Hidup Berdua

1K 43 2
                                    

"Jangan terburu-buru pergi ke Kerajaan Simaseba. Ada hal yang harus kau mantapkan," cetus Ki Cakra.

"Aku sudah tidak sabar untuk segera menghabisi para pengkhianat itu." Tuan Mahawira membelakangi Ki Cakra.

"Kau masih terlalu lemah, Mahawira. Kau tidak akan cukup mampu mengalahkan orang-orang dari istana itu."

"Orang-orang mana yang Ki maksud? Aku bahkan pernah berhasil kabur dari istana itu saat putri sombong Camelia menculikku."

"Kau harus mendengarkan kata-kataku. Jika tidak, kau akan mendapatkan kesulitan."

Tuan Mahawira berbalik badan sambil mengembuskan napas panjang. "Baiklah. Aku akan ikut apa yang Ki katakan."

"Bagus. Untuk hari ini, istirahatlah. Aku akan datang esok hari."

"Kenapa Ki harus pergi? Tidakkah sebaiknya menginap di sini saja?"

"Tidak usah. Aku orang yang sibuk dan banyak urusan." Ki Cakra berlalu pergi meninggalkan istana.

Setelah itu, Tuan Mahawira menghadap diriku.

"Cornelia. Ayo, masuk. Kau boleh tidur di kamarku."

Aku langsung tersipu kala Tuan Mahawira berkata seperti itu.

"T-tidak, Tuan. Aku bisa tidur di kamar pelayan seperti biasa—"

"Kalau begitu, aku juga akan tidur di sana."

"Tapi, Tuan—"

"Cornelia! Jangan menolakku. Aku sangat tidak suka mendengar kata penolakan."

Kutelan saliva, akhirnya menjawab, "Baiklah, Tuan."

Kami berjalan masuk. Tuan Mahawira menunjukkan kamarnya yang begitu luas dilengkapi tempat tidur besar.

"B-benarkah aku boleh tidur di kamar ini? Apa tidak berlebihan, Tuan?"

"Tidak berlebihan. Lagi pula, saat menikah nanti, kita akan tidur bersama di—"

"Hentikan, Tuan!"

Pria itu terkesiap karena aku tiba-tiba menghentikan kalimatnya.

"Kenapa, Cornelia?"

"Ih, kau menyebalkan!"

"Menyebalkan dari mana? Aku hanya—"

Segera kudorong tubuh pria itu untuk segera keluar dari kamarnya sendiri.

"Kau harus segera keluar, Tuan."

"Tapi, kenapa—"

"Pokoknya kau harus keluar. Aku tidak mau tahu. Kau harus keluar."

Dengan tenaga dorong yang cukup besar, aku pun berhasil mengeluarkan pria itu, lalu menutup pintu dan menguncinya.

Aku melangkah ke ranjang, tiba-tiba ketukan pintu terdengar. "Cornelia, waspadalah. Aku akan menyelinap masuk ke kamar ini dengan cara apa pun."

"Pergi, Tuan!"

-II-

Pagi-pagi sekali aku terbangun demi membuatkan Tuan Mahawira sarapan. Bubur hangat adalah sarapan yang paling pas di pagi hari yang begitu dingin.

Di luar istana, aku membersihkan halaman yang terlihat cukup kotor. Kuhela napas, menikmati udara yang begitu segar.

Entah kenapa rasanya di dunia ini aku hanya tinggal berdua dengan Tuan Mahawira. Apalagi kami tinggal di istana. Bagaimana jika kehidupan seperti ini akhirnya bisa kami capai nanti? Hmm, pasti akan sangat menyenangkan.

"He, Cornelia! Jangan hanya melamun. Mana sarapanku?"

Aku berbalik badan. Tuan Mahawira ternyata sudah bangun. Bahkan ia belum mencuci wajahnya. Rambutnya terlihat acak-acakan.

Tuan, Jangan Sakiti Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang