Bukan Sebuah Akhir

1.2K 63 3
                                    

"HE! LEPASKAN CORNELIA!"

Tuan Mahawira meraih tangan kiriku, lalu membuat sang raja berhenti.

"Bocah keparat! Berani-beraninya kau!"

Sang pangeran melompat, lalu berdiri di hadapan Raja Baltra. Pria itu mengayunkan pedangnya hingga sang raja melepaskan tanganku. Ia fokus pada serangan yang dilakukan Tuan Mahawira.

"Cornelia! Menjauh dari sini! Bebaskan orang tuamu!"

Sesuai yang dititahkan Tuan Mahawira, aku segera menyelinap melewati para prajurit. Sesekali kulawan beberapa dari mereka yang berusaha menghalangi jalanku. Sementara itu, kulihat sang kakek juga sedang fokus pada pertarungan.

Setelah menghantam mundur beberapa prajurit, kembali kulanjutkan langkah demi tiba di tempat ibu dan ayahku berada.

"Ayah! Ibu!" teriakku yang seketika membuat mereka menatap ke arahku dengan ekspresi sendu.

Tiba di tempat mereka sedang disalib, kutatap keduanya dengan pilu. "Sebentar. Aku akan membebaskan kalian berdua—"

"Nak! Jangan lakukan ini. Kau tidak tahu betapa kejam dan licik Baltra. Kau harus segera pergi dan menyelamatkan dirimu. Jangan melakukan perlawanan sia-sia," ucap Ayah.

Aku berhenti, lalu menatap pria itu dengan lamat. "Kau tidak berhak menyuruhku pergi! Aku akan melakukan kewajibanku, yaitu menyelamatkan kalian!"

Segera aku mencari senjata untuk memutus tali yang membelenggu mereka. Kulawan salah satu prajurit hingga terkapar, lalu mengambil pedang miliknya. Setelah itu, aku kembali menuju ayah dan ibuku.

Pertama-tama, aku membebaskan sang ibu. Kuputuskan tali yang mengikat kedua kaki beliau, kemudian lanjut ke tangannya. Ibuku tidak berdaya sehingga ia menggelepar di tanah. Segera aku membantu ia bersandar di kayu salib.

"Terima ... kasih, Nak ...," ucap sang ibu begitu parau. Aku mengangguk menahan air mata.

Aku kembali berdiri dan membebaskan sang ayah, lalu berlari ke arah dua pangeran yang sudah dengan tulus membantuku. Sepertinya dua pangeran itu masih kuat meskipun sudah mendapatkan banyak luka.

"Ayahku pasti akan sangat marah mendengar kabar ini. Aku pastikan para prajurit Kerajaan Bolalang datang ke sini dan menghancurkan para bedebah itu," kata Pangeran Kalandra setelah berhasil kubebaskan.

Jelas sekali api kebencian sedang menyala-nyala di bola matanya. Aku memaklumi hal itu karena kenyataan Raja Baltra melakukan kekejaman tanpa peduli dua pria itu merupakan anak dari raja di Negeri Tulip.

"Sebaiknya kita pergi dari sini," kata Tuan Birendra.

"Kenapa kita harus pergi? Bukankah Tuan Mahawira datang menyelamatkan kita?" tanyaku.

"Kau tidak tahu betapa kuat dan kejamnya Raja Baltra, Cornelia. Aku sendiri yang mengalami. Kau harus percaya padaku. Dengan prajurit sebanyak ini, kita masih belum bisa mengalahkannya."

Aku tersentak mendengar pengakuan Tuan Birendra. Benar dugaanku. Raja Baltra kemungkinan besar sangat kuat dan sulit dikalahkan. Bahkan pangeran sekelas Tuan Birendra dan Kalandra saja mengakui hal itu.

"Begini saja, aku akan membawa orang tuamu kabur dari istana ini. Lalu, kau mintalah Mahawira untuk mundur. Sebab, dia lelaki yang keras kepala. Aku tidak ingin apa yang terjadi padaku juga ia alami," saran Tuan Birendra, lalu mengambil napas dalam.

Aku pun mengangguk menyetujui rencana pangeran itu.

"Kalau begitu, kau pergilah menuju Mahawira."

Tanpa berpikir lagi, kulangkahkan kaki menuju tuanku. Namun, tiba di sana, aku tidak melihat ia melawan Raja Baltra. Justru, ia sedang melawan orang lain yang bertarung menggunakan sebuah tongkat besi.

Tuan, Jangan Sakiti Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang