LANGIT ALDEN DAKARA

227 12 1
                                    


Dengan santainya Langit mengendarai sepeda motornya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 7 lebih 15 menit. Harusnya sekarang dia sudah di kelas bersama teman-temannya mengikuti pelajaran, tapi nyatanya dia masih ada di jalan. Mencoba meloloskan diri dari kemacetan yang terjadi.

Langit sudah sampai di gerbang sekolahnya, disana sudah berdiri seorang wanita paruh baya yang sudah siap menghukumnya. Dia turun dari sepeda motornya, dan membuka helm yang dikenakannya.“Ya Ampun Langiiittttt !!!! Kenapa kamu telat lagi ?!” tanya Bu Linda dengan kesal “Bangunnya kesiangan bu” jawab langit apa adanya. “Kamu itu tiap hari alasannya kesiangan terus, beli alarm sana ! Biar nggak telat terus.” Cerewet gurunya, sedangkan Langit tak mendengarkan ucapan Bu Linda. “Ibu sampai nggak tau mau hukum kamu gimana, ibu udah capek hukum kamu tiap hari” celoteh Bu Linda “Ya udah nggak usah dihukum aja bu, katanya capek” saran Langit yang langsung mendapat pelototan dari Bu Linda. “Udah sana sapu halaman belakang, awas kalo nggak dikerjain. Nanti ibu tambah hukuman kamu” Langit langsung mengerjakan hukumannya setelah memarkirkan sepeda motornya, sementara Bu Linda  yang melihatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Kapan muridnya itu tidak membuat masalah.

Langit mulai mengerjakan hukumannya, dia mulai menyapu daun-daun yang jatuh dengan sapu lidi milik Pak Ujang tukang kebun SMA Angkasa. Langit mungkin memang anak yang  nakal, tapi dia selalu mengerjakan hukumannya. Dia tidak pernah sekalipun kabur dari hukumannya, karena menurutnya dia memang harus menerima konsekuensinya. Setelah 20 menit menyapu, akhirnya halaman belakang yang cukup luas itu sudah bersih. Daun-daun yang jatuh sudah dimasukkan ke dalam karung, juga sampah-sampah yang di buang sembarangan di sana. Bu Linda datang untuk mengecek pekerjaan Langit, setelah melihat sekelilingnya “Ya sudah kamu masuk ke kelas, jangan sampai telat lagi” ucapan Bu Linda itu hanya dibalas anggukan oleh Langit, kemudian berlalu begitu saja.

---------------------##########--------------------

Langit mengetuk pintu kelasnya, di dalam sana sudah ada Pak Deni yang sedang mengajar. Langit masuk, kemudian menyalimi tangan Pak Deni “Kenapa, kamu telat?” “Iya pak” jawab Langit. “Ya sudah duduk di bangkumu” titah Pak Deni. Untung saja Pak Deni guru yang baik, jadi Langit masih diperbolehkan untuk masuk ke dalam kelas dan mengikuti pelajaran. Di tempat duduknya Langit sudah di tanya-tanyai oleh dua orang mahluk paling kepo tentang hidupnya, siapa lagi kalau bukan duo sohibnya itu Vian dan Rayhan. Tepatnya Alvian Dewanta Putra dan Rayhan Ahlam Manaf. “Nanti ajalah tanya-tanyanya, gue lagi males jawab” itulah ucapan final Langit yang menghentikan pertanyaan Vian dan Rayhan. Bukannya mendengarkan penjelasan Pak Deni, Langit dan Vian malah asik dengan dunianya sendiri. Langit dengan entengnya tidur, sementara Vian sedang bermain game di ponselnya. Yang waras disini emang cuma Rayhan, Rayhan memang anak yang pintar. Namun entah kenapa dia malah mendapat sahabat seperti dua cecunguk itu.

Akhirnya bel yang ditunggu-tunggu Langit berbunyi, dia dengan Vian dan Rayhan bergegas menuju kantin. Ngapain lagi kalo bukan mau beli makan, ya masa ke kantin mau renang. Seperti biasa saat melewati koridor semua cewek memandangi mereka, bahkan ada yang sudah teriak-teriak. Karena wajah ketiganya yang bisa dibilang di atas rata-rata. Jadinya mereka merupakan Most Wantednya kelas X. Ketiganya sudah biasa dengan hal semacam itu, bahkan dari SMP mereka sudah memiliki banyak penggemar.

---------------------##########--------------------

Langit Alden Dakara, dilihat dari namanya. Orang tuanya ingin dia menjadi laki-laki yang selalu ada dan bisa menjadi pelindung untuk semua orang. Namun sayang sekali, kejadian 7 tahun lalu merubah semuanya. Termasuk Langit yang ceria dan penurut, sekarang menjadi anak yang dingin dan pembangkang. Kejadian di mana ibunya yang memutuskan pergi dari rumah karena sudah tidak sanggup dengan kekerasan yang di berikan oleh Papanya.

Yogyakarta, 2006
Prang…… suara benda pecah terdengar jelas. Langit kecil yang berada di kamarnya langsung keluar untuk melihat apa yang terjadi. Disana berdiri dua orang yang paling disayanginya tengah beradu argumen. “Kamu tadi ke mana?!” bentak Galih (Papa Langit) “aku tadi habis ke supermarket buat beli bahan makanan yang sudah habis mas” jawab Tata (Bunda Langit) “Kamu bohong?! Berani beraninya kamu selingkuh ya ?!” suara Galih semakin meninggi. Plak….. Galih menampar Tata, Langit yang melihatnya dari lantai atas hanya bisa diam dan menangis “Enggak mas enggak” Tata mencoba membela dirinya “Dasar wanita tidak tahu diuntung, memangnya kurang apa saya. Sampai berani-beraninya kamu selingkuh di belakang saya hah !!!” Galih masih membentak Tata, sementara keadaan Tata sudah sangat buruk pipi merah dengan air mata yang terus bercucuran. “Enggak mas, aku nggak selingkuh” Tata masih tetap membela dirinya “Saya tidak percaya dengan omongan kamu, saya lihat sendiri kamu bersama seorang laki-laki di taman kota. Dasar wanita murahan” Plak…. Sekarang berganti Tata yang menampar Galih “Kamu tidak tahu apa yang sebenarnya mas, tapi omongan kamu sudah keterlaluan. Aku udah muak dengan semua kelakuan kamu selama ini. Aku pastikan aku akan keluar dari rumah ini.” Itu adalah ucapan terakhir bundanya sebelum meninggalkan papanya sendirian di sana. Bundanya sudah berada di kamarnya. Kemudian papanya juga memutuskan untuk pergi entah kemana dengan menggunakan mobilnya. Sementara Langit masih tetap di posisinya dengan air mata yang mengalir deras. “Loh den Langit kok disini, masuk kamar aja ya den” ucap Bi Minah pembantu keluarga Langit. Setelah bujukan Bi Minah akhirnya Langit masuk ke kamarnya. Bi Minah sempat khawatir dengan Langit yang melihat pertengkaran orang tuanya, semoga saja Tuan kecilnya itu tak apa-apa.

Tak lama setelah itu pintu kamar Langit dibuka oleh Bundanya. Bundanya sudah nampak lebih baik dibandingkan yang tadi, namun warna merah di pipinya masih terlihat jelas. Tata duduk di sebelah Langit di tempat tidur, Tata memeluk putra kecilnya. Membelai kepalanya dengan perlahan, di fikirannya bagaimana dia bisa meninggalkan putra kesayangannya ini. Sementara Langit menikmati pelukan wanita kesayangannya itu. “sayang, bunda mau ngomong sama Langit. Langit harus turutin omongannya bunda ya.” Langit hanya menjawab anggukan di pelukan bundanya. “Kalo bunda pergi, Langit harus jadi anak yang pinter, anak yang baik. Langit harus bisa jadi pemain bola, Langit harus juara. Langit harus baik-baik aja, jangan nakal sama Papa.” Kata Tata. “Bunda nggak mau ninggalin Langit kan” Langit mendongakkan kepalanya menatap bundanya dengan mata yang berkaca-kaca. Tata yang melihat netra gelap milik putranya itu rasanya hatinya teremas kuat. Bagaimana dia sanggup meninggalkan pangerannya, bagaimana dia sanggup meninggalkan hidupnya. Namun Tata hanya diam tak menjawab pertanyaan Langit kecil. “Kalo bunda pergi Langit mau ikut bunda” rengek Langit. “Langit nggak boleh ikut bunda, kalo Langit ikut bunda yang jagain Papa siapa. Langit harus janji sama bunda, langit harus selalu jagain Papa ya. Langit harus bisa jadi pelindungnya semua orang. Langit selalu jadi anaknya bunda yang paling baik, Langit selalu jadi juaranya bunda. Itu pesen bunda, Langit jangan sampek lupa. Udah malem, Langit tidur gih sambil bunda bacain dongeng kesukaan Langit” Langit hanya menuruti ucapan Tata, dia memposisikan tubuhnya untuk tidur.
Setelah dirasa Langit terlelap, Tata mengamati wajah pangerannya itu lamat-lamat. Wajah kecil yang selalu membuatnya merasa bahagia. Dengan berat hati dia harus meninggalkannya. Meninggalkan putranya yang masih kecil, meninggalkan jiwanya. “Maafkan bunda sayang, ingatlah selalu kalau bunda selalu sayang Langit. Selamat tinggal Langitnya bunda” setelah mengucapkan perpisahan dengan Langit. Tata keluat dari rumah dengan membawa semua barang-barangnya. Tak lupa dia berrpamitan dengan Bi Minah, Tata meminta tolong agar Bi Minah selalu menjaga putranya dengan baik. Semenjak saat itu Langit kecil tak pernah bertemu dengan bundanya lagi. Dia sangat membenci Papanya, orang yang membuat bunda kesayangannya pergi meninggalkannya.

---------------------##########--------------------

Langit sangat tampan, bahkan hampir semua siswa perempuan di sekolahnya mengidolakannya. Bahkan siswa laki-laki juga iri dengan ketampanan seorang Langit Alden Dakara. Namun sayangnya, Langit adalah cowok yang dingin. Seakan-akan mereka semua sangat sangat sulit untuk menjangkau Langit. Langit bukanlah anak yang pintar, Langit hanyalah seorang badboy dengan aura yang dingin. Tapi semakin dia membuat masalah, semakin tergila-gila pula para fansnya. Begitulah aura seorang Langit.

Langit hanya memiliki dua orang sahabat. Vian dan Rayhan. Vian, cowok yang humoris, ramah, dan selalu tebar pesona. Sementara Rayhan, laki-laki yang ramah juga pintar. Ketiga laki-laki itu memang memiliki auranya masing-masing. Jadi jangan bayangkan berapa banyak pengagumnya. Ketiganya merupakan anak futsal, dan mereka bertiga langsung masuk tim inti. Karena memang mereka sudah meyukai sepak bola sejak kecil, ketampanannya itu merupakan bonus saja.

---------------------##########--------------------

Ini dia tokoh utama kita, sosok Langit Alden Dakara...
Happy Reading para readers...
Jangan lupa vote sama komennya 😊😊😊

Salam sayang,

Kay:)

Lenteranya LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang