Kemesraan Sesaat

2.3K 91 1
                                    

"Tuan Mahawira?" tukasku.

"Kau selalu mengetahuiku lebih dari siapa pun," jawabnya sambil melepaskan tangan yang tadinya menutupi kedua mataku.

"Kau ini seperti anak kecil saja." Aku melenguh setelah berbalik badan.

"Ya, sebaiknya kita kembali ke masa kanak-kanak. Karena banyak hal yang bisa kulakukan denganmu."

"Kenapa harus kembali ke masa kanak-kanak? Bukankah lebih baik kita jalani hari-hari ini dan melakukan hal seperti yang kita lakukan dulu?"

"Ide yang bagus!"

Begitu lugas Tuan Mahawira menarik tanganku, lalu membawa diriku berkeliling ke beberapa sudut negeri ini.

"Kau mau bunga? Akan kubelikan untukmu."

Tanpa menunggu persetujuanku, pria itu langsung ke penjual bunga yang beberapa waktu menawarkan bunga-bunga dagangannya padaku.

"He, Pak Tua. Aku beli bunga yang paling cantik di tokomu," ucap Tuan Mahawira sambil menyunggingkan senyuman.

Aneh sekali. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan raut sedih setelah kembali dari istana. Apakah pernikahannya dengan tuan putri sombong itu telah resmi dibatalkan? Atau mungkin sesuatu yang lain telah terjadi?

"Cornelia! Kemarilah!" Tuan Mahawira sedikit berteriak. Aku pun segera melangkah masuk ke toko.

"Ini sangat cocok untukmu, Cornelia." Pria itu memberikanku setangkai bunga berwarna biru yang tentu tak kuketahui namanya.

"Memangnya ini bunga apa, Tuan?"

Tuan Mahawira berpikir sejenak.

"Oh, itu Bunga Anemone. Sangat indah seperti kau, Tuan Putri," timpal pak tua penjual bunga.

Aku mengernyitkan dahi segera.

Tidak salah? Dia menyebutku tuan putri? Apa dia sengaja ingin membuatku tertawa? Dasar orang tua!

"Jangan heran, Cornelia. Kau memang tuan putri yang amat cantik. Benar, kan, Pak Tua?"

Pria paruh baya menatapku penuh selidik. "Tidak diragukan lagi."

Tak berselang lama, Tuan Mahawira menyumpingkan bunga berwarna biru itu di telingaku. Setelah melakukannya, sang pria menatap mataku lamat. Ia menatapnya terlalu dalam sehingga membuat diriku begitu gugup. Kontan saja kualihkan pandangan dengan wajah tersipu malu.

"Kau begitu cantik. Sekarang aku percaya kau adalah tuan putri kerajaan yang sesungguhnya."

"Jangan bicara seperti itu!" kataku, lugas.

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan bicara seperti itu lagi." Kubalikkan badan demi menyembunyikan wajah yang sepertinya telah merah.

"He, Anak Muda. Sepertinya kekasihmu itu malu karena kau terlalu memujinya." Pak tua menimpali.

"Oh, begitukah? Tapi, aku sangat suka dengan tingkahnya yang malu-malu itu, Pak Tua."

Apa mereka tidak sadar orang yang mereka bicarakan ada di sini? Dasar, Mahawira tengik menyebalkan! Awas saja kau!

Aku melangkah keluar dari toko.

"Cornelia, kau mau ke mana?!" Tuan Mahawira mengejar dan menarik lenganku dengan cukup keras sehingga tidak dapat aku tahan. Maka, aku terjatuh ke dalam pelukannya. Kepalaku terbaring lemah di dada bidang sang pria.

Ya, Tuhan. Aku yakin semua ini hanya mimpi. Bukankah Tuan Mahawira pernah mengatakan, kalau aku rindu padanya, aku hanya perlu membayangkan dirinya, lalu ia akan datang melalui mimpi? Kalau begitu, aku sekarang sedang berada di alam mimpi.

Tuan, Jangan Sakiti Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang