#3- Why him?

368 22 1
                                    

Ada alasan mengapa sulit untuk mendekat. Antara aku yang takut untuk jatuh hati, atau kamu yang enggan jatuh hati.

***

S

etelah berbagai pilihan memutari otaknya, Afra memberhentikan Arta dengan menahan lengannya. "Mau kemana?"

"Kepo lo." Ujar Arta kembali melanjutkan langkahnya yang segera diikuti oleh Afra.

Naufal, Haikal dan lainnya hanya tertawa dan tersenyum melihat keduanya yang tampak harus terpaksa dekat setelah kejadian yang menimpa keduanya di lapangan. Mereka semua mengetahui, karena hampir sebagian dari mereka turut menjadi saksi.

Arta naik keatas motornya, memakai helm dan menghidupkan mesin. Sedangkan Afra yang awalnya hanya berdiri langsung menaiki motor dan duduk diam tanpa mengucapkan apa-apa.

Arta hanya terkekeh pelan melihat kelakuan Afra yang malah bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Tanpa perlu berkata lebih lanjut, Arta menjalankan motornya dengan Afra yang berada dibelakang.

"Lo mau kemana?" Teriak Afra mendekati kuping Arta agar didengar. "Pulang lah." Santai Arta.

"Gila! Antarin gue dulu." Afra refleks memukul Arta dengan keras. "Aww," keluh Arta dan reflek melepas tangan kirinya.

"PEGANG MOTOR YANG BENER! NYAWA GUE CUMAN SATU." Panik Afra membuat Arta langsung tertawa keras. 

"Makanya jangan mukul gue, mendingan dipeluk, biar lo gak jatuh."

"Ogah banget." Geli Afra yang dibalas oleh rem dadakan dari Arta hingga Afra langsung memeluk Arta.

"Mau gue antar kemana sayang?" Goda Arta lagi sambil tertawa. "Artaa!" Kesal Afra memanggil nama Arta untuk pertama kalinya.

***

Afra langsung bersyukur luar biasa, bisa kembali dengan selamat dan terbebas dari Arta yang terus membuat Afra harus memeluknya. Bayangkan saja, setiap kali Afra melepaskan, Arta mengancam Afra dengan mengebut atau hal-hal lain yang malah membuat Afra takut kehilangan nyawanya.

Tidak mengucapkan apa-apa, Afra segera turun, membenarkan rambutnya yang sudah kusut dan menatap Arta kesal sebelum akhirnya masuk kedalam rumah.

Arta membuka helm, dan tersenyum sembari melambaikan tangannya pada Afra yang sukses membuat Arta tertawa sepanjang perjalan.

"Hati-hati," Ucap Arta pada Afra yang seharusnya Afra ucapkan untuknya.

"Cowok gila," Lirih Afra dan segera masuk kedalam rumahnya.

Diruang tengah, Afra disambut oleh Reno membawa sepiring pai coklat yang dibuatkan oleh mamanya. "Lo dari mana aja?" Heran Reno

"Lo tu yang dari mana aja, capek tau cariin."

"Afra," Tegur mamanya setiap kali berbicara tidak sopan pada Reno. Padahal ia dan Reno hanya berbeda satu tahun.

"Yee, terus lo pergi sama siapa?" Tanya Reno lagi.

"Gegara abang ni ah! Jalan sama pacar mulu tiap malam." Kesal Afra dan berjalan untuk duduk dan mengistirahatkan kepenatannya.

"Kan gue udah bilang tunggu, padahal cuman antarin Rania pulang."

Mendengarkan alasan Reno yang berbanding kebalik dengan apa yang Arta sampaikan, Afra mengubah duduknya dengan tegak dan menatap Reno tajam.

"Bukannya abang suruh Arta buat antarin aku?" Reno menggeleng dan tertawa. "Si Arta bilang gitu? Bodoh lo." Reno mulai tertawa.

"Abangg!" Rengek Afra melempar belanjaannya sembari mengingat kejadian yang membuatnya kesal semalaman.

"Salut gue sama Arta." Ujar Reno pelan dan melahap pai hangat yang ia ambil tadi.

***

Semenjak kejadian malam kemarin dengan Arta, Afra bertekad untuk tidak akan meladeni Arta apapun yang terjadi.

Afra selesai dengan tugas yang diberikan gurunya dan keluar lebih dahulu karna harus keruang osis. Dan mau tidak mau Afra harus melewati lapangan basket yang kembali membuatnya mengingat hari dimana awal mula semuanya terjadi.

Seperti biasa, lapangan diisi dengan beberapa siswa meskipun tidak seramai biasanya. Afra menatap lurus kedepan dan tidak ingin menoleh karna Afra sempat melihat kehadiran Arta yang sedang bermain basket.

Lagi-lagi, Afra harus berdecak kesal saat Arta justru mengejarnya dan kini berada tepat dihadapan Afra. "Bolos lo ya?"

Tidak ingin berurusan, Afra melanjutkan langkahnya, sedangakn Arta berjalan mundur sembari tersenyum. "Kenalam dong sama seragam barunya." Goda Arta membuat Afra berhenti melangkah.

"Mau lo apa sih?"

"Kenalan sama seragam baru lo." Balas Arta tanpa ragu. "Gila." Kesal Afra dan melanjutkan langkahnya.

Hampir sampai diruang osis, Arta menghentikan Afra dan menariknya hingga berbalik mengahadap Arta. "Apa lagi." Kesal Afra.

"Anak baik." Puji Arta, menepuk puncak kepala Afra dan kembali kelapangan dengan berlari sebelum Afra benar-benar mengamuk.

***

Arta duduk dipinggir lapangan basket, dengan teman-temannya setelah bermain basket. "Lo apain adek gue ta semalam?" Tanya Reno mengingat Afra cukup kesal padanya.

"Gak gue apa-apain."

"Masa? Pulang-pulang kesel bener tu anak."

Bagas dan Gilang yang mendengarkan pun ikut masuk kedalam obrolan. "Semalam Afra sampek ngekorin Arta ke motor, kemana lo berdua?"

Arta hanya tertawa kecil dan menggeleng. "Adek lo lucu sih, kan gue gemes." Ujar Arta sembari tertawa

"Jijik bangsat."

"Gue percayain lo. Ingat ya, gitu-gitu masih adek gue." Peringatan Reno mengingat Arta memiliki sifat fakboy.

"Tenang aja." Sahut Arta dan bangkit saat melihat Afra keluar dari ruang osis.

Seperti tahun terburuk baginya, Afra harus kembali menjumpai Arta selaku tugas yang diberikan Ali padanya.

Sebuah kertas untuk perlombaan, tertulis jelas nama Arta Dalano sebagai ketua basket dan itu membuat Afra terpaksa harus menjumpai Arta.

Afra masih menginjak kelas X sedangkan ia juga masih menjadi anggota OSIS baru dan hal ini membuat Afra harus bekerja dengan baik.

"Lo gak kenal Arta?" Tanya Rania melihat ekspresi Afra. Tidak menjawab, Afra menoleh kearah Rania dan memasang wajah memelas. "Kenapa harus dia?"

"Makanya lo jangan kurung diri terus dikelas, tingkat ketua OSIS aja hampir gaktau dulu kan?"

"Ya kan gue susah buat ajak orang berkawan Ran, lo tau sendiri gimana gue waktu SMP."

"Untung lo berprestasi." Ujar Rania dan melanjutkan langkahnya bersamaan dengan Afra.

***

"Lo kenapa murung mulu." Tanya Andin yang penasaran sejak tadi.

"Tumben diam mulu lo." Sambung Sarah.

Afra terus saja menghela nafas, matanya tidak lepas pada kertas yang berada diatas meja dengan nama Arta yang tertulis dengan jelas.

"Lo berdua kenal Arta gak?"

"Kenal lah gila! Ketua basket, tinggi, ganteng bat sih, apalagi rambutnya yang badaii, aduh gak kuat gue lihatnya." Heboh Sarah

"Bantuin gue ya?" Pasrah Afra dengan telinga yang skait mendengarkan pujian untuk Arta

"Bantu apa?"

***

Its Over ? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang