Erick konsumsi sabu merupakan pukulan berat bagi Freya. Selama ini dia cukup baik membela sepupunya di depan Tante Mita dan Om Surya. Tapi rasanya pengorbanannya sia-sia.
Terlalu sering Freya menjadi saksi betapa rapuhnya Erick. Kini terbalik dia yang rapuh. Membangkitkan semangat Erick yang putus asa bukanlah hal mudah. Dia kerap menguatkan Erick dikala cowok itu jatuh. Dia menemani Erick ikut turnamen di saat tak seorang pun men-support. Memberikan uang yang dibutuhkan Erick. Bahkan harus meminta Kara ke rumah sakit.
Tapi kenyataan hari ini?
Malamnya Freya memblokir nomor Erick. Cewek itu juga memutuskan tidak ke rumah sepupunya.
Semoga dengan keputusan ini Erick bisa introspeksi.
Om Galang (Ayah Freya) memperhatikan anaknya yang beberapa hari ini di rumah saja. "Tumben gak ke rumah Erick?"
"Sekarang lagi minggu tenang Yah. Freya fokus ujian," bohong Freya. Malah dua hari ini dia tak menyentuh satu buku pun.
"Pengin nilainya bagus ya?"
"Gak juga Yah," tepis Freya. Setidaknya alasan minggu tenang masuk akal.
"Lusa Ayah dan Ibumu mo ke rumah Erick. Mau ikut?"
Freya menggeleng.
Bukan hanya Ayah Freya yang heran, ternyata Tante Mita juga merasa demikian. Ada yang aneh ketika Freya mendadak lenyap dari rumah mereka. "Harusnya jam segini dia sudah di sini," ujar Tante Mita. "Apa dia ada kegiatan?"
Erick yang tiduran di sofa, menyahut. "Minggu tenang Bu. Senin depan kan ujian." Sejauh Erick cukup terselamatkan karena Freya tidak memberi tahu kedua orangtuanya soal sabu.
"Kalo minggu tenang, kenapa kamu sering banget jalan?"
Erick tak menjawab. Belakangan cowok ini sering keluyuran lantaran waswas di rumah. Dia tak tahu kapan Ayah dan Ibu menyidangnya soal sabu. Cepat atau lambat mereka akan tahu, apalagi Freya marah besar hari itu.
"Tapi kalo dia gak sempat ke sini, biasanya juga telfon kan?"
Erick lanjut menonton tv, omongan Ibu benar-benar diabaikan.
***
[6 Desember 2007]
Hari beranjak sore ketika Lero dan Jessy ke jalan Dermaga Raya. Tujuan mereka adalah gedung jasa dekorasi. Pemiliknya Bang Rando yang masih kerabat dekat Lero. Memang sebelumnya Lero sudah meminta izin Mave agar Jessy dilibatkan dalam proses penembakan nanti. Hitung-hitung mengurangi beban kerja, dan biasanya pandangan cewek terkait hal-hal begini, dibutuhkan.
Mereka sudah berada di lobi, dan memenuhi sofa.
"Emang Mave pengin konsepnya gimana?" tanya Jessy.
"Dia sih terserah aja," desis Lero. "Makanya ini gue konsultasi dulu ke Bang Rando."
"Kara benar-benar beruntung," komentar Jessy berikutnya. "Ada seorang pria yang berjuang untuknya. Dan ada dua orang sahabat yang ikut membantu." Jessy ingat sewaktu dia dan Lero mengantar Kara ke stasiun Januari lalu. Saat itu Kara ingin menjemput harapan di Bandung, kini sebaliknya harapan yang akan datang padanya.
"Kalo menurut lo, bagusan konsep apa?" tanya Lero.
"Konsep serbaputih bagus deh," seru Jessy. "Dari meja, kain hiasannya, bila perlu cari mawar yang berwarna putih."
"Bagus, coba nanti gue ngomong ke Bang Rando."
"Lagian putih kan menenangkan."
Tak lama Bang Rando keluar dari ruangan yang berada di belakang meja resepsionis. Beliau memanggil Lero dan berbincang ke ruangannya. Jessy menunggu di lobi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maverick [Completed]
Novela JuvenilCerita pertama #seriremaja *** "Jika liburan ini aku tak kembali, jangan pernah ingat aku lagi" bisik Mave pada Kara. Kara tak peduli, cewek itu tetap memeluk Mave. Erat dan tak ingin lepas. *** Karena di setiap cinta harus ada yang melukai dan terl...