Hentak heels terdengar cepat dan gesa. Bunyinya mengalihkan beberapa orang yang berpakaian serbaputih di lorong rumah sakit.
Kara tetap melanjutkan langkah cepat menuju resepsionis. Dua pengunjung yang mengantre memberikan space agar Kara bisa langsung mengajak obrol suster di balik meja. Suster jaga tampak heran, ini kali pertama dia melihat orang ke rumah sakit dengan masih mengenakan gaun.
"Saya adalah anak dari Anggita Siswono," sebut Kara. "Apa yang terjadi dengan ibu saya?"
Suster yang sebelumnya menelepon Kara ini, menjelaskan, "Ibu kamu mengalami kecelakaan tunggal." Suster mengambil buku tebal dari laci. "Sekarang selesaikan dulu administrasinya."
Kara kemudian mengisi beberapa informasi di lembaran buku dan beberapa kertas. Buru-buru. Setelah menulis Kara, bertanya lagi, "Di mana ruangan ibu saya."
"Masih di emergency."
Mendengar itu, menarik gaunnya dan lari meninggalkan meja resepsionis.
Suster berteriak, "Ibumu belum bisa dijenguk. Masih dalam penanganan dokter!"
Kara tak peduli. Dia tetap berlari. Kara menyusuri ruangan-ruangan di lantai satu. Dia tak menemukan ruangan emergency. Cewek itu naik ke lantai dua. Melewati pintu demi pintu, Kara menyortir. Dengan sisa tenaga yang terkuras, Kara pindah lagi ke lantai tiga. Napas cewek itu sengal. Akhirnya di lorong terakhir, Kara menemukan emergency room.
Berusaha Kara menyeret kaki.
Gontai dia berdiri di depan pintu emergency. Saksama Kara mengamati pintu putih tersebut. Tiba-tiba air mata yang dia tahan sejak di Rotasi Evenue, meledak juga. Kara tersedu, menyandarkan telapak tangan di pintu.
Di Jakarta dia tidak memiliki siapa-siapa selain Bunda. Keluarga Bunda semuanya di Sumatra. Sementara Ayah? Kara tak mungkin menghubungi beliau. Mereka sudah lama lose contact setelah ayahnya menikah lagi.
Kara menyeka air yang merusak wajahnya. Cewek itu memundurkan langkah, dan duduk di kursi yang menghadap pintu emergency.
Cewek itu menenangkan diri. Sayang dia gagal, pikiran takut dengan kondisi Bunda terlalu kuat. Saat ini yang dia harap hanyalah pintu emergency terbuka, dan dia mendapat informasi soal Bunda. Semoga Bunda baik-baik saja, doa Kara dalam hati.
Selang sekian menit, Kara mengambil ponsel, Jessy harus tahu informasi ini. Setidaknya Kara punya orang yang dapat berbagi kesah. Sayang usai melakukan panggilan, ponsel Jessy tidak aktif. Tak patah semangat, Kara menghubungi Lero. Sambungan masuk terdengar. Lero tidak mengangkat. Kara mencoba lagi, sama, Lero tidak menjawab. Mungkin musik dalam hall menutupi bunyi handphone-nya.
---
Pukul 23.02.
Musik di hall Rotasi Evenue belum berhenti. Makin malam, makin kencang.
Erick yang berada di kursinya terus memonitor kursi Kara yang kosong, hampir sejam. Freya yang melihat Erick bengong, akhirnya penasaran. "Lo liat apa sih?"
"Nggak liat apa-apa kok."
"Yakin?" Freya seolah tak percaya.
Erick tak menggubris pertanyaan Freya. Isi kepala pria itu penuh tanya, kenapa Kara tiba-tiba menghilang?
---
Pukul 02.25 [14 Februari 2007]
Kara yang tertunduk di kursi langsung mendongak ketika pintu emergency melebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maverick [Completed]
Teen FictionCerita pertama #seriremaja *** "Jika liburan ini aku tak kembali, jangan pernah ingat aku lagi" bisik Mave pada Kara. Kara tak peduli, cewek itu tetap memeluk Mave. Erat dan tak ingin lepas. *** Karena di setiap cinta harus ada yang melukai dan terl...