Brugh!
"Auw ...." Seorang gadis berteriak saat tubuh mungilnya terbentur sesuatu yang keras, sehingga membuatnya terjatuh. Darah mengucur dari lututnya yang mulus. Sementara itu, sang lawan masih tetap berdiri kokoh, tak bergoyang sedikit pun.
"Kamu ga apa-apa?"
"Perih ...." Dia meringis kesakitan. Lututnya menghantam tembok sekolah. Keras, masih terasa denyutnya. Tak lama lagi, sepertinya akan menimbulkan luka lebam yang kebiru-biruan.
"Sini, gue bantuin." Gadis itu menyambut uluran tangan yang diarahkan kepadanya. "Maaf ya, gue ga sengaja." Anak lelaki itu tersenyum. Ada rasa bersalah di dalam hatinya.
"Iya, engga apa-apa, kok." Senyumnya terukir, membalas senyuman anak lelaki itu.
"Wah berdarah gitu. Ayo kita ke UKS. Minta diobatin lukanya. Kasian lu." Anak lelaki itu menarik tangannya, tapi kemudian ditepiskan. Gadis itu tidak mau sepertinya. Dia masih malu.
"Ga usah. Biarin aja, cuma luka kecil kok. Nanti aku bersihin di toilet juga bisa." tolaknya halus. Dia tidak mau merepotkan orang lain. Apalagi kan batu dikenal, merasa sungkan saja.
"Yakin?"
"Iyah!"
"Eh, lu murid di sini juga, ya? Kok gue baru liat."
"Aku baru pindahan." Gadis itu menjelaskan. Sepertinya anak lelaki ini akan menjadi teman barunya.
"Pantes ga pernah ketemu waktu MOS. Gue hampir kenal semua sih."
"Aku baru satu minggu," jawabnya.
"Pindahan dari mana?" tanya si anak lelaki.
"Semarang."
"Ikut orang tua?"
"Iya, papa pindah kerja ke sini."
"Gimana, betah gak?"
"Yah, dinikmatin aja. Sekolah kan di mana juga sama."
"Udah dapet temen maen?"
"Belum." Gadis itu tertunduk malu. Dia sudah berkenalan dengan beberapa orang tapi belum ada yang cocok. Dia memang tipe gadis yang pendiam dan cenderung tertutup. Agak sulit memulai percakapan dengan orang baru dan belum dikenalnya.
"Yaudah, lu maen sama gue aja mau ga? Gue ikutan klub basket. Di sana ada banyak anak cheers. Kali lu cocok." Anak lelaki itu menawarkan. Kasihan juga cewek ini, apa-apa sendirian, pikirnya.
"Makasih ya." Gadis itu tersenyum manis. Hatinya senang sekali. Dia tidak akan merasakan kesepain lagi saat jam istirahat sekolah. Bisa bersama-sama pergi ke kantin atau ikut kerja kelompok seperti yang lainnya.
Deg! Ada jantung yang berdetak kencang saat melihat senyuman itu. Ada apa ini?
"Dari tadi ngobrol kita belum kenalan. Gue Andra." Anak lelaki itu mengulurkan tangan.
"Aku Reisa." Tangan mereka berpaut erat.
Deg! Kenapa berdetak lagi?
"Kok wajah kamu merah? Gerah ya?" tanya gadis itu polos.
"Eh, iya nih. Cuaca panas, ya." Andra mengibaskan sebelah tangan di wajahnya. Kenapa keringat tiba-tiba mengucur? Apalagi tangan mereka masih saja bertautan. Sengaja, Andra tak mau melepasnya.
"Nih!" Gadis itu melepaskan genggaman tangan. Dia mengambil tissue di dalam tas. Andra menyambutnya dengan senang hati, kemudian mengelapnya dengan terburu-buru, sampai sisa tissue berlepotan di wajahnya.
"Hi-hi-hi." Gadis itu tertawa lucu. Melihat tingkah "teman barunya" yang absurd.
"Kenapa ketawa?" tanya Andra bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabatku, Suamiku
Roman d'amourReisa mengira, kisah cintanya akan berakhir indah dengan menikahi kekasihnya Dimas, cinta pertamanya sejak masih remaja. Segala macam persiapan pernikahan telah rampung, hanya tinggal menunggu harinya tiba. Namun, takdir berkata lain. Dia harus men...