Bagian empat

132 19 0
                                    

***

"Kantin yuk?" Ajak Sari pada pria disampingnya, setelah bel berbunyi lantang memekakkan telinga.

"Gak bareng Pilla?" Bian yang sikapnya dingin selalu berusaha lembut kepada gadisnya.

Bian bahkan selalu mengalah jika kekasihnya itu lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Aprilia yang juga merupakan teman masa kecilnya, hanya saja semenjak berpacaran dengan Sari, Bian sedikit menjaga jarak dengan Aprilia, karena Bian adalah spesies cowok yang setia, dia tidak akan bisa mengecewakan Sari meskipun Sari tidak melarangnya dekat dengan Aprilia.

"Hari ini nggak deh, pengen sama kamu." Sari tersenyum senang.

"Ya sudah, bilang sama Pilla dulu gih."

"Siap, pacar Sari."

Sari bangkit menuju tempat Aprilia yang tak kunjung bangkit dari kursinya, "Pilla?"

Aprilia menoleh ke sumber suara, "iya, Sar?"

"Gue bareng Bian ya? Gak papa 'kan, kalau gue tinggal?"

"Tenang aja kali, gue gak papa lagi. Sana lo, jangan bikin sahabat gue kutuan nunggu lo." Aprilia terkekeh dan itu berhasil membuat Sari mengerutkan bibirnya kesal.

"Huh, pake ngatain pacar Sari segala lagi." Sari melangkah ke tempat Bian lalu menggandengnya menuju kantin.

"Ati-ati, di depan ada belokan." Aprilia tak henti-hentinya tertawa, menggoda Sari sangat seru baginya.

"Lo jomblo ya?"

Suara pria di sampingnya itu tiba-tiba mengalun halus, membuat kerutan di dahi Aprilia tercetak jelas.

"Soalnya, gak ada yang jemput lo buat ke kantin, mau bareng?" Sambungnya, dengan seringai tipis.

"Aelah, lo kalau mau ngajak langsung to the point aja kali, pake basa basi segala lagi."

"Gak niat ngajakin sih!" seru Albi, melenggang pergi meninggalkan Aprilia yang diam mematung.

"Albino fanando!" pekik Aprilia kesal, kemudian bangkit mengejar pria itu.

"Ngajakin tapi malah ditinggal," sindir Aprilia saat sudah duduk di bangku kantin bersama Albi tentunya.

"Lo lelet sih." Lirih tapi membuat Aprilia naik darah.

"Heran gue sama lo, belum nyampe satu hari aja udah ngeselin gimana selanjutnya? Bisa mati mendadak gue." Aprilia membuang muka ke samping kanan, dan korneonya tak sengaja menangkap sepasang sejoli yang sedang tertawa bahagia, terlihat saling suap menyuapi.

"Kenapa?" Suara Albi membuat Aprilia tersentak.

"Eh... Gak, gak papa." Ruat wajah Aprilia berubah, Albi sampai bingung melihatnya.

"Lo gak sakit kan? Kok tiba tiba pucat?" Albi menempelkan tangannya didahi Aprilia dan langsung di tepis oleh gadis itu.

"Di bilang gak papa juga, telinga masih berfungsi kan?" Aprilia bangkit, seketika nafsu makannya menghilang.

"Eh mau kemana lo? Gak makan dulu?"

"Gak, Bi. Gue udah gak laper!"

***

Albi berlari kecil di koridor yang ramai, mencari sosok wanita yang sepertinya ada masalah.

Albi berhenti di depan lapangan, menghembuskan napas beberapa kali lalu kembali berlari kecil, entah dimana gadis itu sekarang.

"Hai, lihat gadis yang rambutnya sebahu gak, dia kelas XII2." Albi bertanya kepada salah satu siswi yang berpapasan dengannya di koridor lab.

"Rambut sebahu, kelas XII2? Namanya siapa kak?"

"Gue gak tahu." Albi menggaruk tengkuknya bingung, dia lupa siapa nama gadis itu.

"Cari tahu namanya dulu deh kak, baru tanya ke gue lagi." Gadis itu berlalu dari hadapan Albi.

"Lo dimana sih? Baru kenal aja udah bikin gue kesetanan gini nyari lo, nama juga gak tahu lagi."

"Ah, sialan!" Albi kembali berlari kecil menyusuri setiap lorong di sekolah itu.

Di lain tempat, Aprilia duduk termenung sembari menatap bangunan yang menjulang tinggi di atas rooftop sekolahnya. Di saat-saat seperti ini, Aprilia lebih memilih sendiri, tak ada gunanya juga menceritakan keluh kesahnya kepada seseorang, Aprilia tidak ingin terlihat  belum bisa melupakan cinta pertamanya, dia benci hal itu.

"Argh!" teriak Aprilia pun, hatinya masih terasa sakit jika di suguhi pemandangan seperti di kantin tadi. Ingatan itu kembali muncul dimana Dirga tersenyum bahagia saat Sakira menyuapinya dengan senyum yang mengembang.

"Sekarang gue ngerti, bukan fisik lo yang sakit tapi hati lo, benar?" Suara itu, Aprilia pernah mendengarnya. Tapi dimana? Ah Aprilia ingat itu suara dari pria yang dia sebut penyembuh luka, tapi tidak mungkin bukan jika itu dia? Dengan ragu Aprilia menoleh ke sumber suara, dan ternyata Albi bukan Dia.

Aprilia menghembuskan napas berat dan kembali menatap ke depan.

Albi berdeham pelan lalu duduk di samping Aprilia, menatap ke depan tanpa suara. Hening beberapa detik, suasana mendadak canggung.

"Lo ngapain disini?" tanya Aprilia, dia benci suasana canggung seperti itu.

"Gue nyari lo, dari tadi dan ternyata lo disini." Albi menjawab santai.

"Ngapain lo nyari gue?"

"Gue takut aja, kalau lo nekat bunuh diri." Albi terkekeh, niat bercanda.

"Iman gue gak serendah itu, sampai berbuat hal yang di larang agama." Sewot Aprilia tidak terima, bagaimana bisa cowok itu berkata demikian..

"Cukup tahu juga ya lo, kirain isi otak lo bucin semua."

"Apaan sih lo. Mending lo pergi deh dari sini, gak usah sok kenal. Gue gak gampang akrab, jadi percuma."

"Emang siapa yang sok kenal? Emang gue gak kenal sama lo kok." Albi benar- benar membuat Aprilia darah tinggi sekarang.

"Mending diem deh, gue pusing."

"Mikirin cowok?" Aprilia menautkan alisnya mendengar pertanyaan Albi, Aprilia bingung apa pria itu bisa membaca pikiran orang lain, atau cuma menebak saja.

"Sok tahu," jawab Aprilia terkesan ketus.

"Kok sok tahu, gue nanya padahal."

"Nggak, Bi. Bisa diem gak?" Kesabaran Aprilia benar-benar diuji sekarang.

"Iya-iya gue diem, galak amat jadi cewek."

Aprilia tak menyahut lagi, dia benar benar diam sampai menciptakan keheningan di antara mereka.

Part empat, gimana pendapat kalian?

Silahkan comment, dan vote juga tentunya.

Terimakasih sudah baca.

Salam kenal,
Nama asli gue: Rismayanti

Sebuah pilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang