Memilih untuk kembali tidak berarti akan sama lagi. Memilih untuk diam, bukan berarti masalah akan mereda. Memilih untuk pergi, bukan berarti itu adalah keputusan terbaik.
Memilih, bukan berarti setiap pilihan yang terpilih adalah terbaik. Memilih adalah tekanan, tekanan antara harus memilih kembali, diam atau pergi layaknya tidak peduli.
***
Afra seorang gadis biasa yang tidak peduli tentang hubungan di umurnya yang beranjak dewasa. Afra hanya mengikuti alur kehidupan, karena baginya akan ada waktu saat ia bertemu dengan orang yang tepat.
Gadis cantik ini terlarut dalam kenikmatan novel yang ia pinjami dari perpustakaan, meskipun tidak sebagus novel kesukaannya namun masih layak untuk dibaca.
Ada lebih dari 200 halaman, dan Afra baru membacanya setengah sebelum akhirnya memilih berhenti karena mendengar ajakan Andin untuk mengisi kekosongan perutnya.
"Lo bawa bekal Sar?" tanya Andin pada Sarah yang menenteng sebuah tas bekal. "Hmm, kemarin ada acara arisan di rumah, nyokap gue suruh bawa,"
Afra yang mendengarkan hanya membalas senyuman simpul dan merangkul kedua temannya untuk langsung keluar dari kelas.
Seperti biasanya, kantin dipenuhi berbagai orang lapar termasuk Afra yang sudah memesan dan kembali pada meja yang sudah diduduki Andin dan Sarah.
"Ra, Abang lo gak datang hari ni?" Tanya Sarah sembari celingak-celinguk memandang sekitar. "Entah," Acuh Afra sembari mencuri kentang goreng milik Sarah.
"Lo gak pergi sama dia tadi pagi?"
Afra hanya menghela nafas dan meneguk minuman kalengnya. "Mana mau gue pergi sama dia, bikin telat aja." Omel Afra
"Gitu-gitu abang lo ganteng tau,"
"Betul, deketin gue sama abang lu lah ra," Sarah menyenggol Afra dengan tangannya, "Ogah ah,"
"Gak seru lo." Cepat Sarah dengan mulut yang dipenuhi oleh kentang.
Selang beberapa waktu, Afra menikmati nasinya dalam kediaman sembari menyimak berbagai hal yang Sarah dan Andin katakan. Hingga Reno, menganggu kediamannya.
"Woi." Teriak Reno mengagetkan dan tertawa pelan saat melihat reaksi lucu dari adiknya. "Apaan sih lo bang." Kesal Afra dan membuang wajahnya.
"Pinjemin gue duit,"
Afra kembali menatap Reno, "Gak punya." Balas Afra singkat. "Nanti gue bayar."
"Bayar dulu utang yang lalu."
"Nanti Afra,"
Afra mendengus pelan dan menatap kedua temannya yang memberikan Afra isyarat untuk memberikan Reno uang dan hal itu semakin membuat Afra kesal.
"Besok gue tagih!" peringatan Afra dan memberikan Reno selembar uang berwarna biru. "Oke, gitu dong." Reno tersenyum puas dan berjalan menjauhi meja Afra.
"Sumpah ya ra! Senyuman abang lo manis banget sih gilaaa," Muak mendengarkan pujian untuk Reno, Afra memilih bangkit dan meninggalkan kedua temannya setelah menghabiskan makanan miliknya.
"Mau kemana raa?"
"Kelas." Sahut Afra dan berlalu.
***
"Afra Anataya Grila," merasa namanya dipanggil, Afra berjalan ke depan mendekati Ali yang berjabat sebagai ketua OSIS.
"Ini lo ambil, catat semua organisasi yang akan ikut lomba nanti terus kasih ke Rani." Ujar Ali sembari memberikan beberapa lembar kertas yang baru keluar dari printer pada Afra.
"Oke,"
Setelah beberapa tugas dibagikan, rapat siang itu dibubarkan, Afra keluar bersama Rani yang merupakan teman dekatnya jika diluar kelas.
"Ya udah deh ra, gue ke pengajaran dulu ya. Mau minta tanda tangan ini." Pamit Rani. "Oke, bye." Balas Afra melambaikan tangannya pada Rani.
Afra berjalan melewati lapangan basket yang kini dipenuhi oleh siswa yang sedang sibuk bermain. Dengan mata yang fokus pada layar ponselnya, Afra tidak menyadari ketika bola basket terbang kearahnya.
"Aww," Ringis Afra ketika bola mengenai bajunya. "Woi!" Suara teriakan membuat Afra menoleh kearah lapangan.
"Lempar bolanya." Perintah seorang pria pada Afra tanpa meminta maaf.
Afra memasukkan ponselnya kedalam saku rok dan memperhatikan seragamnya yang telah kotor.
Tanpa berlama-lama, Afra mengambil bola tersebut dan berjalan mendekati pria yang memanggilnya tadi.
"Lo yang lempar?" Taya Afra dengan kesal. "Gak sengaja." Sahutnya.
Afra melirik tag nama yang berada pada seragam pria dihadapannya. 'Arta Delano'
"Baju seragam gue jadi kotor." Arta melirik singkat kearah seragam Afra dan kembali menatap Afra. "Anak kecil aja gak takut kotor. Lebay lo."
"What? Lo ya! Gaktau diri, bukannya minta maaf."
"Woi dek! Kasih." Teriak Reno dari arah belakang yang ternyata juga ikut bermain.
Bukannya memberikan bola basket, Afra berjalan kepinggir lapangan mencari becek yang tergenang dan melarutkan bola hingga basah.
Melihat tingkah Afra, Arta segera mundur beberapa langkah saat Afra kembali berjalan kearahnya. "Kenapa? Takut kotor?" Sindir Afra dan terus mendekati Arta.
Sesuai dugaan Arta, Afra melempar bola basah kearah seragamnya hingga meninggalkan noda yang pasti akan sulit dibersihkan.
"Gila lo ya!" Teriak Arta dan berdecak kesal saat melihat Afra yang justru pergi sambil tersenyum puas.
"Cewek gila." Pelan Arta dan kembali mencoba membersihkan seragamnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Its Over ? (TAMAT)
Teen FictionCOMPLETED Tentang Arta, yang terpaku pada seorang gadis yang mampu membuatnya hampir gila. Tentang Afra, yang mulai menyukai seorang player yaitu Arta. Tentang mereka, yang mencoba mengawali namun sudah lebih dahulu tertimpa kesalahpahaman hingga...