berharap semoga Reisa mau membukanya.
Sebenarnya, ada Andra juga dibelakang Inah. Tapi, lelaki itu memilih diam sedari tadi dan tak berani bersuara.
Ceklek!
Terdengar suara pintu dibuka. Andra sengaja berlindung di samping. Untunglah gadis itu tidak melihatnya, hanya membuka sedikit daun pintu sehingga tubuh menjulangnya tak nampak.
"Apa, Bik?" Dia bertanya sembari matanya melirik. Mencari-cari adakah Andra bersama Inah? Mengingat entah sudah berapa kali lelaki itu mencoba bertemu, dan dia menolaknya mentah-mentah.
"Ini bibik bikinkan sop. Masih panas. Non, makan dulu ya. Semalaman ga makan nanti bisa sakit loh. Kasian si dedek ..." Kata-kata Inah terhenti. Pandangan matanya melirik ke arah perut Reisa yang masih datar.
"Rei mual, Bik."
"Ini di coba dulu, Non. Kalau ga cocok nanti dibikinkan yang lain."
"Bibik bikin apa?"
"Sop ayam. Pakai jamur, baso sama sayuran. Seger, Non. Si Nok aja makannya banyak, sampai nambah." Inah berusaha mencairkan suasana dengan bercanda. Tapi Reisa terlihat tidak tertarik untuk menanggapinya.
"Masuk, Bik." Dia membuka pintu sedikit lebih lebar dan mempersilakan wanita tua itu masuk.
Andra yang diam-diam menguping, menarik napas lega. "Akhirnya Reisa mau makan juga". Dia sangat khawatir mengenai kesehatan istrinya, juga bayi mereka.
Inah masuk membawa nampan. Sengaja tidak rapat menutup pintu, supaya Andra bisa mendengar percakapan mereka. Dia tidak tega juga kepada tuannya itu.
Andra beberapa kali mencoba memaksa masuk. Dia tidak tahan berjauhan dengan "istrinya".
Apalagi melihat kondisinya yang seperti itu, rasanya biar dia saja yang menanggung semuanya. Reisa mengalami mual muntah yang sangat hebat. Tubuhnya menjadi kurus. Wajahnya pucat. Jangankan berdandan seperti biasanya, menyisir rambutnya pun enggan.
Semua akibat perbuatanmu, Andra.
Inah mengambil kursi dan duduk berdampingan dengan Reisa. Diusapnya helaian rambut yang berantakan itu. Ada bulir keringat membasahi dahi.
"Mual ya, Non?"
"Banget,Bik. Aku ga tahan rasanya. Pengen mati."
Deg! Jantung Andra berdebar kencang saat mendengarnya. Batinnya ingin berkata, "Jangan sayang, jangan bilang begitu."
![](https://img.wattpad.com/cover/199889667-288-k764851.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabatku, Suamiku
RomansaReisa mengira, kisah cintanya akan berakhir indah dengan menikahi kekasihnya Dimas, cinta pertamanya sejak masih remaja. Segala macam persiapan pernikahan telah rampung, hanya tinggal menunggu harinya tiba. Namun, takdir berkata lain. Dia harus men...