Chapter 32

3.1K 166 0
                                    

Dua bulan berlalu dengan tenang tanpa ada kekhawatiran. Setiap malam tak lupa Zein dan Han Li melaksanakan tugas untuk membuat calon penerus mereka. Hingga tiba saat perut Han Li tengah mengandung.

"Selamat saya ucapkan kepada Yang Mulia Selir Han Li!!! Semoga Tuhan selalu memberikan kebaikan kepada Anda dan bayi Anda!" ucap Kepala Dayang Fen sembari memijat bahu Han Li yang kaku.

"Selamat, Yang Mulia! Semoga Anda dan bayi Anda sehat selalu!" papar Sang Xian yang begitu masuk membawa teh hangat kesukaan Han Li. "Terimakasih untuk kalian berdua dua yang sudah bekerja keras untukku. Kalian benar-benar lebih dari sekedar Dayangku... Kalian adalah teman berbincang yang nyaman..."

"Semua ini terjadi karena Anda yang menyayangi kami, Yang Mulia... Semua kebaikan ini adalah balasan dari Tuhan untuk Anda..." Sang Xian menyodorkan teh yang baru dituangnya ke dalam cangkir kepada Han Li. Han Li menyeruputnya sedikit lalu bernafas lega.

"Akhirnya tiba saatnya... Entah sudah berapa bulan kandungan Xue Jinrang sekarang." Han Li mengelus perutnya dengan kasih sayang.

💎

"Yang Mulia, Xue Jinrang, saya mendengar kabar bahwa Selir Han Li tengah mengandung... Apa yang harus kita lakukan?" ucap Jun Pyona sembari menuangkan arak.

"Kepala Dayang Jun, Yang Mulia sedang marah karena mendengar berita tersebut..." bisik seorang pelayan di sampingnya.

"Han Li Sialan!!!!"

Tiba-tiba bantal dilempar cepat dari kelambu merah yang didalamnya berisikan Xue Jinrang. "Jalang itu benar-benar membuatku muak!!!" Terdengar dari luar suara benda berjatuhan dan pecah.

"Utus siapapun untuk melakukan rencana pembunuhan terhadap Han Li dan bayinya!!! Aku tak mau mendengar kalau Jalang dan Bayinya masih hidup!!!"

"Baik Yang Mulia..."

💎

"Kamu masih bekerja?" tanya Han Li. Kepalanya menyembul dari balik pintu kerja Zein yang sedikit terbuka. Zein menghentikan kegiatannya dan menatap istrinya sembari tersenyum.

"Katakan apa maumu," ucap Zein sembari tersenyum nakal. "Aku hanya memastikan kamu punya cukup waktu untuk istirahat. Padahal baru jadi Kepala Negara, tapi kerjaan sudah menumpuk begini..." Han Li berjalan pelan menghampiri Zein.

"Kakakku meninggalkan pekerjaannya ketika menjabat sebagai Kaisar, untuk itu aku harus memperbaiki kesalahannya..." Zein kembali fokus kepada berkas di depannya.

"Kau benar... Jika ada yang perlu kubantu, kau bisa katakan padaku!" Han Li menawarkan bantuan sembari tersenyum tulus. Zein menatapnya, lalu tersenyum. Zein berdiri dari kursinya dan memeluk Han Li dengan hangat.

"Aku tak mau istriku terlalu dibebani dengan pekerjaan kar na sedang hamil. Pekerjaanmu hanya jaga bayi kita agar lahir dengan sehat..." Zein mengecup perut Han Li dengan rasa gemas. Han Li hanya tersenyum geli.

Sebenarnya, ada perasaan yang mengganjal di hati Han Li. Han Li bertanya-tanya pada dirinya sendiri, benarkah Zein begitu tulus mencintainya, ataukah itu karena tujuan awal dari kontrak mereka untuk menyingkirkan Kakaknya beserta Xue Jinrang dan melahirkan penerus keluarga? Han Li dilanda kecemasan. Ia takut Zein akan membuangnya jika Han Li tak dapat melahirkan penerus Kerajaan. Dilain sisi, dia tidak berhak untuk mengeluh karena dari dulu memang begitu peraturannya.

"Selir yang tidak dapat melahirkan penerus Kerajaan akan dibuang atau diasingkan ke wilayah tertentu tanpa ada imbalan harta sepersen pun." begitu menurut Buku Ketatanegaraan Kerajaan ini.

"Kamu kenapa?"

Han Li tersadar dari lamunannya. Zein menatapnya cemas. "'Kenapa bagaimana?" "Wajahmu terlihat suram dari biasanya. Apakah selelah itu mengandung seorang bayi? Kalau begitu kamu harus istirahat agar kondisimu juga sehat!" Zein menggendong Han Li ala Bridal Style dan berjalan menuju pintu keluar ruangan.

"Bukankah kau harus melakukan pekerjaanmu?" tanya Han Li. "Kau adalah prioritas utamaku!" tegas Zein. Tak terlihat mimik kebahagiaan di wajah Han Li mengingat apa yang tadi dipikirkannya.

"Terimakasih sudah mengantarku ke kamar."
"Istirahatlah yang cukup! Aku tidak mau melihatmu sakit."

Han Li mengangguk lesu. Ia melepaskan hiasan di rambutnya beserta perhiasan yang ada pada tubuhnya__dibantu oleh Zein, lalu berbaring dengan nyaman. Zein mengecup kening Han Li. "Selamat istirahat," ucap Zein. Han Li tersenyum kecil, "Selamat bekerja." Kemudian Zein keluar dari kamar, kembali ke pekerjaannya.

Han Li mematikan lampu kamarnya, kemudian memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Namun, firasat buruk datang menghampiri, membuatnya kembali membuka mata dan memandang ke sekelilingnya. Diliriknya sudut-sudut kamar yang terlihat menyeramkan.


Firasat buruk itu semakin menjadi ketika terdengar suara gesekan benda padat. Han Li menoleh ke sekelilingnya. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mulai bermunculan.

Suara itu kembali terdengar. Han Li yang gelisah segera menyalakan lampu kamarnya. Matanya mencari-cari sosok misterius yang membuat suara tadi. Langkah Han Li yang gemetaran berjalan menuju pintu keluar. Tangan kanannya mengelus perutnya yang tiba-tiba terasa sakit.

Tiba-tiba sosok gelap membawa pedang muncul di depan jendela, wajahnya tak terlihat sebab memakai cadar gelap. Matanya menatap Han Li dengan tatapan tajam. Han Li bergerak mundur. Namun sosok itu bergerak cepat ke arahnya sembari menodongkan pedang. "Kyyyyaaaa!!!" Han Li terduduk di tempatnya sembari menutup kedua matanya.

Cring!!!

"Kyak!!!" Terdengar jeritan seorang perempuan yang asing di telinga Han Li. Lantas ia membuka kedua matanya.

"Kamu tidak apa-apa, Han Li?" tanya Zein yang sudah berada di sampingnya. Mata Han Li beruraikan air mata. Segera ia memeluk Zein erat.

"Kamu takut sekali, ya?" Zein mengelus pundak Han Li penuh sayang.

"Tunjukkan identitasmu! Siapa yang mengirimmu kemari untuk mengayunkan pedangmu kepada Istriku?!" Zein menodongkan pedangnya ke arah Gadis Penyusup itu. Dengan paksa ditariknya cadar hitam yang menutupi wajah Gadis itu.

"Katakan siapa yang mengutusmu? Kalau tidak, akan kupenggal kepalamu!" ucap Zein.

Beauty Empress [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang