Birendra Prakarsa Candrakumara

3K 123 3
                                    

Birendra Prakarsa Candrakumara Baladewa, seorang pangeran yang juga salah satu dari saudara Pangeran Kalandra yang dulu selalu mengejekku saat mereka berkunjung ke Kerajaan Rosalia. Aku ingat ialah seseorang yang lebih dulu meminta maaf atas perlakuannya padaku setelah Tuan Mahawira memberinya pelajaran.

"Maafkan aku, Cornelia. A-aku sangat menyesal dengan apa yang aku lakukan. Sebagai permintaan maaf, aku akan melakukan apa pun untukmu," ucapnya di luar kamarku. Entah, aku tidak tahu ekspresi yang ia tunjukkan saat itu. Namun, dari nada bicaranya, ia sangat menyesal.

Meski begitu, hal yang ia dan saudara-saudaranya lakukan cukup membuatku sedih dan trauma keluar kamar.

Aku merengkuh diri di atas tempat tidur. Rasanya ingin mati saja. Aku benci wajahku yang buruk, sangat benci dengan kulit hitamku.

Diri ini bertanya, kenapa aku dilahirkan buruk rupa? Mungkinkah karena itu aku dibuang orang tua kandungku? Karena aku buruk rupa? Entahlah. Lagi pula, aku tidak ingat apa pun tentang orang yang telah melahirkanku ke dunia ini. Aku hanya ingat ayahanda Tuan Mahawira memungutku saat ia dan rombongannya baru saja pulang berperang.

"Cornelia! Aku mohon, terimalah permintaan maafku. Aku tidak ingin perbuatanku menjadi penyesalan hidupku kelak."

Setelah itu, kudengar derap langkahnya, lelaki itu melangkah pergi.

Sejak saat itu, ia dan dua saudaranya tidak pernah lagi berkunjung ke istana. Tuan Mahawira tidak pernah mengizinkan mereka. Namun, kerajaan mereka tetap beraliansi dengan Kerajaan Rosalia.

-II-

"T-Tuan ... Birendra?" lirihku seolah tidak percaya akan bertemu lagi dengan pria berambut panjang sepunggung itu.

"Birendra kurang ajar ...." Tuan Mahawira geram, tangannya telah mengepal begitu keras.

"Mahawira, aku sudah mengikutimu sejak kemarin. Setelah mendengar kabar bahwa kau kabur dari istana, aku mencarimu ke hutan. Lalu, aku melihat Cornelia bersamamu. Kenapa kau membawa gadis itu?" tanya Tuan Birendra sambil menatap Tuan Mahawira dengan matanya yang sipit.

"Bukan urusanmu, Birendra! Segeralah enyah dari hadapanku sebelum kau kucincang—"

"Kau ingat tidak boleh membuat keributan di negeri ini? Kalau kau membuat keributan, kau akan memancing raja dan pangeran dari negeri ini untuk mencari informasi tentang dirimu."

Aku tahu Tuan Mahawira tidak punya pilihan selain menahan emosi yang membakarnya.

Pangeran Birendra melangkah lebih dekat padaku. Ditangkapnya tanganku sambil berkata, "Cornelia, pergilah denganku dan tinggalkan Mahawira!"

Apa?! Dia memintaku meninggalkan tuan yang sudah belasan tahun aku layani? Menyebalkan sekali Birendra tengik ini. Kau pikir semudah itu membuatku memaafkanmu?

Melihat tanganku digenggam Birendra, Tuan Mahawira merebutnya. "Kurang ajar! Lelaki tidak tahu diri! Kaulah yang selalu merendahkan Cornelia! Dan sekarang kau—"

"Mahawira! Itu masa lalu. Bahkan kita semua sudah seharusnya melupakan hal itu." Tuan Birendra kembali akan merebut tanganku dari genggaman Tuan Mahawira, tetapi dengan cekatan Tuan Mahawira menarikku hingga berakhir di pelukannya.

"Tidak akan kubiarkan! Ayo, kita pergi, Cornelia!" Begitu lugas Tuan Mahawira melangkah sambil menggandeng tanganku.

"Kalau begitu, akan kulaporkan kau ke Ayahanda. Beliau pasti akan mencari dan menangkapmu. Lihat saja."

"Aku tidak peduli! Lakukan sesukamu!" teriak Tuan Mahawira sambil terus melangkah.

Sesekali kutolehkan pandangan ke arah Tuan Birendra, memberikan ia sinyal agar tidak benar-benar melaporkan Tuan Mahawira pada ayahandanya. Aku sangat yakin pria itu tidak akan pernah melakukan hal itu.

Tuan, Jangan Sakiti Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang