SAKHA GAVA

133 10 0
                                    

"Mempertahankan orang yang tidak mau dipertahankan itu sama saja sia-sia"

~Lentera Sava Amanta~

-oOo-

Hari ini langit pulang malam, biasalah dia nongkrong dengan teman-temannya dulu. Namun saat kakinya baru menginjak lantai rumahnya, suara bentakan itu menggema di telinganya.

“Langit!” ayahnya menghampirinya dengan penuh amarah. “Apa ini Langit Hah !” ujar Galih sembari melempar sebungkus rokok di hadapan putranya. “Kamu ngerokok ?! Siapa yang ngajarin kamu kayak gini !” Bentakan itu kembali terdengar.

“Peduli apa ayah sama Langit, peduliin tuh kerjaan ayah.” Ucap Langit dengan wajah santainya, tak ada rasa takut sama sekali dalam dirinya.

Plaakk !!! Bunyi tamparan itu menggema dalam rumah Langit, sampai-sampai tangan Galih sedikit kebas. “Jaga omongan kamu Langit, kamu kira papa kerja buat siapa ?! Buat kamu Langit !” Galih menatap penuh emosi putranya yang tersungkur di lantai.

Dengan tanpa beban Langit terkekeh dan berdiri kembali, “Hah buat Langit ?! Nggak salah” ucapnya dengan senyum miring. Namun tiba-tiba Langit menatapnya nyalang “Perlu Ayah tau Langit nggak pernah nyuruh ayah buat kerja dari pagi sampek pagi lagi. Langit gak butuh uang, Langit cuma butuh ayah ada buat Langit. Pantesan bunda ninggalin ayah, Langit tau sekarang alasan bunda ninggalin ayah. Ayah itu tempramental, nggak bisa nahan emosi” ucapnya dengan penuh ketegasan.

Setelah mengucapkan itu, Langit kembali menaiki motornya. Rumah bukanlah tempat yang bagus untuknya saat ini. Dia akan mencari tempat yang bisa menaikkan moodnya untuk saat ini. Dengan kecepatan tinggi Langit membelah jalanan Yogyakarta, tak mengindahkan betapa bahanya. Yang terpenting Langit bisa tiba di sana.

-oOo-

Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya Langit sampai di tempat yang ditujunya. Arena balap yang menjadi tempat pelariannya saat ini. Membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di sana meskipun Langit tadi sudah dengan kecepatan maksimalnya, karena tempat ini letaknya jauh, di ujung kota Yogyakarta. Sehingga perlu waktu untuk sampai di sana, ditambah lagi kemacetan yang ada di Yogyakarta.

Dengan langkah santai dia menghampiri seseorang yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya, “Ric” panggilnya “Oh halo Lang, gak biasanya lo dateng hari gini? Kenapa bro” kata laki-laki yang dipanggil Ric itu “Gue mau balapan hari ini” ucap Langit “Oke tapi taruhan lo apa ?” tanyanya “Motor gue, gue taruhin motor gue” ucapnya mantap “Seriously Lang, motor lo itu harganya mahal banget” orang itu memastikannya lagi yang dibalas anggukan tegas oleh Langit.  “Oke kalo gitu, lagi pula tadi juga ada yang nanyain lo main apa nggak. Lo bisa main sekarang” ucap laki-laki itu. Dia Eric, teman Langit sekaligus orang yang mengurusi tentang taruhan balap seperti ini. Mereka mulai akrab dari satu tahun yang lalu, saat Langit pertama kalinya mengikuti balapan. Mulai saat itu tiap minggunya Langit pasti ikut tanding, Langit biasanya ikut balapan di hari jumat atau sabtu. Jadi tak heran bila Eric akrab dengan klien setianya itu.

-oOo-

Sekarang di sinilah Langit, dia menaiki motor sportnya sedang berada di garis start. Bersamaan dengan itu lawannya berada di sisi kirinya. Langit tidak seberapa mengenal lawannya kali ini, karena dia anak baru katanya. Langit hanya tau lawannya kali ini bernama Deril.

Di depan mereka sudah ada seorang perempuan yang membawa kain, dalam hitungan 1 2 3 kain yang semula diangkatnya tinggi-tinggi sudah dijatuhkan ke bawah pertanda balapan sudah dimulai.

Lenteranya LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang