[13 September 2007]
Jika ada orang yang bahagia malam ini, salah satunya adalah Kara.
Pasalnya dia akan menyaksikan band favorit sekali lagi, secara live. Kara ingat, dulu Mave pernah mengajaknya menonton Samsons di Balai Sarbini, sebelum akhirnya cowok itu membuat sesuatu di luar dugaan—yang kemudian merenggangkan hubungan mereka. Tapi rasanya kali ini berbeda, Kara bukan lagi cewek yang tak bisa membaca sikap Mave, namun sekarang lebih dari itu.
Malam ini Kara memutuskan mengenakan kaos polos yang ditumpuk jaket kasual. Roknya berbahan denim agak lebar.
Sementara Mave berpenampilan sederhana dengan kaus hitam dan celana pendek. Rambut rapi, wajahnya sedikit cemerlang.
Kara yang menyadari Mave lebih manis, tak tanggung berkomentar. "Kamu cakep malam ini."
"Masa?"
"Kamu gak nyadar, kemarin-kemarin kan kamu agak cokelat. Apalagi pas di Lombok."
Mave lantas engah. Mungkin sudah berminggu-minggu tak ngamen di jalan sehingga tak sekeling dulu. "Tapi gantengnya gak berkurang kan?"
Bibir Kara jungur, "Ge-er!"
Pintu ballroom Kuningan City cukup padat. Para penggemar Samsons berbaris-baris mengantre di tiga petugas yang memeriksa. Semua akan masuk lewat tiang metal dectector, sebelum ke pemeriksaan tiket pertama dan kedua. Kara dan Mave mengikuti prosedur pemeriksaan. Cewek itu sesekali menjingkat-jingkat kaki, tak sabar masuk ke dalam.
Konser kali ini semuanya kelas festival.
Di dalam, panggung lumanyan besar. Lighting ditata seapik mungkin, dengan warna-warna yang diset sesuai kebutuhan. Salon-solan ukuran besar menyebar di pojok gedung. Mave dan Kara yang sudah lolos dari pemeriksaan, lalu menyeruak diantara penonton.
Tubuh Mave yang lumayan gede, memudahkannya melewati penonton yang lebih awal memadati ballroom. Kara sempat terjepit di antara fans lain, sebelum Mave membantunya mengunci tempat paling depan.
Jam 7 tepat, lampu panggung tiba-tiba mati.
Petikan gitar terdengar kemudian.
Satu lampu sorot menyala, mendibik Bams yang seperti ajaib sudah ada di tengah panggung dengan stand mic. Pentolan Samsons itu duduk di bangku tanpa sandaran. Sejurus dengan itu, histeris dari cewek-cewek gemuruh seantero ballroom. "Bams... Bams... Bams...," teriak mereka, bikin sang vokalis senyum-senyum.
"Halo selamat malam semuanya," sapa Bams.
Berturut-turut, lampu sorot lain menyala, membidik personil Samsons lainnya. Mereka siap dengan instrumen masing-masing.
Musik pun berlanjut. Semua penonton dapat menebak lagu yang dimainkan adalah Kenangan Terindah—lagu yang membuat Samsons dikenal.
Aku yang lemah tanpamu, aku yang rentan karena, cinta yang t'lah hilang darimu.
Seluruh penonton ikut bernyanyi, termasuk Kara dan Mave. Malah Kara sangat ekspresif menggoyang-goyang kepalanya.
"Ingat gak, kamu pernah nyanyiin ini pas mendadak aku ngambek gak dijemput," ujar Kara di sela lagu.
Tentu Mave ingat. Saat itu dia dan Kara janjian ke toko buku. Tapi kemudian Mave lupa, walhasil untuk menebus kesalahan, cowok itu dihukum nyanyi sepanjang perjalanan. "Dan waktu itu kamu ngambeknya kayak bocah."
"Hahaha," Kara tertawa. "Waktu itu suara kamu gak sebagus sekarang."
"Kadang keadaan bisa ngubah segalanya," tutur Mave. Bekerja di resto mengharuskannya belajar gitar dan nyanyi demi uang. Dan Lombok mendukungnya begitu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maverick [Completed]
Ficção AdolescenteCerita pertama #seriremaja *** "Jika liburan ini aku tak kembali, jangan pernah ingat aku lagi" bisik Mave pada Kara. Kara tak peduli, cewek itu tetap memeluk Mave. Erat dan tak ingin lepas. *** Karena di setiap cinta harus ada yang melukai dan terl...