Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pukul sebelas.
Seperti lelah enggan menyapa, Heejin masih terduduk dengan nestapa. Entah mau berapa lama raganya akan tetap disana. Terakhir kali, saudara tirinyaㅡYirenㅡgagal untuk membujuknya hanya sekedar untuk bicara. Ia benar-benar menyamankan diri dengan sendiri.
Ddrrtt...
Sepasang kenari itu melirik kearah benda pipih yang tengah bergetar, berkedip-kedip. Sama sekali tak minat mengulurkan tangan, ponsel itu dibiarkan terabaikan. Tanpa harus repot peduli bahwa seseorang disana mengerang kesal karena perbuatannya.
Seperti enggan menyerah, miliknya itu kembali menyala layarnya. Baiklah, Heejin menyerah. Digapai ponsel dengan softcasewarna pink pastel itu, diperiksanya siapa gerangan yang pantang menyerah mengusiknya.
Incoming call from Hyunjin...
Ah benar, sudah tiga hari ini semua panggilan masuk dari, cowok itu dia abaikan. Bukan mengapa, dia masih belum bisa jika dituntut banyak bicara, bercerita soal lara yang menyapa.
Panggilan itu disudahi, mungkin yang disana sudah lelah. Hendak mengembalikan ke tempat semula, sebuah pesan chat mengambil alih atensinya.
Hyunjin |Hee lo baikkn? |Tdgwkrumah lo tapisepi |Lo kmana? Gk pndahrumahkn?
Senyum tipis terlukis. Ada rasa senang yang menjalar tapi, jika diminta menjawab pertanyaan pertama yang Hyunjin ajukan, dia masih belum dikatakan baik.
Hyunjin |Diread |Hee 😁
Pasti anak itu menunggunya! Heejin kasihan juga.
Heejin |Guegapapa |Guedijkt
Hyunjin |Ya knpgkblang? |Di chat ditlpongk ada respon
Heejin |Maaf
Hyunjin |Ya pangeranmaafin :))
Satu senyum itu masih bertahan. Memandangi layar ponsel yang perlahan kehilangan cahaya, meredup. Bersamaan dengan menghitamnya layar, senyumnya pelan menghilang tergantikan suram.